Sy'iah : Holocaust Dan Bentrokan Peradaban
Meski kekejamanan pemerintahan Syi'ah di Iran dan di Suriah sudah sedemikian nyata, para misionaris Syi'ah di Indonesia masih saja berusaha meyakinkan umat Islam Indonesia, bahwa Syi'ah itu agama damai, Syi'ah itu salah satu madzhab dalam Islam yang diakui dunia internasional, bahwa Syi'ah itu Islam juga.
Terhadap kekejaman Syi'ah di Suriah, kalangan Syi'ah cenderung membela diri, bahwa yang dibunuhi itu adalah rakyat yang memberontak kepada pemerintah, bahwa Bashar Assad itu bukan penganut Syi'ah, dan sebagainya. Selain itu, para misionaris Syi'ah juga cenderung mencari "pihak ketiga" yang bisa dijadikan musuh bersama yaitu paham Wahabi. Menurut para misionaris Syi'ah, paham Wahabi bahkan memposisikan Syi'ah dan sunni (ahlus sunnah) sama-sama sesat. Mereka juga mengatakan, sebagaimana pernah dikatakan Zen Al-Hady narasumber Radio Silaturahim (Rasil), Kerajaan Saudi yang berpaham Wahabi itu bahkan memposisikan ormas NU sebagai berpaham sesat.
Menurut misionaris Syi'ah, musuh umat Islam bukanlah Syi'ah karena Syi'ah bagian dari Islam. Tetapi, selain paham Wahabi musuh Islam adalah: mereka yang membuat karikatur yang menghina Nabi Muhammad saw; penulis buku ayat-ayat setan dan yang melindungi penerbitan buku itu; mereka yang menganggap Islam sebagai agama kekerasan dan barbar; mereka yang menguasai Masjidil Aqsha, kiblat pertama kaum muslimin dan menjadikannya sebagai ibu kotanya. Begitulah propaganda misionaris Syi'ah, yang antara lain bisa ditemukan pada sebuah surat terbuka berjudul "Surat terbuka Ayatullah Makarim Syirazi kepada ulama Wahabi" yang bisa ditemui di situs penganut Syi'ah Alwi Husein (alwihusein.multiply.com) Zen Al-Hady salah satu narasumber Radio Silaturahim (Rasil) juga kerap mengutip materi propaganda khas Syi'ah tadi dalam berbagai kesempatan. Tapi alhamdulillah umat Islam tidak begitu mudah percaya dengan propaganda tersebut.
Musuh-musuh Islam seperti disebutkan oleh Ayatullah Makarim Syirazi melalui surat terbukanya di atas, memang benar. Namun Syi'ah pun bagian dari musuh Islam. Memerangi Syi'ah bukanlah memerangi sesama muslim, karena Syi'ah apapun sektenya, mereka kini sudah memerangi Islam. Bahkan Syi'ah lebih dekat diposisikan dengan pihak harby. Akhir-akhir ini para misionaris Syi'ah menyebarluaskan surat terbuka Ayatullah Makarim Syirazi, boleh jadi karena mereka panik dan tidak punya cara lain untuk menutupi kekejaman rezim Syi'ah di Suriah. Pada surat terbuka itu antara lain dituliskan, seolah-olah pernah ada pertemuan aneh dan langka di sebagian negara-negara Islam, yang berlangsung pada tanggal 16 Dzul Qa'dah 1427 H.
Konon, sejumlah 38 ulama dan dosen Wahabi dari Universitas Ummul Qura dan Universitas Malik Su'ud, serta ulama dan dosen dari sebagian kecil wilayah Arab Saudi lainnya, menandatangani sebuah deklarasi yang berisi fatwa untuk membunuhi orang-orang Syi'ah di Irak, bahkan orang-orang Syi'ah di seluruh dunia. Alasannya, kata Ayatullah Makarim Syirazi, para ulama dan dosen Wahabi itu menuduh bahwa orang-orang Syi'ah itu rafidhi safawi yang merupakan sekutu Amerika dan kerap membunuhi orang Islam. Benarkah adanya deklarasi berisi fatwa membunuhi orang-orang Syi'ah itu adalah sesuatu yang bisa dipertangung jawabkan? Yang pasti saat ini justru umat Islam-lah yang jadi korban pembantaian rezim Syi'ah di Suriah. Juga, di Iran. Kalau toh deklarasi itu memang ada, tentu saja tidak lantas menganulir bahwa Syi'ah itu secara akidah memang bertentangan dengan Islam.
