Untuk mengetahui kesesatan dan penyimpangan ajaran Ahmadiyah, maka diperlukan penelitian dan pengkajian terhadap literatur Ahmadiyah. Salah satunya yaitu buku yang berjudul, “Bahtera Nuh.”
Di bawah ini, saya cantumkan beberapa kutipan dari buku yang ditulis oleh Mirza Ghulam Ahmad yang berjudul Kasyti Nuh “Bahtera Nuh.” Di dalam bukunya ini, Mirza Ghulam Ahmad mengklaim beberapa hal, di antaranya bahwa malapeta besar yang terjadi di India pada tahun 1902, yaitu berjangkitnya penyakit tha’un merupakan tanda-tanda dari Allah SWT sebagai bukti kebenaran diutusnya Mirza Ghulam Ahmad sebagai juru selamat yang dijanjikan. Dengan terang-terangan Mirza Ghulam Ahmad menulis bahwa dirinya adalah :
1. Juru selamat.
“Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi/Masih Mau’ud a.s. atas petunjuk Ilahi mengatakan di dalam risalah ini bahwa kejadian itu merupakan suatu tanda samawi yang menunjang kebenaran kehadiran beliau sebagai Juru selamat yang dijanjikan…,”(Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1997, hal. i).
2. Ajaran Ahmadiyah sebagai Penyelamat.
“Sebagaimana Nabi Nuh a.s. diperintahkan untuk membangun bahtera, demikian pula Hazrat Imam Mahdi a.s. diperintahkan Allah Ta’ala untuk membangun bahtera. Naiklah kamu sekalian ke dalam bahtera ini dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Tiada yang dapat melindungi hari ini dari takdir Ilahi selain Allah Yang Maha Penyayang, demikian wahyu turun kepada beliau,” (Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1997, hal. i).
3. Orang yang berbai’at kepada Mirza Ghulam Ahmad sama dengan berbai’at kepada Allah.
Di bawah ini, saya cantumkan beberapa kutipan dari buku yang ditulis oleh Mirza Ghulam Ahmad yang berjudul Kasyti Nuh “Bahtera Nuh.” Di dalam bukunya ini, Mirza Ghulam Ahmad mengklaim beberapa hal, di antaranya bahwa malapeta besar yang terjadi di India pada tahun 1902, yaitu berjangkitnya penyakit tha’un merupakan tanda-tanda dari Allah SWT sebagai bukti kebenaran diutusnya Mirza Ghulam Ahmad sebagai juru selamat yang dijanjikan. Dengan terang-terangan Mirza Ghulam Ahmad menulis bahwa dirinya adalah :
1. Juru selamat.
“Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi/Masih Mau’ud a.s. atas petunjuk Ilahi mengatakan di dalam risalah ini bahwa kejadian itu merupakan suatu tanda samawi yang menunjang kebenaran kehadiran beliau sebagai Juru selamat yang dijanjikan…,”(Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1997, hal. i).
2. Ajaran Ahmadiyah sebagai Penyelamat.
“Sebagaimana Nabi Nuh a.s. diperintahkan untuk membangun bahtera, demikian pula Hazrat Imam Mahdi a.s. diperintahkan Allah Ta’ala untuk membangun bahtera. Naiklah kamu sekalian ke dalam bahtera ini dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Tiada yang dapat melindungi hari ini dari takdir Ilahi selain Allah Yang Maha Penyayang, demikian wahyu turun kepada beliau,” (Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1997, hal. i).
3. Orang yang berbai’at kepada Mirza Ghulam Ahmad sama dengan berbai’at kepada Allah.
اِصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَ وَحْيِنَا إِنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُوْنَ اللهَ يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيْهِمْ.
“Buatlah bahtera itu dengan pengawasan petunjuk wahyu Kami. Barangsiapa yang bai’at kepada engkau, mereka sesungguhnya bai’at kepada Allah. Tangan Allah ada di atas tangan mereka,” (Ayat-ayat itu wahyu Ilahi dalam Al-Qur`an yang turun kepadaku). (Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1997, hal. iii).
4. Orang yang masuk ke dalam Ahmadiyah akan selamat.
اِرْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللهِ مَجْرَاهَا وَ مُرْسَاهَا لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ.
“Naiklah kamu sekalian ke dalam bahtera ini dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Tiada yang dapat melindungi hari ini dari takdir Ilahi selain Allah Yang Maha Penyayang,” Qadian, 5 Oktober 1902. (Bahtera Nuh, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1997, hal. iii).
