Adakah Nabi Dari Bangsa Jin? Lalu Bagaimana Setelah Rosullulah Ada?

Sesungguhnya saya tak lebih dari hamba Allah yang dho'if lagi faqir, serta rentan terhadap khilaf maupun salah.


Ane Raja Jin
Dari Baghdad Cakep Ya..Akhi dan Ukhti.


Adakah Nabi Dari Bangsa Jin? Lalu Bagaimana Setelah Rosullulah Ada? Itulah tulisan yang Ana posting hari ini, baik ana langsung saja ke pokok permasalahan mudah-mudahan bermanfaat bagi antum semua. Berdasarkan al-Qur'an ada beberapa firman  Allah Swt yang berkaitan dengan Bangsa Jin ini.

Firman Allah Swt :

1. Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: “Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri”, kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. (QS 6:130)

2. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nik’mat Allah ?”(QS 16:72)

Dari kedua Kalam Allah diatas dapat dimaknai bahwa di kalangan bangsa Jin pun terdapat Nabi bagi jenis mereka dan golongan mereka sendiri. Dan yang namanya nabi pasti juga mendapat wahyu. Demikian pula Nabi golongan Jin yang juga mendapat wahyu dan menyebarkan pada pengikutnya. Dan namanya wahyu Tuhan pasti tidak akan bertentangan antara yang satu dengan yang lain. 

Dan dari ayat tersebut pula ditekankan, bahwa manusia disuruh menikah dengan pasangan-pasangan mereka, kufur-lah yang mengatakan nikah dengan Jin itu halal (Nauzubillah Min zhalik).  Banyak di Internet yang buka blog menawarkan ritual "nikah dengan Jin" bahkan "hukumnya menjadi halal". Kaya penganut Talmud aja, ah jangan-jangan emang mereka ada turunan yahudi-nya...Nih ane  ada ayat setan bangsa yahudi yang berkaitan nikah dengan Jin tersebut :

"Seorang perempuan yang telah bersetubuh dengan seekor binatang diperbolehkan menikah dengan pendeta Yahudi. Seorang perempuan Yahudi yang telah bersetubuh dengan jin juga diperbolehkan kawin dengan seorang pendeta/Yahudi".(Yebamoth 59b). 

Pantas saja yang memperbolehkan nikah dengan Jin atau pesugihan mereka kena racun setan bangsa yahudi tersebut. Malah lebih parah memperbolehkan maaf kawin dengan bintang..dasar penganut agama baphomet-syaithon jadi mereka-pun menghalalkan kumpul kebo dan freesex sudah dianggap wajar. Padahal Nabi Daud dengan Taurat atau Zaburnya tidak mengajarkan demikian. Masih untung Syiah cuma mengbolehkan nikah mutah (kawin kontrak) aja. walaupun menunut keyakinan saya harom. jangan-jangan kaya mantan bupati garut Aceng Fikri yang bikin heboh  kalo membolehkannya bisa cerai lewat Ponsel. Mau dikemanain tuh harga diri wanita. Yang udah entar lain kali ana bahas tentang nikah mutah ini, maaf afwan bila bahasa ana kurang lugas pula, soalna ana bukan ustad.


Ya, anna kembali kembali ke pokok permasalahan shohib ataupun shohibah pengunjung blog yang mampir, Lalu bagaimana setelah ada agama islam ada yang dibawah nabi penutup dari semua nabi dan rasul, Rosulullah muhammad  

Menurut mayoritas ulama para Rasul hanya terdiri dari bangsa manusia, sedang dari bangsa jin menurut Ibn Abbas terdapat istilahnya nudzur (jin yang memberi peringatan pada kaumnya dengan ajaran yang dia peroleh dari seorang Rosulnya bangsa manusia)
 

 Sedikit uraiannya sebagai berikut :

{يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْأِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ} أي يوم نحشرهم نقول لهم ألم يأتكم رسل فحذف ؛ فيعترفون بما فيه افتضاحهم. ومعنى {مِنْكُمْ} في الخلق والتكليف والمخاطبة.

