Gempuran globalisasi sudah merasuk ke segala lini, pesantren salaf pun tak luput dari gempuran tersebut, apakah pesantren salaf masih bisa mempertahankan tradisi, apakah nilai nilai pesantren sudah luntur terkikis globalisasi? untuk itu mari kita kaji dengan menilik sejarah pesantren
Kelahiran pondok pesantren di tanah air, tidak dapat dipisahkan dari sejarah masuknya Islam ke Indonesia dan Wali Songo. Kehadiran pondok pesantren sampai saat ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam. Pada awal berdirinya, pondok pesantren umumnya sangat sederhana. Sistem yang lazim digunakan dalam proses pembelajaran adalah wetonan, sorogan danbandongan. Akan tetapi, sejak 1970-an bersamaan dengan program modernisasi pondok pesantren, mulai membuka diri untuk mempelajari pelajaran umum. Pada mulanya, tujuan utama pondok pesantren adalah menyiapkan santri untuk mendalami ilmu pengetahuan agama (tafaqqul fi al-din).
Dewasa ini, pertumbuhan dan penyebaran pesantren sangat pesat. Dengan menjamurnya pondok pesantren yang penyuguhkan spesialisasi kajian baik tradisional ataupun modern, membawa dampak positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di negeri ini. Kehadiran pondok pesantreen telah nyata membantu pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu, pesantren telah menawarkan jenis pendidikan alternatif bagi pengembangan pendidikan nasional. Sejak awal berdirinya pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pengkaderan ulama, tempat pengajaran ilmu agama, dan memelihara tradisi Islam. Fungsi ini semakin berkembang akibat tuntutan pembangunan nasional yang mengharuskan pesantren terlibat di dalamnya.
Kini, di abad ke-21, sebagaimana disebut orang abad milenium, peran pondok pesantren bukan saja sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial. Peran pesantren pun melebar menjadi agen perubahan dan pembangunan masyarakat. Oleh karena itu, tidak heran bila sekarang, pemerintah atau lembaga sosial kemasyarakatan menginginkan pondok pesantren menjadi pusat pemberdayaan masyarakat, melalui berbagai kegiatan yang sangat menunjang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi yang tinggi.
Tantangan Globalisasi
Di tengah terpaan arus globalisasi, para pakar ramai menyatakan bahwa dunia akan semakin kompleks dan saling ketergantungan. Dikatakan pula bahwa perubahan yang akan terjadi dalam bentuk non-linear, tidak bersambung, dan tidak bisa diramalkan. Masa depan merupakan suatu ketidaksinambungan. Kita memerlukan pemikiran ulang dan rekayasa ulang terhadap masa depan yang akan dilewati. Kita berani tampil dengan pemikiran yang terbuka dan meninggalkan cara-cara lama yang tidak produktif. The road stop here where we go next? Semua pernyataan tersebut menggambarkan bahwa dunia akan kekurangsiapan dan sekaligus sebagai dorongan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi globalisasi.
Fenomena globalisasi banyak melahirkan sifat individualisme dan pola hidup materialistik yang kian mengental. Di sinilah keunikan pondok pesantren masih konsisten dengan menyuguhkan suatu sistem pendidikan yang mampu menjembatani kebutuhan fisik (jasmani) dan kebutuhan mental spiritual(rohani) manusia.
Eksistensi pondok pesantren dalam menyikapi perkembangan zaman, tentunya memiliki komitmen untuk tetap menyuguhkan pola pendidikan yang mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang handal. Kekuatan otak(berpikir), hati (keimanan) dan tangan (keterampilan), merupakan modal utama untuk membentuk pribadi santri yang mampu menyeimbangi perkembangan zaman. Berbagai kegiatan keterampilan dalam bentuk pelatihan/work-shop (daurah) yang lebih memperdalam ilmu pengethuan dan keterampilan kerja adalah upaya untuk menambah wawasan santri di bidang ilmu sosial, budaya dan ilmu praktis, merupakan salah satu terobosan konkret untuk mempersiapkan individu santri di lingkungan masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks di lingkungan masyarakat, maka pondok pesantren harus berani tampil dan mengembangkan dirinya sebagai pusat keunggulan. Pondok pesantren tidak hanya mendidik santri agar memiliki ketangguhan jiwa (taqwimu al-nufus),jalan hidup yang lurus, budi pekerti yang mulia, tetapi juga santri yang dibekali dengan berbagai disiplin ilmu keterampilan lainnya, guna dapat diwujudkan dan mengembangkan segenap kualitas yang dimilikinya.