5. Hanya Bahtera Ahmadiyah yang akan menyelamatkan umat manusia.
Kemudian Mirza Ghulam Ahmad pun menulis kembali, ”Ada zaman ketika tidak diperoleh seorang anak Ahmadi pun yang pernah menelaah kitab ”Bahtera Nuh” yang penting ini, akan tetapi saya kira banyak sekali anak keturunan kita, banyak anak muda Ahmadi di berbilang negeri yang barangkali pernah mendengar nama kitab itu, namun boleh jadi tidak mendapat taufik untuk menelaah kitab yang penting ini. Dikatakan penting karena Bahtera yang dianugerahkan kepada Hazrat Masih Mau’ud a.s. bukanlah terbuat dari papan dan paku melainkan terbuat dari sebuah Ajaran.” Pendek kata, di dalam zaman yang merupakan zaman kebinasaan ini, saat azab yang beraneka ragam bentuknya siap melanda bumi, penting sekali bagi semua warga Jemaat Ahmadiyah mengenal kandungan kitab “Bahtera Nuh” ini dan hendaknya mereka mengetahui bahwa dengan perantaraan bahtera yang bagaimana coraknya (Dia) Tuhan akan menyelamatkan manusia. Sebab, siapa pun yang tidak menaiki bahtera ini tidak boleh berharap sedikit pun untuk mendapatkan keselamatan. Demikian sabda Imam kita yang tercinta…,” (Bahtera Nuh, Kata Pengantar dari Dewan Naskah Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1997).
6. Hanya Ahmadiyah yang dijamin selamat oleh Allah
Mirza Ghulam Ahmad mengatakan, “Hendaknya difahami dengan jelas bahwa ikrar bai’at secara lisan saja tidak berarti, selama bai’at itu tidak dihayati dengan sesempurna-sempurnanya disertai kebulatan tekad dalam hati. Jadi, barangsiapa mengamalkan ajaranku dengan sesempurna-sempurnanya, ia masuk rumahku –perihal rumah itu ada janji yang tersirat dalam Kalam Ilahi :
إِنِّي أُحَافِظٌ كُلًّا مَنْ فِيْ الدَّارِ.
“Tiap-tiap orang yang tinggal di dalam rumahmu akan Kuselamatkan,” (Bahtera Nuh, hal. 15).
7. Mirza Ghulam Ahmad adalah jalan terakhir dari segala jalan Tuhan.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, ”Berbahagialah dia yang mengenali diriku. Aku adalah jalan terakhir di antara segala jalan Tuhan. Aku adalah nur terakhir di antara segala nur-Nya. Buruklah nasib orang yang meninggalkan diriku, sebab tanpa diriku segala-galanya gelap gulita,” (Bahtera Nuh, hal. 86).
8. Harapan Mirza Ghulam Ahmad, Ahmadiyah menjadi organisasi besar.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, “Tidak kah hal ini merupakan suatu mukjizat yang gilang gemilang? Karena, dua puluh tahun sebelum ini telah diungkapkan dengan perantaraan ilham di dalam kitab “Barahin Ahmadiyah” bahwa, “Orang-orang akan berusaha keras untuk menggagalkan engkau dan untuk itu mereka berusaha mati-matian. Akan tetapi Aku akan menjadikan kamu suatu Jemaat besar,” (Bahtera Nuh, hal. 110).
9. Mirza Ghulam Ahmad meminta bantuan finansial.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, “Setiap orang yang merasa dirinya termasuk dalam lingkungan orang-orang yang telah bai’at, telah tiba saat baginya mengkhidmati Jemaat ini dengan harta juga,” (Bahtera Nuh, hal. 119).
10. Mirza Ghulam Ahmad bersumpah bahwa semua kata-katanya adalah wahyu.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, “Aku bersumpah dengan nama Tuhan, yang memiliki diriku dan dengan kebesaran-Nya! Kata-kataku semua ini bersumber pada wahyu suci Ilahi. Tiada perlu bersilat lidah perihal lain, memadailah sudah hal ini bagi orang yang hatinya telah menjadi gelap pekat sebab mengingkari daku,” (Bahtera Nuh, hal. 124).
11. Ahmadiyah sama dengan Bahtera Nuh.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, ”Aku ingin menarik perhatian kalian kepada sebuah bahtera lainnya yang telah dibuat di bawah mata Allah dan dengan pengarahan-Nya. Kalian adalah bahtera itu, yakni Jemaat Ahmadiyah. Masih Mau'ud a.s. diberi petunjuk oleh Allah melalui wahyu yang diterimanya bahwa beliau hendaklah mempersiapkan sebuah bahtera. Bahtera itu adalah Jemaat Ahmadiyah yang telah mendapat jaminan Allah bahwa barangsiapa bergabung dengannya akan dipelihara dari segala kehancuran dan kebinasaan....Bahtera ini, Jemaat Ahmadiyah adalah sebuah Bahtera Suci yang memiliki ciri-ciri khas yang dibentuk di bawah mata Allah dan sesuai dengan pengarahan-Nya. Masih Mau'ud a.s. tidak ambil bagian dalam hal ini. Allah telah berfirman dengan jelas dan secara khusus bahwa semua rinciannya ditentukan oleh-Nya dan bahwa bahtera itu dibuat dengan pengarahan-Nya. Dengan demikian, jika ajaran Masih Mau'ud a.s. dalam bentuk Jemaat Ahmadiyah adalah bahtera Nuh tersebut, dan memang demikianlah sebenarnya, maka setiap bagiannya, setiap partikelnya dan setiap seginya, telah dibentuk dengan petunjuk-petunjuk Allah. Oleh karena itu, tanggungan kalianlah untuk memelihara ciri-ciri khas dari Jemaat ini,” (Sinar Islam, edisi Juli 1986, hal. 12).