ولما كانت الجن ممن يخاطب ويعقل قال : {مِنْكُمْ} وإن كانت الرسل من الإنس وغلب الإنس في الخطاب كما يغلب المذكر على المؤنث. وقال ابن عباس : رسل الجن هم الذين بلغوا قومهم ما سمعوه من الوحي ؛ كما قال : {وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ} [الأحقاف : 29]. وقال مقاتل والضحاك : أرسل الله رسلا من الجن كما أرسل من الإنس. وقال مجاهد : الرسل من الإنس ، والنذر من الجن ؛ ثم قرأ {إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ} [الأحقاف : 29]. وهو معنى قول ابن عباس ، وهو الصحيح على ما يأتي بيانه في “الأحقاف”. وقال الكلبي : كانت الرسل قبل أن يبعث محمد صلى الله عليه وسلم يبعثون إلى الإنس والجن جميعا.

قلت : وهذا لا يصح ، بل في صحيح مسلم من حديث جابر بن عبدالله الأنصاري قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “أعطيت خمسا لم يعطهن نبي قبلي كان كل نبي يبعث إلى قومه خاصة وبعثت إلى كل أحمر وأسود” الحديث. على ما يأتي بيانه في “الأحقاف”. وقال ابن عباس : كانت الرسل تبعث إلى الإنس وإن محمدا صلى الله عليه وسلم بعث إلى الجن والإنس ؛ ذكره أبو الليث السمرقندي. وقيل : كان قوم من الجن : استمعوا إلى الأنبياء ثم عادوا إلى قومهم وأخبروهم ؛ كالحال مع نبينا عليه السلام. فيقال لهم رسل الله ، وإن لم ينص على إرسالهم.



“Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri” (QS. 6:130).

Karena bangsa Jin juga golongan berakal dan dikhitobi (terkena hukum) maka dikatakan dalam ayat diatas dengan “minkum” dari golongan kamu sendiri, meskipun para rasul adanya dari kalangan manusia bangsa manusia ditaghlib (dimenangkan) dalam ayat diatas sebagaimana biasa ditaghlibnya isim mudzakar (laki-laki) atas isim muannats (perempuan).

Ibn Abbas berkata “Rasul dari kalangan jin adalah mereka yang menyampaikan pada kaum mereka wahyu yang mereka dengarkan dari para rasul manusia” sebagaimana firman Allah “mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan”. (QS. 46:29).


Nabi Muhammad bersabda Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan pada nabi sebelumku, adalah nabi sebelumku diutus sebatas kaumnya sedang aku diutus pada setiap yang merah dan hitam” (HR. Muslim)


Ibn Abbas berkata “Adalah para rasul di utus pada bangsa manusia dan sesungguhnya Muhammad shallallaahu alaihi wa sallam diutus pada bangsa jin dan manusia” (dituturkan oleh Abu Laits as-samarqandy)


Jadi al-Islam kenapa dikatakan "agama universal" karena untuk mendakwahkan al-Islam bagi seluruh manusia di bumi dan juga bangsa Jin.

Dikatakan “Adalah kaum jin mendengarkan wahyu dari para nabi kemudian mereka kembali memberitahukan pada kaumnya seperti keadaan pada nabi kita alaihis salam, kemudian mereka disebut utusan Allah meskipun tidak tertetapkan dalil nash atas kerasulan mereka”.


Firman Allah SWT : Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Qur’an), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur’an yang mena’jubkan, (QS 72:1) 


Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al Qur’an), kami beriman kepadanya. Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan.(QS 72:13)

Tetapi seperti halnya manusia dimana ada yang ingkar akan para nabi mereka, demikian juga dari kalangan Bangsa Jin, ada golongan Jin yang ingkar atas nabi utusan Allah bagi golongan mereka juga terhadap nabi bagi manusia.

