Inilah Fakta Ajaran LDII
Inilah Fakta Ajaran LDII
Pendahuluan
Menjaga kemurnian aqidah dan ajaran Islam adalah kewajiban bersama, seluruh umat Islam. Khususnya, kewajiban ini diemban oleh para ulama kaum muslimin. Untuk membentengi aqidah umat Islam Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai wadah para ulama dan cendekiawan muslim di Indonesia di dalam Rakernas MUI Desember 2007 telah menetapkan 10 (sepuluh) Kriteria Aliran Sesat, sebagai berikut :
1. Mengingkari salah satu dari rukun iman yang enam dan rukun Islam yang lima.
2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al-Qur`an dan As-Sunnah).
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur`an.
4. Mengingkari otensitas dan atau kebenaran isi Al-Qur`an.
5. Melakukan penafsiran Al-Qur`an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.
6. Mengingkari kedudukan hadits Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam.
7. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.
9. Mengubah, menambah, dan/atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat fardhu tidak lima waktu.
10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syariah, seperti mengkafirkan Muslim hanya karena bukan kelompoknya.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah ajaran LDII merupakan ajaran yang haq atau sebaliknya, sebagai ajaran yang sesat dan menyesatkan?
Berdasarkan hasil penelitian, ajaran LDII memiliki banyak perbedaan dan penyimpangan prinsipil baik dari sisi aqidah maupun tata cara ibadah dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Mulai dari perbedaan dalam shalat (tidak boleh bermakmum dengan orang non LDII), penafsiran Al-Qur`an (menafsirkan tanpa kaidah tafsir), membolehkan mencuri harta non LDII asal tidak ketahuan, kedudukan hadits Nabi SAW (menyuruh untuk membuang ilmu mushthalah hadits; ngaji harus manqul dan jangan belajar hadits sembarangan/kepada guru non LDII), dan lain sebagainya.
Apakah LDII itu
Penggagas pertama lahirnya LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) adalah Nurhasan Ubaidah Lubis. Nama kecilnya ialah Madekal/Madigol atau Muhammad Madigol, keturunan asli pribumi Jawa Timur. Ayahnya bernama Abdul Aziz bin Thahir bin Irsyad. Nurhasan lahir di Desa Bangi, Kec. Purwosari, Kab. Kediri, Jawa Timur, Indonesia pada tahun 1915 M (Tahun 1908 menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).
Sebelum menjadi LDII, sebelumnya bernama Islam Jama’ah/Darul Hadits. Nama lembaga ini di kemudian hari dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada 1971 melalui SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/ D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971, tentang keberadaan Darul Hadits/Islam Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah dilarang pada 1971, kemudian berganti nama menjadi Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972, tepatnya 13 Januari 1972. Namun dengan adanya UU No. 8 tahun 1985, LEMKARI sebagai singkatan Lembaga Karyawan Islam sesuai MUBES II tahun 1981 berganti nama menjadi Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang juga disingkat LEMKARI (1981).
Para pengikut LEMKARI pada Pemilu 1971 memberikan suara mereka kepada GOLKAR (Golongan Karya). Setelah LEMKARI berafiliasi ke GOLKAR, akhirnya berganti nama lagi sesuai keputusan kongres/muktamar LEMKARI tahun 1990 menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Perubahan dari satu nama ke nama yang lain tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan citra lama LEMKARI yang tidak baik di mata masyarakat. Di samping itu juga agar tidak rancu dengan lembaga lain yang bernama Lemkari, yaitu Lembaga Karate-do Indonesia.
Kota atau daerah asal mula munculnya Islam Jama’ah/Lemkari atau sekarang disebut LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) adalah :
1. Desa Burengan Banjaran, di tengah-tengah kota Kediri, Jawa Timur
2. Desa Gadingmangu, Kec. Perak, Kab. Jombang, Jawa Timur
3. Desa Pelem di tengah-tengah kota Kertosono, Kab. Nganjuk, Jawa Timur
Di daerah asalnya, LDII telah dilarang melalui SK Gubernur Jawa Timur tertanggal 24 Desember 1988, yang isinya melarang LEMKARI (sekarang LDII) di seluruh wilayah Jawa Timur karena dengan nyata masih menyebarkan faham/ajaran Islam Jama’ah yang sudah dilarang oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia di seluruh Indonesia (tahun 1971).