Jangan membodohi umat Islam. Dalam salah satu alineanya, surat terbuka yang konon berasal dari Ayatullah Makarim Syirazi mengatakan: "Apakah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak pernah memberikan aturan dalam berperang bahwa ketika berperang melawan kaum musyrikin, anak-anak dan wanita jangan dibunuh. Bagaimana mungkin kelompok dari kalian melupakan aturan Islam yang sangat manusiawi ini, ketika menghadapi sekelompok dari kaum muslimin? Dengan teror, kalian membantai semuanya." Kecaman Ayatullah Makarim Syirazi di atas, sepantasnya ditujukan kepada rezim Syi'ah di Suriah, dan sama sekali tidak cocok ditujukan kepada umat Islam Indonesia, apalagi umat Islam di Suriah yang dizalimi dan dianiayaya rezim Syi'ah nushairiyah di negerinya sendiri. Sesuatu yang tidak cocok itu ternyata oleh para misionaris Syi'ah dijadikan materi propaganda, setidaknya untuk mengalihkan perhatian umat Islam atas kekejaman rezim Syi'ah di Suriah yang berlangsung cukup lama.
Mungkin mereka bermaksud memberikan kesan bahwa orang-orang Syi'ah itu juga dizalimi oleh paham Wahabi sebagaimana ditulis dalam surat terbuka Ayatullah Makarim Syirazi di atas. Gaya seperti itu persis gaya Yahudi dengan menciptakan public opinion yang terkenal dengan sebutan holocaust (pembasmian). Melalui public opinion itu bangsa Yahudi ingin memposisikan dirinya sebagai bangsa yang teraniaya akibat praktik genosida (pemusnahan suatu bangsa) yang dilakukan Nazi Jerman dengan tokoh utamanya Hitler. Genosida terhadap bangsa Yahudi yang berlangsung antara tahun 1933-1945 itu, konon menyebabkan sejumlah 6 juta orang Yahudi menjadi korban pembunuhan rezim Hitler. Belakangan, holocaust disangkal oleh sejumlah ilmuwan seperti Roger Garaudy, Professor Robert Maurisson, Ernst Zundel, David Irving, dan sebagainya. Akibatnya, mereka harus mendekam di penjara.
Bahkan, korban kekejaman Hitler yang selama ini dipatok pada angka 6 juta, sebenarnya jauh lebih kecil, yaitu di bawah angka satu juta jiwa. Angka itu (di bawah satu juta jiwa) bagi kita umat Islam yang menjunjung tinggi syari'at Allah dan kemanusiaan, tetap masih sangat banyak. Namun yang jauh lebih banyak lagi adalah kebohongan Yahudi yang membentuk opini bahwa bangsa Yahudi korban kekejaman Hitler berjumlah 6 juta jiwa. Sehingga, dengan alasan itu mereka merasa 'berhak' membunuhi bangsa Palestina, dan orang-orang Islam pada umumnya di seluruh permukaan bumi. Padahal, ketika Yahudi dikejar-kejar rezim Hitler, mereka justru berlindung di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Selain holocaust, gaya berkelit ala Yahudi juga bisa ditemukan pada wacana benturan antar peradaban yang dipopulerkan oleh Samuel Phillips Huntington (kelahiran New York City, 18 April 1927) setidaknya sejak 1998, satu dekade sebelum ia akhirnya meninggal dunia pada 24 Desember 2008. Wacana itu ditulisnya dalam sebuah buku berjudul The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (Benturan Antar peradaban dan Masa Depan Politik Dunia). Intinya, setelah komunisme yang menjadi musuh utama Amerika Serikat dan negara-negara Barat pada umumnya, tumbang, maka musuh berikutnya adalah peradaban Islam. Menurut Huntington, di antara berbagai peradaban besar yang tetap tegak hingga kini adalah peradaban Islam. Sebagai peradaban yang terus tegak, Islam dinilai menjadi peradaban yang paling berpotensi mengancam peradaban Barat.