Dan sesungguhnya di antara mereka ada orang-orang yang saleh dan di antara mereka ada (pula) yang tidak demikian halnya. Ada yang menempuh jalan yang berbeda-beda.(QS 72:11) 

Akhi  kalo ini Jin-nya cantik gitu lho maaf Photonya dapet nemu didompet internet hasil editan orang kale ya..soalnya ane belom ketemu langsung sama tuh yang nama  Jin, Genderuwo,  kuntilanak   atau jurig  Jarian (kata orang sunda).  Antum udah ketemu belon fisiknya, ama tuh Jin Cakep..Kaya gini mo nikah nih ame jin gini, eh cakep-cakep tengahnya bolong, kuntiii kaleeeeeee!



Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang ta’at dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang yang ta’at, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus.(QS 72:14) 



Bagaimana Baginda Rosulallah Berdakwah Dengan bangsa Jin

Ada kisah lain yang dinukilkan  dari Baginda Rasulllah ceritanya begini : 

Suatu ketika, al-Qamah bertanya kepada Ibnu Mas’ud perihal siapa saja yang telah menemani Rasul untuk menemui bangsa jin (baca: untuk berdakwah). Saat itu, Ibnu Mas’ud menjelaskan bahwa suatu malam, para sahabat pernah tidak melihat Rasulullah saw. Setelah dicari, Rasul tetap tidak kelihatan. Para sahabat pun sangat khawatir. Apalagi, saat itu kaum kafir Quraisy sedang gencar-gencarnya melancarkan tipu muslihat untuk mencelakakan Nabi saw. Mereka mengira, beliau telah diculik kaum kafir Quraisy. Sepanjang malam, para sahabat dilanda kegelisahan dan perasaan yang tidak menentu. Mereka tidak bisa tidur karena menunggu kabar tentang keberadaan Rasulullah.

Nabi berdakwah kepada bangsa jin, mungkinkah? Ya,  dalam berdakwah, Nabi tidak saja didatangi para jin muslim, tapi juga kerapkali mendatangi tempat jin berkumpul.


Menjelang pagi hari, mereka melihat Rasulullah muncul dari arah gua Hira. Melihat kedatangan Rasulullah tersebut, serentak para sahabat sangat lega dan gembira. Mereka kemudian mengabarkan kepada Rasulullah ihwal kegelisahan mereka selama semalam suntuk karena tak melihat beliau.


Mereka pun melontarkan kekhawatiran mereka perihal keselamatan Nabi saw dan kemungkinan-kemungkinan buruk yang mereka perkirakan bakal menimpa Rasul. Mereka merasa bersyukur, karena Nabi yang mereka cintai ternyata tidak mengalami peristiwa seperti yang mereka khawatirkan.


Rasulullah dapat memahami kekhawatiran para sahabatnya itu. Beliau pun kemudian menjelaskan tentang apa sebenarnya yang telah terjadi kepada dirinya, “Sesungguhnya para mubaligh dari bangsa jin telah datang menemuiku. Maka, mereka kudatangi dan kemudian aku membacakan ayat-ayat al-Qur’an untuk mereka.”


Untuk meyakinkan para sahabat tentang apa yang beliau katakan, Rasulullah mengajak para sahabat menelusuri jejak beliau. Pada jejak-jejak itu juga terdapat jejak para jin yang berkumpul dan bekas api yang mereka bawa sebagai alat penerangan.


Menurut penafsiran Al-Suhaili sebagaimana dilansir Abu Azka Fathin Mazayasyah dan Ummi Alhan Ramadhan M dalam buku Bercinta Dengan Jin, jin yang masuk Islam lewat bacaan ayat-ayat al-Qur’an yang diperdengarkan oleh Rasulullah semula berasal dari agama Yahudi, yaitu pengikut Nabi Musa as.


Sementara Ibnu Salam memiliki pandangan yang sama tentang hal itu. Ia menambahkan, peristiwa tersebut berlangsung dalam masa tiga tahun sebelum ia hijrah ke Madinah. Juga sebelum terjadinya peristiwa Isra Mi’raj.


Adapun mengenai jumlah jin yang hadir saat itu, menurut Ibnu Ishak, ada tujuh jin saja. Ibnu Hatim menjelaskan secara lebih spesifik lagi. Menurutnya, dari tujuh jin itu, tiga jin berasal dari Haran dan empat jin dari Nashibin.