Untuk mencapai tujuan di atas, para santri harus dibekali nilai-nilai keislaman yang dipadukan dengan keterampilan. Pembekalan ilmu dan keterampilan dapat ditempuh dengan mempelajari tradisi ilmu pengetahuan agama dan penggalian dari teknologi keterampilan umum. Karena, tradisi keilmuan dan kebudayaan Islam sangat kaya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sayyid Kuthb; “Yang benar, bahwasannya agama (Islam) bukan mengganti ilmu dan kebudayaan, bahkan bukan pula musuh ilmu dan kebudayaan. Padahal, agama Islam merupakan bingkai ilmu dan kebudayaan poros/sumbu untuk ilmu kebudayaan, begitu pula sebagai metode ilmu dan kebudayaan dan membatasi bingkai dan poros yang mampu memberi hukum (peraturan) bagi segala masalah kehidupan”.
Mencermati karakteristik umat Islam serta kecenderungan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang, disertai dengan perkembangan kebudayaan, maka pilihan format pondok pesantren lebih menekankan kepada ilmu pengetahuan alam. Maka keberadaan pondok pesantren sangat optimis sebagai alternatif pendidikan. Sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh Chistoper J. Lucas, “Pesantren menyimpan kekuatan yang sangat luar biasa untuk menciptakan keseluruhan aspek lingkungan hidup dan dapat memberi informasi yang berharga dalam mempersiapkan kebutuhan yang inti untuk menghadapi masa depan.”
Di sinilah peran pesantren perlu ditingkatkan. Tuntutan globalisasi tidak mungkin dihindari. Salah satu langkah yang bijak adalah mempersiapkan pesantren tidak “ketinggalan kereta” agar tidak kalah dalam persaingan. Pada tataran ini masih banyak pembenahan dan perbaikan yang harus dilakukan oleh pondok pesantren. Paling tidak tiga hal yang mesti digarap oleh pondok pesantren yang sesuai dengan jati dirinya. Pertama, pesantren sebagai lembaga pendidikan pengkaderan ulama. Fungsi ini tetap harus melekat pada pesantren, karena pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan yang melahirkan ulama. Namun demikian, tuntutan modernisasi dan globalisasi mengharuskan ulama memiliki kemampuan lebih, kapasitas intelektual yang memadai, wawasan, akses pengetahuan dan informasi yang cukup serta responsif terhadap perkembangan dan perubahan.
Kedua, pesantren sebagai lembaga pengembangan ilmu pengetahuan khusus agama Islam. Pada tatanan ini, pesantren masih dianggap lemah dalam penguasaan ilmu dan metodologi. Pesantren hanya mengajarkan ilmu agama dalam arti transfer of knowledge. Karena pesantren harus jelas memiliki potensi sebagai “lahan” pengembangan ilmu agama.
Ketiga, dunia pesantren harus mampu menempatkan dirinya sebagai transformasi, motivator, dan inovator. Kehadiran pesantren dewasa ini telah memainkan perannya sebagai fungsi itu meskipun boleh dikata dalam taraf yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Sebagai salah satu komponen masyarakat, pesantren memiliki kekuatan dan “daya tawar” untuk melakukan perubahan-perubahan yang berarti.
Dari zaman ke zaman, generasi ke generasi peran pondok pesantren melalui fungsi dan tugas santri adalah memperjuangkan tegaknya nilai-nilai religius serta berjihad mentransformasikannya ke dalam proses pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Tujuan yang dimaksud adalah agar kehidupan masyarakat berada dalam kondisi berimbang (balanced) antara aspek dunia dan ukhrawi.
