Hubungan Antara : Mental, Keimanan Dan Agama
Ada sebuah
pemikiran apakah keimanan itu menyangkut aspek jiwa atau tubuh atau
keduanya. Apakah seseorang yang memiliki kecerdasan religi berasal dari
pikiran (tubuh) atau jiwa (ruh) atau keduanya. Ada sebuah pemisalan :
- A adalah orang yang pandai di bidang agama
- B adalah orang yang pandai di bidang fisika
Jika
sekiranya ruh si A berpindah ke ruh si B, apakah si B akan menjadi ahli
di bidang agama dan sebaliknya si A akan menjadi orang yang pandai
Fisika?.
ATAU
Jika
sekiranya ruh si A berpindah ke ruh si B, apakah si B akan tetap menjadi
ahli di bidang Fisika dan sebaliknya si A juga tetap menjadi ahli di
bidang agama?
Untuk
membahas hal diatas ada sebuah keilmuan yang dinamakan Dianetics.
Dianetics merupakan seperangkat ide dan praktek terhadap hubungan
metafisis antara pikiran dan tubuh. Dianetic diperkenalkan oleh ilmuwan
L. Ron Hubbard yang dipraktekkan oleh para ilmuwan. Dianetic berasal
dari bahasa Yunani “Dia (melalui) dan “Nous (pikiran).
Dianetics mengeksplorasi keberadaan dari pikiran menjadi 3 bagian :
- Anaytical Mind (Kesadaran)
- Reactive Mind (Bawah Sadar)
- Somatic Mind
Tujuan
Dianetic yaitu menggerakkan “Reactive Mind” dimana para ilmuwan percaya
hal itu dapat membantu manusia supaya lebih beretika, lebih punya
kesadaran dan kebahagiaan. Karena di bagian “Reactive Mind” inilah
pengalaman tentang “shock, trauma dan pengalaman menyakitkan lainnya”
berada. Tempat ini disebut “Engram”. Dan Dianetic ditujukan untuk
menghilangkan “Engram” menjadi “Clear”. Seorang Clear adalah seseorang
yang diajar untuk tidak lama menyimpan “Reactive Mind” miliknya. Untuk
mencapainya Dianetic mempunyai prosedur yang disebut “AUDITING”.
Auditing
merupakan sebuah proses dimana sebuah pertanyaan berseri ditanyakan oleh
ilmuan auditor, dalam usaha untuk menghilangkan pihak yang diinterogasi
dari pengalaman menyakitkan di masa lalu, dimana para ilmuwan percaya
bahwa pengalaman itu merupakan penyebab dari “Reactive Mind”.
Dianetics mengklaim bahwa banyaknya “Engram” merupakan penyebab masalah fisik dan jiwa. Dalam bukunya (1950) “ Dianetics: The Modern Science of Mental Health,
Hubbard mendiskripsikan teknik-teknik yang dia sarankan dapat
menyembuhkan individu-individu dari rasa takut dan kesakitan
psychosomatic (Sakit Jiwa).
Dalam
hubungannya dengan agama kita mengetahui begitu banyak orang-orang yang
menderita sakit jiwa dalam artian mengalami kegelisahan mendalam yang
bisa berlangsung tahunan hanya untuk mencari hakiki hidup dari hidup
ini. Banyak orang yang setelah mendapatkan pencerahan di bidang religi
merasakan bahwa jiwanya mulai tenang dan sakit yang selama ini dialami
sebagai beban mencari pencerahan akhirnya tersembuhkan. Sebelum mendapat
pencerahan banyak cara dilakukan oleh masing-masing individu. Dari
mulai menyiksa diri (membuat tubuh menderita) seperti Sidharta Gautama
yang sebelum mendapat pencerahan harus tidak makan berhari-hari (puasa
ekstrim) meski hal ini tidak diteruskan karena tak membawanya mendekati
kebijaksanaan atau dilakukan dengan cara sering memikirkan hakekat hidup
di tempat-tempat yang sepi seperti yang dilakukan Nabi Muhammad.