Menurut Al-Tsauri, yang diberitakan oleh Ashim dan bersumber dari Zurr bahwa jin yang hadir itu berjumlah sembilan jin. Sedangkan pendapat Al-Tsauri yang diriwayatkan Ikrimah, jumlahnya melonjak secara fantastis, yaitu dua belas ribu jin.


Terlepas mana yang benar dari jumlah-jumlah tersebut; yang jelas, pertemuan Rasulullah saw dengan bangsa jin tiada lain adalah untuk mendakwahkan agama tauhid kepada mereka. Di antara para jin yang pernah ikut mendengarkan dakwah Rasulullah saw tersebut, menurut Ibnu Durair, adalah Syashir, Mashir, Munsyini, Masyie dan Al-Ahqag.


Dalam buku Laskar Api: Buku Paling Pintar tentang Jin karya Ruqayyah Yaqubi disebutkan bahwa ada suatu malam yang disebut dengan istilah lailatul jin (malam jin). Artinya, suatu malam di mana Rasulullah mendatangi para jin untuk berdakwah: mengajarkan agama dan memperdengarkan ayat-ayat al-Qur’an. Istilah ini semakin menegaskan bahwa ada hari-hari tertentu di mana Nabi akan mendatangi bangsa jin untuk berdakwah.


Tempat jin yang didatangi Rasul untuk berdakwah berbeda-beda: kadang gua, kadang pula pohon besar dan sebagainya. Misalnya, seperti disebutkan Mazayasyah dan Ummi Alhan Ramadhan M, bahwa suatu ketika Allah pernah mendatangkan kepada Nabi sekelompok jin untuk belajar agama kepadanya. Konon, sebuah pohon besar kemudian menawarkan dirinya kepada Nabi sebagai tempat berkumpulnya para jin yang hadir tersebut. Para jin itu pun datang dan lalu belajar agama kepada Nabi. Setelah itu, mereka segera kembali kepada kaumnya untuk menyampaikan apa yang telah dipelajarinya dari Rasul.


Mengajak Shohabat Beliau


Dalam dakwahnya kepada bangsa jin, Nabi kerapkali mengajak sahabatnya untuk melihat apa yang dilakukannya tersebut. Menurut Ibnu Mas’ud, suatu malam, Rasulullah saw pernah bersabda kepada para sahabat, “Barangsiapa pada malam ini ingin mengetahui masalah yang berkaitan dengan jin, maka ayo, ikutilah saya.”


Ternyata, tak ada seorang pun yang berani menyatakan kesediaannya untuk ikut bersamanya. Biasanya, diamnya para sahabat itu bukan karena mereka takut atau tidak mau mengikuti jungjungan kita semua muhammad saw. Akan tetapi, mereka merasa segan kepadanya. Rasa hormat dan sifat ingin memuliakan Nabi saw yang begitu besar menyebabkan mereka tidak banyak bicara di hadapannya.   Pada kesempatan itu, Ibnu Mas’ud memberanikan diri untuk usul kepada Rasulullah. Ia menawarkan diri agar dapat menyertainya. Akhirnya, Rasulullah saw mengajak Ibnu Mas’ud pergi menuju dataran tinggi di kota Mekkah. Setelah sampai, ia membuat garis di tanah dengan menggunakan jari kaki. Ibnu Mas’ud diperintahkan untuk duduk di garis itu. Setelah ia duduk, kemudian Rasulullah saw berjalan menjauh dari tempat Ibnu Mas’ud duduk.


Dari kejauhan, Ibnu Mas’ud masih dapat melihat Rasulullah dengan jelas. Ia berhenti di suatu tempat dan kemudian membaca ayat-ayat al-Qur’an. Tak lama kemudian, Ibnu Mas’ud melihat banyak orang mengerumuni Rasulullah saw. Ia tak tahu dari mana arah datangnya mereka itu. Tiba-tiba saja mereka muncul dan mengelilingi Rasulullah saw. Bersamaan dengan itu, Ibnu Mas’ud tidak bisa lagi melihat tubuh Rasulullah dan bacaan al-Qur’an beliau sudah tak dapat didengar olehnya.