Dari sekilas uraian ini, mari kita buktikan, apakah ajaran LDII sekarang bisa kita kategorikan aliran sesat karena termasuk ke dalam 10 Kriteria Aliran Sesat MUI ataukah tidak?
1. Mengingkari salah satu dari rukun iman yang enam dan rukun Islam yang lima.
Pada Rukun Iman.
Dalam hal ini, keimanan LDII tidak ada yang menyimpang. Artinya LDII mengimani 6 (enam) Rukun Iman, sama dengan Rukun Iman Ahlu Sunnah wal Jama’ah, yaitu (1) Beriman kepada Allah; (2) Beriman kepada para malaikat Allah; (3) Beriman kepada kitab-kitab Allah; (4) Beriman kepada para utusan Allah; (5) Beriman kepada hari Kiamat; (6) Beriman kepada ketentuan Allah, yang baik dan yang buruknya.
Pada Rukun Islam.
Seperti dalam hal Rukun Iman, LDII juga mengimani Rukun Islam yang sama dengan Rukun Islam Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Artinya tidak ada hal yang menyimpang di dalam masalah ini. Rukun Islam LDII sama dengan Rukun Islam Ahlu Sunnah wal Jama’ah, yaitu: (1) Syahadat; (2) Shalat; (3) Zakat; (4) Puasa; (5) Haji.
(Kesimpulannya, LDII tidak mengingkari salah satu rukun iman yang enam dan rukun Islam yang lima).
2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al-Qur`an dan As-Sunnah).
Adapun di dalam masalah mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’ie, ternyata sebagian ajaran LDII, ada yang tidak sesuai dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Misalnya :
a. LDII memiliki persamaan dengan Khawarij : (1) mereka membentuk negara di dalam negara; mempunyai presiden/imam sendiri yang dibaiat, dan mempunyai gubernur-gubernur/imam daerah serta dibantu oleh menterinya. (2) mereka selalu mencari perlindungan keamanan kepada orang yang lebih kuat dan mampu diandalkan untuk menaungi mereka sebagaimana dahulu Khawarij juga mencari perlindungan kepada Ali dan Muawiyah. LDII mencari perlindungan kepada partai yang paling kuat. Maksudnya suara LDII akan disalurkan kepada partai yang bisa diandalkan untuk kemajuan LDII.
b. Mereka bertaqiyah yang identik dengan taqiyyahnya orang-orang Syi’ah. Aqidah taqiyyah ini bernama Fathonah, Bithonah dan Budiluhur. Yaitu bolehnya berbohong demi kepentingan jama’ah mereka, melindungi amirnya, kemaslahatan dalam melindungi amir, baiat dan berjama’ah.
Menurut LDII, orang yang melakukan dosa besar akan kekal di neraka.
c. Warga atau jama’ah LDII harus taat kepada imam, apapun perintahnya. Mereka mempunyai program 354 yaitu : 3 artinya Jama’ah + Al Qur`an + Al Hadits atau Al Qur`an + Al Hadits + Jama’ah dan 5 artinya Program Lima Bab : (1) Mengaji, (2) Mengamal, (3) Membela, (4) Sambung Jama’ah dan (5) Taat Amir dan 4 artinya Empat Tali Keimanan yang terdiri dari: (1) Syukur kepada Amir, (2) Mengagungkan Amir, (3) Bersungguh-sungguh taat pada amir dan (4) Berdoa untuk kesehatan serta umur panjang amir.
d. Mencap murtad kepada siapa saja dari jama’ah LDII yang keluar dari LDII. Dan jika mereka ingin masuk kembali ke LDII, maka mereka harus melaksanakan pertaubatan di hadapan imam.
e. Masuk surga hanya untuk LDII, “Sudah kita fahami dan kita yakini bersama bahwa Islam yang berdasarkan Qur’an Hadist dan berbentuk Jama’ah yang kita tetapi selama ini adalah agama yang haq, agama diterima Alloh dan dijamin pasti masuk surga”(CAI 2005, hal.62 )
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur`an.