Berdasarkan pendekatan sistemik dan religi di atas, tentunya diakui bahwa peranan pondok pesantren harus sanggup membangun idividu santri untuk membangun kelompok (sosial) yang memiliki potensi kuat dalam mengisi pembangunan negeri ini. Dengan konsepsi yang demikian itu, pondok pesantrenn merupakan lembaga pendidikan yang ideal, terutama, karena di dalamnya memuat konsep pendidikan yang integralistik, pragmatik, dan mempunyai akar budaya yang sangat kental di lingkungan masyarakat
Kelahiran pondok pesantren di tanah air, tidak dapat dipisahkan dari sejarah masuknya Islam ke Indonesia dan Wali Songo. Kehadiran pondok pesantren sampai saat ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam. Pada awal berdirinya, pondok pesantren umumnya sangat sederhana. Sistem yang lazim digunakan dalam proses pembelajaran adalah wetonan, sorogan danbandongan. Akan tetapi, sejak 1970-an bersamaan dengan program modernisasi pondok pesantren, mulai membuka diri untuk mempelajari pelajaran umum. Pada mulanya, tujuan utama pondok pesantren adalah menyiapkan santri untuk mendalami ilmu pengetahuan agama (tafaqqul fi al-din).
Dewasa ini, pertumbuhan dan penyebaran pesantren sangat pesat. Dengan menjamurnya pondok pesantren yang penyuguhkan spesialisasi kajian baik tradisional ataupun modern, membawa dampak positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di negeri ini. Kehadiran pondok pesantreen telah nyata membantu pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu, pesantren telah menawarkan jenis pendidikan alternatif bagi pengembangan pendidikan nasional. Sejak awal berdirinya pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pengkaderan ulama, tempat pengajaran ilmu agama, dan memelihara tradisi Islam. Fungsi ini semakin berkembang akibat tuntutan pembangunan nasional yang mengharuskan pesantren terlibat di dalamnya.
Kini, di abad ke-21, sebagaimana disebut orang abad milenium, peran pondok pesantren bukan saja sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial. Peran pesantren pun melebar menjadi agen perubahan dan pembangunan masyarakat. Oleh karena itu, tidak heran bila sekarang, pemerintah atau lembaga sosial kemasyarakatan menginginkan pondok pesantren menjadi pusat pemberdayaan masyarakat, melalui berbagai kegiatan yang sangat menunjang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi yang tinggi.
Tantangan Globalisasi
Di tengah terpaan arus globalisasi, para pakar ramai menyatakan bahwa dunia akan semakin kompleks dan saling ketergantungan. Dikatakan pula bahwa perubahan yang akan terjadi dalam bentuk non-linear, tidak bersambung, dan tidak bisa diramalkan. Masa depan merupakan suatu ketidaksinambungan. Kita memerlukan pemikiran ulang dan rekayasa ulang terhadap masa depan yang akan dilewati. Kita berani tampil dengan pemikiran yang terbuka dan meninggalkan cara-cara lama yang tidak produktif. The road stop here where we go next? Semua pernyataan tersebut menggambarkan bahwa dunia akan kekurangsiapan dan sekaligus sebagai dorongan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi globalisasi.
Fenomena globalisasi banyak melahirkan sifat individualisme dan pola hidup materialistik yang kian mengental. Di sinilah keunikan pondok pesantren masih konsisten dengan menyuguhkan suatu sistem pendidikan yang mampu menjembatani kebutuhan fisik (jasmani) dan kebutuhan mental spiritual(rohani) manusia.
Eksistensi pondok pesantren dalam menyikapi perkembangan zaman, tentunya memiliki komitmen untuk tetap menyuguhkan pola pendidikan yang mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang handal. Kekuatan otak(berpikir), hati (keimanan) dan tangan (keterampilan), merupakan modal utama untuk membentuk pribadi santri yang mampu menyeimbangi perkembangan zaman. Berbagai kegiatan keterampilan dalam bentuk pelatihan/work-shop (daurah) yang lebih memperdalam ilmu pengethuan dan keterampilan kerja adalah upaya untuk menambah wawasan santri di bidang ilmu sosial, budaya dan ilmu praktis, merupakan salah satu terobosan konkret untuk mempersiapkan individu santri di lingkungan masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks di lingkungan masyarakat, maka pondok pesantren harus berani tampil dan mengembangkan dirinya sebagai pusat keunggulan. Pondok pesantren tidak hanya mendidik santri agar memiliki ketangguhan jiwa (taqwimu al-nufus),jalan hidup yang lurus, budi pekerti yang mulia, tetapi juga santri yang dibekali dengan berbagai disiplin ilmu keterampilan lainnya, guna dapat diwujudkan dan mengembangkan segenap kualitas yang dimilikinya.