Ketika penyampaian ayat-ayat al-Qur’an itu telah selesai dibaca Rasulullah, Ibnu Mas’ud melihat orang-orang itu mulai pergi meninggalkan Rasulullah secara bergerombol. Mereka tampak seperti mega yang berarak-arakan di atas langit. Namun, ada satu kelompok lagi yang masih tetap tinggal bersamanya. Rasulullah terlihat masih menyampaikan dakwah kepada sekelompok jin tersebut sampai fajar tiba.


Setelah itu, ia menyudahi pertemuan dan kembali mendekat ke arah Ibnu Mas’ud yang masih setia duduk menunggu. Kepada Ibnu Mas’ud, Rasulullah bertanya, “Lihatlah, apakah yang mereka kerjakan?” Ibnu Mas’ud menjawab,


 “Ya Rasulullah, begitulah mereka.”

Mendengar jawaban Ibnu Mas’ud demikian, Rasulullah kemudian mengambil sebatang tulang dan kotoran. Ia memberikannya kepada para jin yang masih menunggu di situ sebagai bekal mereka. Setelah itu, ia bersabda, yang isinya melarang siapa pun beristinja atau bersuci dengan menggunakan tulang dan kotoran.


Pada masa itu, di negeri gurun pasir, tulang hewan dan kotoran acap kali menjadi kering-kerontang. Orang yang kurang hati-hati, bisa jadi akan mengambil salah satunya sebagai alat untuk beristinja setelah membuang hadats besar atau hadats kecil. Padahal, jika air tidak ditemukan, alat yang dibolehkan untuk beristinja adalah batu.


Dalam riwayat lainnya dengan sumber yang sama, yaitu dari Ibnu Mas’ud, dikatakan bahwa pada saat itu Ibnu Mas’ud sempat melihat dan mendengar ada jin yang bertanya pada Rasulullah saw, “Siapa yang telah bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah?”


Rasul kemudian menunjuk ke arah sebuah pohon yang tumbuh di dekat situ, seraya balik bertanya, “Apakah jika pohon yang berada di dekat kalian itu mau bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah, maka kalian akan ikut beriman?”
Bersamaan dengan itu, Ibnu Mas’ud melihat tiba-tiba saja pohon itu menggerakkan cabang-cabangnya. Kemudian Rasulullah bersabda kepada pohon itu, “Apakah kamu bersaksi bahwa aku Rasulullah?” Pohon itu lalu mengeluarkan suara sebagai jawaban, “Ya. Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah saw.”


Demikian salah satu model dakwah Nabi kepada bangsa jin. Jadi, kadang Nabi mendatangi para jin tersebut di sebuah tempat tertentu, seperti pohon besar, gua, dan sebagainya; dan kadang pula mereka sendiri yang mendatangi Rasul untuk belajar agama. Dalam dakwahnya itu, Nabi juga kadang mengajak sahabatnya dan kadang pula sendirian. Yang jelas, apa yang dilakukan Rasul benar-benar sebuah perjuangan yang sangat berat. Sebab, ia tidak saja berdakwah kepada manusia, tapi juga kepada bangsa jin. 


Terakhir kata 

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

بَلِّغُوْا عَنيِّ وَلَوْ آيَةٍ

“Sampaikanlah Firman Allah itu walaupun satu ayat.”(HR Bukhari dalam Shahihnya 3/1275, dari ‘Abdullah bin Amr Al Asho). 


Semoga tulisan tsb dapat manfaat bagi saya untuk menjemput ridha Allah, serta bagi siapa saja yang membutuhkannya, Allahumma amiin...

Maafkan saya jika terdapat banyak kekurangan, dan silakan manfaatkan semua. Manfaatkan semua konten yang terdapat di blog ini


Wassalamu'alaykum warohmatullaah

Tidak ada komentar

Posting Komentar