4. Mengingkari otensitas dan atau kebenaran isi Al-Qur`an.
5. Melakukan penafsiran Al-Qur`an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.
Di antara penjelasan dari pihak LDII yang kami temukan tentang masalah LDII melakukan penafsiran Al-Qur`an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir adalah sebagai berikut :
a. Menafsirkan kata amar ma’ruf di dalam Al-Qur`an, (QS Ali Imran 03: 104) dengan mengajak orang non LDII supaya masuk ke dalam LDII. (Buku Cinta Alam Indonesia (CAI) 2005 hal. 63).
b. Di dalam masalah Al-Qur`an, Imam LDII yaitu Nurhasan Ubaidah mengaku bahwasanya dia mempunyai isnad (rangkaian periwayat Al-Qur`an) sampai kepada Ali bin Abu Thalib dan Utsman bin Affan, bahkan sampai kepada malaikat Jibril. Bagi siapa saja yang memiliki isnad selain isnad Islam Jama’ah ini, maka mengajinya dianggap tidak sah dan palsu.
c. LDII mengklaim jika Nurhasan Ubaidah adalah putra terbaik dan satu-satunya orang di dunia ini yang berhasil menghafal Al-Qur’an 30 juz dengan qiroatus sab’ah (7 bacaan Al-Qur`an).
d. Sistem pengajian mereka disebut manqul. Yaitu harus berguru langsung, tidak boleh melalui proses membaca/otodidak dan tidak boleh belajar ilmu agama Islam kepada orang lain, kecuali harus kepada guru-guru agama Islam yang telah mendapatkan ijazah dari imam LDII.
Menyamakan dakwah Rasulullah SAW kepada keluarga terdekat (QS Asy-Syu’ara: 214) dengan dakwah e. LDII, yaitu mengajak orang Islam, keluarga, teman dan tetangga yang belum masuk LDII supaya masuk f. LDII. (CAI 2005, hal. 63)
6. Mengingkari kedudukan hadits Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam.
LDII mengaku jika mereka memakai hadits-hadits Rasulullah SAW sebagai rujukan kedua setelah Al-Qur`an. Akan tetapi, banyak yang tidak tahu jika imam LDII telah mendoktrin para jama’ahnya sebagai berikut :
d. Sistem pengajian mereka disebut manqul. Yaitu harus berguru langsung, tidak boleh melalui proses membaca/otodidak dan tidak boleh belajar ilmu agama Islam kepada orang lain, kecuali harus kepada guru-guru agama Islam yang telah mendapatkan ijazah dari imam LDII.
Menyamakan dakwah Rasulullah SAW kepada keluarga terdekat (QS Asy-Syu’ara: 214) dengan dakwah e. LDII, yaitu mengajak orang Islam, keluarga, teman dan tetangga yang belum masuk LDII supaya masuk f. LDII. (CAI 2005, hal. 63)
6. Mengingkari kedudukan hadits Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam.
LDII mengaku jika mereka memakai hadits-hadits Rasulullah SAW sebagai rujukan kedua setelah Al-Qur`an. Akan tetapi, banyak yang tidak tahu jika imam LDII telah mendoktrin para jama’ahnya sebagai berikut :
a. LDII mengatakan bahwa mengkaji Al-Qur`an dan Al-Hadits itu harus memakai isnad. Dalilnya, Ibnu Al-Mubarok berkata, ”Isnad itu bagian dari agama. Kalau tanpa isnad, maka siapa saja akan berkata apa yang dia sukai.”
b. Imam Nurhasan melarang jama’ahnya membaca kitab-kitab yang tidak direkomendasikan olehnya dan dia juga menyuruh membuang ilmu Musthalah Hadits.
c. Dalam masalah hadits, Nurhasan Ubaidah mengaku mempunyai isnad sampai kepada Imam Al-Bukhari dan imam-imam lainnya, bahkan bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Barangsiapa yang berilmu dan beramal tanpa isnad, maka amalnya tidak sah dan tidak akan diterima oleh Allah SWT.
d. Menurut LDII, shahih tidaknya sebuah hadits tergantung kepada amir mereka. Sebuah hadits palsu dapat dianggap hadits shahih jika menurut amir mereka bahwa hadits tersebut adalah hadist shahih.
7. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
Di dalam masalah ini, ada beberapa keterangan yang kami simpulkan bahwa LDII telah menghina, melecehkan dan merendahkan para nabi dan rasul. yaitu :
a. Para jama’ah LDII berkeyakinan bahwa Nurhasan Ubaidah Lubis itu lebih tinggi derajatnya dan lebih berat bobotnya dari seluruh umat manusia sedunia, maka wajiblah para jama’ah bersyukur kepada sang amir. Sebab dengan adanya sang amir, maka jama’ah dipastikan masuk surga.
b. Para jama’ah LDII berkeyakinan bahwa Nurhasan lebih hebat dari Rasulullah SAW. Hal ini dikarenakan Nurhasan berani menjamin masuk surga kepada siapa saja yang sudah masuk LDII. Sedangkan Rasulullah SAW hanya bisa menjamin 10 orang sahabatnya yang pasti masuk surga.
8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.
9. Mengubah, menambah, dan/atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat fardhu tidak lima waktu.
Di antara pokok-pokok ibadah Islam yang dirubah oleh LDII adalah sebagai berikut :
a. Keharusan melaksanakan shalat jum’at di masjid-masjid LDII.
b. Ibadah shalat Jum’at harus di masjid LDII dan harus menggunakan bahasa Arab. Mereka beralasan bahwa khutbah Jum’at di masjid LDII menggunakan Bahasa Arab karena tidak ada satupun ulama yang menyatakan bahwa khutbah Jum’at dengan bahasa Arab itu tidak sah, walaupun mustami’in tidak seluruhnya bisa memahami isi khutbah. Seperti halnya ketika musim haji dimana Imam Masjidil Haram menyampaikan khutbah berbahasa Arab sedangkan mustami’in yang datang dari seluruh dunia belum tentu bisa mengerti isi khutbah tersebut.
c. Setelah shalat Jum’at di masjid LDII ada nasehat agama. Mereka beralasan bahwa pada dasarnya memberikan nasehat itu bisa dilakukan di setiap ada kesempatan. Karena sesudah sholat Jum’at itu orang-orang masih berkumpul, kesempatan itu digunakan untuk memberikan nasehat (mau’idhotul hasanah), dan itu bukan merupakan rangkaian dari sholat Jum’at.
d. LDII mengaku bahwa sumber hukum Islam menurut LDII adalah Al-Qur`an, Al-Hadits, Ijma, dan Qiyas. Akan tetapi, di lapangan bahwa seluruh jama’ah LDII diwajibkan hanya taat kepada seluruh perkataan Imam mereka, walaupun bertentangan dengan Al-Qur`an, As-Sunnah dan Ijma serta Qiyas. Misalnya larangan shalat berjama’ah dengan orang di luar LDII dan jangan belajar ilmu agama kepada orang di luar LDII.
e. Jika ada jama’ah LDII bersalah kepada amir, maka tidak cukup hanya beristigfar tapi juga harus dengan membuat surat pernyataan taubat (hal ini merupakan menyamai dengan orang-orang Kristen Katolik) dan membayar kafarah yang ditentukan sesuai dengan keinginan amir mereka.
f. LDII menghalalkan harta siapa saja. Di Hauroh, kelompok Khawarij merampas harta kaum muslimin yang tidak sepaham dengan mereka. Warga LDII didoktrin oleh imam-imamnya yaitu halal mengambil harta orang lain, yang penting jangan ketahuan.
f. Dilarang (haram) shalat di belakang non LDII. Kalau terpaksa supaya bertaubat dan mengulangi sholatnya.
Setiap jama’ah LDII diharuskan dan wajib menikah dengan sesama jama’ah LDII.