Untuk mencapai tujuan di atas, para santri harus dibekali nilai-nilai keislaman yang dipadukan dengan keterampilan. Pembekalan ilmu dan keterampilan dapat ditempuh dengan mempelajari tradisi ilmu pengetahuan agama dan penggalian dari teknologi keterampilan umum. Karena, tradisi keilmuan dan kebudayaan Islam sangat kaya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sayyid Kuthb; “Yang benar, bahwasannya agama (Islam) bukan mengganti ilmu dan kebudayaan, bahkan bukan pula musuh ilmu dan kebudayaan. Padahal, agama Islam merupakan bingkai ilmu dan kebudayaan poros/sumbu untuk ilmu kebudayaan, begitu pula sebagai metode ilmu dan kebudayaan dan membatasi bingkai dan poros yang mampu memberi hukum (peraturan) bagi segala masalah kehidupan”.
Mencermati karakteristik umat Islam serta kecenderungan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang, disertai dengan perkembangan kebudayaan, maka pilihan format pondok pesantren lebih menekankan kepada ilmu pengetahuan alam. Maka keberadaan pondok pesantren sangat optimis sebagai alternatif pendidikan. Sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh Chistoper J. Lucas, “Pesantren menyimpan kekuatan yang sangat luar biasa untuk menciptakan keseluruhan aspek lingkungan hidup dan dapat memberi informasi yang berharga dalam mempersiapkan kebutuhan yang inti untuk menghadapi masa depan.”
Di sinilah peran pesantren perlu ditingkatkan. Tuntutan globalisasi tidak mungkin dihindari. Salah satu langkah yang bijak adalah mempersiapkan pesantren tidak “ketinggalan kereta” agar tidak kalah dalam persaingan. Pada tataran ini masih banyak pembenahan dan perbaikan yang harus dilakukan oleh pondok pesantren. Paling tidak tiga hal yang mesti digarap oleh pondok pesantren yang sesuai dengan jati dirinya. Pertama, pesantren sebagai lembaga pendidikan pengkaderan ulama. Fungsi ini tetap harus melekat pada pesantren, karena pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan yang melahirkan ulama. Namun demikian, tuntutan modernisasi dan globalisasi mengharuskan ulama memiliki kemampuan lebih, kapasitas intelektual yang memadai, wawasan, akses pengetahuan dan informasi yang cukup serta responsif terhadap perkembangan dan perubahan.
Kedua, pesantren sebagai lembaga pengembangan ilmu pengetahuan khusus agama Islam. Pada tatanan ini, pesantren masih dianggap lemah dalam penguasaan ilmu dan metodologi. Pesantren hanya mengajarkan ilmu agama dalam arti transfer of knowledge. Karena pesantren harus jelas memiliki potensi sebagai “lahan” pengembangan ilmu agama.
Ketiga, dunia pesantren harus mampu menempatkan dirinya sebagai transformasi, motivator, dan inovator. Kehadiran pesantren dewasa ini telah memainkan perannya sebagai fungsi itu meskipun boleh dikata dalam taraf yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Sebagai salah satu komponen masyarakat, pesantren memiliki kekuatan dan “daya tawar” untuk melakukan perubahan-perubahan yang berarti.
Dari zaman ke zaman, generasi ke generasi peran pondok pesantren melalui fungsi dan tugas santri adalah memperjuangkan tegaknya nilai-nilai religius serta berjihad mentransformasikannya ke dalam proses pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Tujuan yang dimaksud adalah agar kehidupan masyarakat berada dalam kondisi berimbang (balanced) antara aspek dunia dan ukhrawi.
Berdasarkan pendekatan sistemik dan religi di atas, tentunya diakui bahwa peranan pondok pesantren harus sanggup membangun idividu santri untuk membangun kelompok (sosial) yang memiliki potensi kuat dalam mengisi pembangunan negeri ini. Dengan konsepsi yang demikian itu, pondok pesantrenn merupakan lembaga pendidikan yang ideal, terutama, karena di dalamnya memuat konsep pendidikan yang integralistik, pragmatik, dan mempunyai akar budaya yang sangat kental di lingkungan masyarakat
Tidak ada komentar
Posting Komentar