Wacana benturan antar peradaban yang diusung Huntington itu bisa merupakan fakta sahih, atau analisa semata, atau justru merupakan sebuah skenario politik Barat (Amerika dan sekutunya), untuk mempunyai landasan bertindak memerangi Islam. Sebagaimana sudah diketahui umum, setiap kebijakan politik Amerika Serikat pastilah dilahirkan oleh kepentingan politik Yahudi 'perantauan' yang berada di Amerika Serikat dan di belahan negara Barat lainnya. Apalagi, kemudian wacana benturan antar peradaban Huntington itu tak berapa lama mendapat pembenaran melalui kasus WTC 911 yang terjadi pada 11 September 2001, yang konon dilakukan oleh organisasi teroris Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden, yang merupakan salah satu anak keluarga bin Laden yang selama ini menjadi mitra bisnis Amerika Serikat. Osama dan Al-Qaeda kemudian menjadi icon peradaban Islam yang menggoyang peradaban Barat. Al-Qaeda regional dan lokal pun muncul, termasuk di Indonesia.
Sejumlah tokoh atau oknum JI (Jama'ah Islamiyah) yang keberadaannya disangkal oleh Abu Bakar Ba'asyir, pun turut melaksanakan 'serangan' terhadap peradaban Barat, antara lain berupa Bom Bali I, Bom Bali II, Bom JW Marriott dan sebagainya. Maka, sempurnalah alasan yang diperlukan untuk menjalakankan skenario menggempur peradaban Islam melalui perang melawan terorisme. Kemudian dalam rangka memerangi peradaban Islam yang dikesankan keras ala Al-Qaeda dan JI, muncullah JIL (Jaringan Islam Liberal) dan sejumlah tokoh anak wayang seperti Ulil, Musdah, Maarif, dan sebagainya. Belakangan muncul pula program deradikalisasi yang menguntungkan Said Agil Siradj. Fenomena inilah yang dimanfaatkan oleh kalangan Syi'ah untuk dijadikan momentum menjual paham sesat Syi'ah laknatullah. Misionaris Syi'ah seperti Zen Al-Hadi narasumber Radio Silaturahim (Rasil) dan Jalaluddin Rakhmat dari IJABI, selalu menjadikan tindakan oknum JI sebagai contoh paham Wahabi yang sebaiknya dijadikan musuh bersama umat Islam dan Syi'ah. Daripada
berpaham Wahabi yang keras mendingan Syi'ah. Daripada atheis mendingan Syi'ah. Pernyataan itu seolah-olah benar padahal keliru.
Selain menjadikan surat terbuka Ayatullah Makarim Syirazi sebagai materi propaganda membela Syi'ah, para misionaris paham sesat Syi'ah laknatullah ini juga menjadikan sebuah foto editan untuk mengalihkan perhatian dan emosi umat Islam atas kekejaman rezim Syi'ah di Suriah. Pada foto tersebut terlihat George Bush (Presiden Amerika Serikat sebelum Obama) sedang tempel pipi dengan Raja Arab Saudi. Selama ini George Bush dituding melakukan pembantaian terhadap satu juta muslim di Iraq, dan Raja Abdullah dari Saudi dituding menjadi sekutu George Bush dalam upaya pembunuhan itu. Peristiwa itu kalau benar terjadi, tidak akan pernah menganulir kesesatan Syi'ah yang secara akidah bertentangan dengan umat Islam, tidak akan mengalihkan perhatian umat Islam terhadap kekejaman rezim Syi'ah terhadap umat Islam di Suriah dan di Iran.