12. Ahmadiyah tidak akan hancur.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, ”...dan dalam sorotan wahyu yang diturunkan kepada Masih Mau'ud a.s. bahwa topan bagaimana besar atau bentuk apa pun tak akan mampu menghancurkan bahtera ini sedikit pun....Tidak akan ada topan yang akan mempunyai kekuatan untuk menenggelamkan Bahtera ini...” (Sinar Islam, edisi Juli 1986, hal. 14).
13. Mirza Ghulam Ahmad menjamin keamanan bagi pengikutnya.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, ”Ini adalah suatu pelajaran lain yang hendaknya diperhatikan oleh anggota-anggota Jemaat. Sungguh terdapat jaminan keamanan bagi mereka yang menaiki Bahtera Nuh, baik bagi para anggota keluarga Masih Mau'ud a.s. maupun bagi orang-orang yang, meskipun tidak mempunyai hubungan jasmani dengannya, menaiki Bahtera itu dengan jalan mengikuti ajaran beliau,” (Sinar Islam, edisi Juli 1986, hal. 16).
14. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai manifestasi para nabi.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, ”Dalam wahyu ini Tuhan menyebutkanku Rasul-Nya, karena sebagaimana sudah dikemukakan dalam Barahin Ahmadiyah, Tuhan Maha Kuasa telah membuatku manifestasi dari semua nabi, dan memberiku nama mereka. Aku Adam, aku Seth, aku Nuh, aku Ibrahim, aku Ishaq, aku Ismail, aku Ya’qub, aku Yusuf, aku Musa, aku Dawud, aku Isa dan aku adalah penjelmaan sempurna dari Nabi Muhammad s.a.w., yakni aku adalah Muhammad dan Ahmad sebagai refleksi (Haqiqatul Wahyi, hal. 72),” (Sinar Islam, edisi Nopember 1985, hal. 12).
15. Mirza Ghulam Ahmad mengaku memiliki semua sifat para nabi.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, ”Pejuang Allah dalam baju nabi-nabi adalah bahwa kepadaku dikaruniakan sebagian dari sifat-sifat khusus atau kualitas-kualitas khusus dari semua nabi, sejak dari Adam dan seterusnya, baik mereka muncul di kalangan Israil atau di luar Israil. Tak ada seorang nabi yang sebagian dari sifat-sifatnya atau sebagian keadaan-keadaan khususnya tidak diberikan kepadaku. Fitratku ikut serta dengan fitrat setiap nabi. Inilah yang diberitahukan Tuhan kepadaku (Barahin Ahmadiyah, bagian V, hal. 89),” (Sinar Islam, edisi Nopember 1985, hal. 13).
16. Ahmadiyah berkeyakinan bahwa Allah akan tetap berfirman.
Pengikut Mirza Ghulam Ahmad menulis, ”Wahyu yang berisi syariat (baru) ini disebut Wahyu Nubuwwah (Wahyu Kenabian). Sedangkan wahyu yang tidak berisi syariat (baru), yang biasa diterima oleh para Wali disebut Wahyu Walayat (Wahyu Kewalian)....Tidak ada ayat yang menyatakan bahwa setelah Nabi Muhammad s.a.w. Tuhan lalu tidak bersabda lagi kepada hamba-Nya yang tulus. Bahkan sebaliknya, seperti dinyatakan dalam Al-Qur`an, ”...Malaikat akan turun kepada mereka, ucapnya : Jangan takut dan jangan berdukacita dan terimalah kabar baik tentang Sorga yang dijanjikan kepada kamu, (QS 41:30)...Terdapat di hadits Bukhari dan Muslim dalam buku ”Kualitas Para Sahabat” di judul ”Umar” yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad s.a.w. mengatakan bahwa di antara muslim akan ada (muncul) orang-orang yang Tuhan berbicara kepadanya, dan orang semacam itu dinamakan muhaddats,” (Benarkah Ahmadiyah Sesat? Penerbit: PB GAI Yogyakarta, hal. 11-12).
17. Mirza Ghulam Ahmad sebagai mujaddid.
Pengikut Mirza Ghulam Ahmad menulis, ”Saya kira, yang sudah yakin bahwa Mirza Ghulam Ahmad itu memang orang yang tulus dan memang dipilih oleh Allah SWT sebagai mujaddid, maka wahyu dalam bentuk apa pun tergantung Allah SWT. Apakah wahyunya merupakan potongan-potongan Al-Qur`an atau bukan potongan Al-Qur`an, bukan urusan Mirza Ghulam Ahmad, tetapi urusan Allah SWT,” (Benarkah Ahmadiyah Sesat? Penerbit: PB GAI Yogyakarta, hal. 13).
Itulah di antara pengakuan-pengakuan sesat Mirza Ghulam Ahmad.
Tidak ada komentar
Posting Komentar