Mana Yang Anda Percayai Demokrasi atau Negara Islam?
Salah satu upaya musuh-musuh Allah dalam melunturkan dien ini adalah melancarkan tipu daya untuk menjauhkan umat Islam atas cita-cita menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah. Bagi musuh-musuh Allah, bergaungnya opini untuk menegakkan kembali Negara Islam adalah malapetaka bagi eksistensi Zionis dan Salibis.
Tidaklah heran bahwa untuk melunturkan eksistensi jihad menegakkan kembali daulah Khilafah, mereka akan meniupkan keraguan-keraguan ke dalam diri umat Islam agar tidak mempercayai Negara Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiyah, dan lebih memilih hukum buatan manusia berupa Demokrasi.
Mereka melemparkan wacana, opini, dan kesimpulan bahwa cita-cita menegakkan Daulah Khilafah adalah utopia karena tidak ada nashnya di dalam Qur’an. Hal ini pun dimanfaatkan bagi mereka yang tidak ‘pede’ dengan keyakinannya untuk membenarkan opini keliru itu.
Bahwa tidak mendetailnya penyebutan konsep Khilafah dalam Al Qur’an kemudian ia menjadi gugur dengan sendirinya. Kalaulah kita mau berfikir demikian, mengapa kita masih memakai demokrasi dan pancasila sebagai sistem hidup terbaik, bukankah istilah demokrasi lebih-lebih pancasila juga tidak ada di dalam Al Qur’an?
Bahkan pemakaian Istilah Demokrasi Islam pun tidak ada di dalam Al Qur’an. Kalau kita telusuri lebih jauh yang terjadi malah sebaliknya, Allah berfirman di berbagai surat bahwa mengambil mayoritas suara sebagai sebuah kebenaran justru identik dengan kesesatan, karena kebanyakan manusia penuh dengan kelemahan.
“Seandainya kalian mengikuti kebanyakan orang di muka bumi, sungguh mereka akan menyesatkan kalian dari jalan Allah (Qs. al An’aam:116)
“.. dan sesungguhnya kebanyakan manusia itu lengah terhadap tanda tanda kekuasan Kami”(Qs.Yunus:92)
“..dan sesungguhnya kebanyakan manusia itu benar benar fasiq” (Qs. Al Maa’idah: 49)
“ ..Sedikit sekali kalian beriman kepadanya. (Qs.Al Haaqqah:41)
“ Sedikit sekali dari hamba-Ku yang bersyukur.” (Qs.Saba’:13)
Hal ini justru berkebalikan dengan konsep Daulah Khilafah Islamiyah. Kalau kita telusuri dari berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama, maka kita akan menemui bahwa penjelasan menganai Khilafah banyak dibahas dalam Al Qur’an. Imam Qurthubi, misalnya, ketika menafsirkan Surat Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi,
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Beliau menyatakan bahwa Surat Al Baqarah ayat 30 secara pokok menegaskan tentang aturan mengangkat imam dan khalifah untuk didengar dan dita’ati, untuk menyatukan pendapat serta melaksanakan, melalui khalifah, hukum-hukum tentang khalifah.
Khilafah juga berasal kha-la-fa yang berarti kepemimpinan. Hal ini terdapat dalam makna berbagai makna. Pertama, Generasi pengganti (Al-A’raf: 169, Maryam: 59). Kedua, Suksesi generasi dan kepemimpinan (al-An’am: 165, Yunus: 14 dan 73, Fathir:39). Ketiga, Proses dan janji pemberian mandat kekuasaan dari Allah (an-Nur:55). Keempat, Pemegang mandat kekuasaan dan kewenangan dari Allah (al-Baqarah:30, Shad:26). Jadi, kata khilafah atau khalifah dalam arti kepemimpinan jelas ada dalam al-Quran.
Selanjutnya, Ibnu Manzur dalam kitabnya Lisaan al-‘Arab menjelaskan bahwa kata imam juga memiliki arti tujuan atau maksud, jalan dan agama, megimami atau maju menjadi pemimpin/imam bagi mereka. Dari sini kita akan mendapatkan informasi tentang khilafah dengan menelusuri ayat-ayat yang mengandung kata imam.
Hal ini juga diamini oleh Imam Ar Razi. Dalam kitabnya, Mukhtar Ash-Shihah, ia mengatakan bahwa Khilafah atau Imamah ‘Uzhma, atau Imaratul Mukminin semuanya memberikan makna yang satu atau sama, dan menunjukkan tugas yang satu, yakni kekuasaan tertinggi bagi kaum muslimin. Ucapan Ar Razi akan sangat definitif dengan pemaknaan Khilafah Islamiyah.
Maka itu, jika penggunaan kata Imam simetris dengan khilafah, maka dari hal ini kita bisa melihat bahwa di dalam Al Qur’an kata imam terulang sebanyak tujuh kali. Dari tujuh ayat tersebut terlihat hanya ada dua yang bernada sama dan dapat dijadikan rujukan dalam persoalan khilafah, yaitu yang berkategori pemimpin dalam kebajikan. Kedua ayat tersebut terdapat pada QS. Al-Baqarah ayat 124 dan QS. Al-Furqan ayat 74.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim”. (QS. Al Baqoroh [2]: 124)
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Furqon [25]: 74)
Oleh karena itu saudaraku, kebenaran bisa dicapai dengan ilmu. Penguasaan suatu ilmu akan memudahkan kita menerima kebenaran Allah. Ilmu pun akan kuat jika dibarengi tauhid yang lurus pula dan jauh dari kemaksiatan. Justeru karena kita diberikan hikmah kemerdekaan oleh Allah SWT, kita harus bersyukur dengan menjalankan seluruh perintahnya, menegakkan hukum Allah, dan menjauhi hukum thaghut, bukan sebaliknya.
Sebab banyak orang yang sudah faham eksistensi negara Islam dan Syariat Islam hanya karena kepentingan pribadi dan kelompoknya, maka ia pura-pura tidak mengetahuinya. Menyatakan Khilafah ide lapuk dan syariat Islam adalah masa lalu. Semoga kita dihindari dari tipikal orang-orang fasiq dan kufur seperti itu. Karena Rasulullah sendiri sudah mengatakan bahwa Sistem Pemerintahan Islam atau Daulah Khilafah Islamiyah akan kembali tegak.
”Akan berlangsung nubuwwah (kenabian) di tengah-tengah kalian selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya (berakhir) bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya. Kemudian berlangsung khilafah menurut manhaj kenabian selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian berlangsung para Mulkan ‘Aadhdhon (para penguasa yang menggigit) selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian berlangsungkepemimpinanMulkan Jabbriyyan (para penguasa yang memaksakan kehendak) selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian akan berelangsung kembali khilafah menurut manhaj kenabian. Kemudian beliau berhenti”. (AHMAD – 17680).
Jadi mana yang anda percaya Negara Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiyah atau Demokrasi?
Post a Comment