Cara-cara di atas, yaitu menjadikan surat terbuka Ayatullah Makarim Syirazi dan foto editan sebagai materi kampanye Syi'ah mengalihkan perhatian dan emosi umat Islam terhadap kekejaman rezim Syi'ah di Suriah, adalah perbuatan dungu bin tolol. Karena kesesatan Syi'ah secara akidah, tidak bisa dianulir oleh praktik politik Saudi Arabia, dan sebagainya. Saudi mau runtang-runtung dengan Amerika Serikat dan sebagainya, itu urusan politik mereka. Dalam urusan akidah, umat Islam tetap konsisten menyatakan bahwa Syi'ah tetap sesat dan dengan kejamnya sudah membunuhi jutaan ummat Islam dari dulu hingga sekarang. Padahal masalah membunuhi orang Muslim itu adalah perkara sangat besar, hingga menjadi urutan pertama diputuskannya di hari qiyamat sebelum perkara-perkara lainnya[i].
Sadarilah wahai para manusia yang mengaku Muslim bahkan tokoh namun kini bersuara membela Syiah. Tidak takutkah kalian kelak di akherat akan diseret pula sebagai orang yang harus mempertanggung jawabkan sikapnya atas dukungan kepada golongan sesat Syiah yang telah membunuhi Ummat Islam?
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ فِي الدِّمَاءِ
Dari Abdullah bin Mas'ud RA, ia berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Hal yang pertama kali diputuskan (dihisab) diantara sesama manusia pada hari kiamat adalah masalah darah (pembunuhan)." (Mutafaqun 'alaih)
PESAN-PESAN HADITS
Besarnya perkara darah manusia, dan tidaklah masalah darah ini didahulukan dari perkara lainnya pada hari kiamat kecuali karena perkara ini lebih besar dan lebih penting dari bentuk-bentuk kezaliman lainnya. Ibnu Daqiq al-'Ied berkata, "Dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan besarnya masalah darah (pembunuhan), karena memulai sesuatu dilakukan terhadap perkara yang paling penting. Dan perkara darah ini memang pantas didahulukan dari perkara lainnya, karena besarnya suatu dosa tergantung kepada besarnya mafsadat (kerusakan) yang ditimbulkan atau besarnya maslahat yang dihilangkan. Dan membunuh seseorang menimbulkan kerusakan yang sangat besar, maka pantas kalau membunuh itu menempati dosa yang paling besar setelah kufur kepada Allah.
Penetapan adanya hari kiamat dan hisab (perhitungan amal) dan pemutusan perkara serta balasannya. Hadits ini tidak bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh penulis kitab-kitab sunan (Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan Ibnu Majah) dari Abu Hurairah ra dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Perkara yang pertama kali akan dihisab dari seorang hamba adalah shalatnya". Karena dalam hadits Ibnu Mas'ud di atas yang dimaksud adalah perkara yang berkaitan antara seorang hamba dengan sesamanya, sedangkan yang dimaksud dalam hadits Abu Hurairah adalah perkara yang berkaitan antara seorang hamba dengan Tuhannya. Dan tidak diragukan lagi bahwa hak manusia yang paling besar adalah masalah darah, dan hak Allah yang paling besar dari seorang muslim adalah shalat.Wajibnya berhati-hati dalam hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak sesama makhluk, agar ia tidak celaka pada hari kiamat nanti, dan hak makhluk yang paling besar adalah masalah darah. Wajib atas pengadilan ataupun mahkamah untuk memperhatikan masalah pembunuhan, dan menempatkan masalah ini sebagai prioritas pertama dari masalah-masalah lainnya.
(SUMBER: Taudhih al-Ahkam Min Bulugh al-Maram karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al Bassam, Jld V, hal.170-171) www.alsofwah.or.id
Ilustrasi: aljazerah
Sumber: nahimunkar.com
Post a Comment