10. Mengkafirkan Sesama Muslim tanpa dalil syariah, seperti mengkafirkan Muslim hanya karena bukan kelompoknya.
LDII pernah ditanya, ”Bagaimana sikap LDII terhadap golongan Islam lain?” LDII menjawab, ”Semua golongan Islam adalah bersaudara, sebagaimana sabda Rosululloh, ”Orang Islam adalah saudaranya orang Islam.” Sesama golongan Islam tidak dibenarkan untuk saling merendahkan, sesuai firman Alloh, ”Dan janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain, barangkali keadaan kaum yang direndahkan itu lebih baik dari kaum yang merendahkan.”
Akan tetapi, di dalam kenyataannya, mereka tetap mengkafirkan orang lain di luar kelompok mereka. Jadi, sepengetahuan kami, LDII itu masih :
- Memvonis kafir terhadap orang-orang di luar jama’ah mereka.
- LDII bisa saja memerangi kaum muslimin, akan tetapi mereka belum mampu. Jadi hanya sebatas persiapan dengan berlatih beladiri secara rahasia dan mendoktrin pengikutnya untuk mengafirkan kaum muslimin di luar kelompoknya dan membolehkan mencuri harta orang-orang non LDII asalkan tidak ketahuan.
-LDII mencap kafir dan najis bagi orang-orang yang tidak membaiat imam mereka dan mereka itu akan masuk neraka selama-lamanya. Perilaku LDII yang mengkafirkan kaum muslimin non LDII ini mirip dengan Khawarij dahulu, mereka memerangi kaum muslimin yang tidak sepaham dengan Khawarij.
- LDII juga wajib menghukumi najis kepada semua orang yang belum disucikan (belum baiat). Contoh kasusnya adalah bekas duduk orang di luar LDII dianggap najis sehingga harus dipel atau jemuran yang dipegang (diangkat) oleh orang di luar LDII dianggap telah terkena najis, sehingga harus dicuci dan dijemur kembali.
Sebagai bukti LDII mengafirkan orang di luar LDII adalah dengan larangan menikah dengan orang di luar LDII. “Sebab, bagaimanapun cantiknya, gantengnya orang-orang di luar Jama’ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh orang iman, calon ahli neraka yang tidak boleh dikasihi,” (CAI code H/97, hal. 8-9, baca juga Radar Minggu Edisi XXXVII Minggu, 1 Februari 2004).
Tambahan :
Siapakah Nurhasan itu?
“Mengenai pengakuan Nurhasan Al Ubaidah yang mengatakan bahwa dia pernah menuntut ilmu di Madrasah yang bernama Darul Hadist Makkah dari tahun 1349 s/d 1361 H. menurut Natsir, setelah diselidiki pada madrasah itu sendiri, ketahuan kebohongannya itu. Direktur sekolah tersebut menegaskan bahwa itu adalah suatu yang tidak mungkin. Sebab di Madrasah, nama Nurhasan itu sama sekali tidak ditemukan di dalamnya. Dalam keterangannya itu, Natsir juga mengutip penegasan Direk-tur Inspeksi Agama di Masjidil Haram, Syekh Muhammad Abdullah bin Humaid, bahwa ajaran semacam Islam Jama’ah itu adalah ba-thil dan merupakan suatu penipuan.” (Pelita, 11 September 1979)
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, H. Syafi’i Sulaiman, “H. Nurhasan suka menodai muridnya.”
Berikut ini kutipan dari Jakarta (Media Indonesia), ”Pemimpin Islam Jama’ah, Nurhasan Ubaidah Lubis yang dikenal pengikutnya sebagai Amiriul Mukminin itu, sebenarnya adalah pemimpin porno yang banyak terlibat dalam skandal seks. Pemimpin ajaran sesat itu tidak segan-segan menodai kehormatan muridnya sendiri. Bahkan salah seorang muridnya, putri salah seorang ang-gota ABRI di Malang, telah dinodai dan dilarikannya. Bagi pengi-kutnya, perbuatan ini dianggap bukan suatu pelanggaran, bahkan bukti setia, sesuai dengan baiatnya kepada pemimpin yang dise-but Amirul Mukminin itu”. (Media Indonesia, Kamis, 11 Oktober 1979)
__________________
Oleh Tim Peneliti Ar-Risalah
Post a Comment