Jika
“Reactive Mind” dalam Dianetics disebut sebagai tempat berkumpulnya
pengalaman atau memory negatif, maka sebenarnya pengalaman yang positif
pun juga berada disana. Sebagai tempat dimana alam bawah sadar terdapat,
apakah ilmu religi yang merupakan dasar keimanan dari para agamawan
yang pandai agama bermukim disini juga?. Kita semua menyadari bahwa
mungkin baru beberapa persen saja hakikat tentang agama khususnya Tuhan
yang baru diketahui dalam alam “Analytical Mind” dan selebihnya berada
dalam alam “Reactive Mind”.
Sebuah
pertanyaan lain yang mendasar adalah apakah yang ada dipikiran kita dan
jiwa kita sesuai dengan yang ada di ruh kita. Dalam artian ketika kita
mati dan ruh kita keluar dari jasad kita masihkah kita bisa berfikir
sedangkan tempat berfikir adalah otak?. Dan apakah pengetahuan ini akan
turut terbawa ketika ruh kita tidak menyatu lagi dengan tubuh?.
Di agama
Abrahamik mengatakan bahwa kita di akhirat (surga/neraka) berjasad
bukannya tak berjasad seperti halnya para malaikat. Hal ini bisa kita
jadikan pemikiran bahwa religiusitas memerlukan tempatnya yang berupa
jasad tubuh. Hal ini bisa kita amati di dunia bahwa orang-orang yang
melarat atau fakir miskin dan orang kaya bisa mengalami kekufuran dan
kekufuran condong ke kafiran.
Seseorang
yang memiliki pengalaman pahit dan kegetiran hidup jika tidak mendapat
pertolongan baik berupa medis serta ekonomi dan hal-hal yang bisa
membahagiakan lainnya akan memandang hidup ini menyempit dan bisa
menjadikan hati ini sadis dalam menyingkapi hidup ini. Dimana jalan
hitam akan lebih mudah ditempuh yang pada akhirnya nilai-nilai ilahi
akan dipinggirkan.
Dalam agama
kewahyuan dimana percaya bahwa Tuhan memberikan wahyu kepada para
utusan, maka wahyu tersebut tidaklah akan berubah meski si penerima
mengalami transisi Jasmani dari A ke B. Karena Wahyu merupakan sisi
ketiga dari sisi manusia (para nabi). Bahwa para nabi memiliki 3 sisi
yaitu : Jiwa, Tubuh dan Wahyu. Dimana kemungkinan jika si A pindah ke si
B wahyu dari A akan di inject ke B oleh Tuhan. Sedangkan manusia biasa
hanya mempunyai 2 sisi yaitu jiwa dan tubuh.
Sedangkan
agama yang dicari dengan cara pemikiran mendalam untuk mencari
pencerahan tanpa mendapat wahyu langsung maka yang terjadi adalah
seseorang akan mengalami pola pikir yang berbeda saat mengalami transisi
jasmani dari A ke B karena menggunakan tubuh fisik yang berbeda dan
mereka hanya memiliki 2 sisi yaitu : Jiwa dan Tubuh.
Jadi
Dianetics dalam hubungannya dengan agama bisa kita asumsikan sebagai
gerakan untuk membuat manusia lebih bahagia dengan cara merubah pikiran
bawah sadar ke arah yang lebih baik dimana mental yang sehat akan
membawa jiwa dan tubuh yang sehat. Hanya ini yang menjadi tujuan dari
Dianetics. Dan kemungkinan mereka tidak memandang konsep Tuhan, Surga
atau neraka sekalipun karena Dianetic lebih berfokus membuat hidup yang
lebih bahagia tanpa memandang itu.
Sedangkan
dalam Agama menganggap bahwa kebahagiaan itu sesuatu yang dituntunkan
Tuhan untuk dunia agar bisa mencapai kebahagiaan untuk akhirat.
Kebahagiaan dicapai di dunia jika manusia bisa melakukan kehendak Tuhan
dengan baik dengan usaha. Jadi ada usaha ke arah religi bukan semata
materi.
Post a Comment