KEGANJILAN MIRZA GHULAM AHMAD DAN AHMADIYAH
KEGANJILAN-KEGANJILAN YANG TERHADAP DALAM MGA (MIRZA GHULAM AHMAD) DAN AHMADIAH, YAITU :
MIRZA GHULAM AHMAD HOAX BERKATA FIRMAN ALLAH, SEPERTI RABBI-RABBI YAHUDI DALAM TALMUD DAN PAULUS DALAM KITAB NASRANI |
2. MIRZA GULAM AHMAD DAN ASAL USULNYA
3. PENGAKUAN-PENGAKUAN MIRZA GHULAM AHMAD
4. PERUBAHAN ISI TADZKIRAH AGAR COCOK DENGAN KENYATAAN
5. BENTUK-BENTUK PENGHINAAN MIRZA GHULAM
6. PENYAKIT-PENYAKIT MIRZA GHULAM AHMAD
7. MIRZA GHULAM AHMAD, “NABI” DARI INDIA YANG BODOH
8. SEJARAH MUBAHALAH
9. PARA SAKSI KEMATIAN MIRZA GHULAM AHMAD
Ahmadiyah selalu menjadi polemik di kalangan ulama islam muktabar dan muslim di seluruh dunia. Kaum muslimin tetap berkeyakinan bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat, karena berkeyakinan ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi Terakhir yang di khabarkan dalam kitab Al Quran dan Kitab-Kitab agama samawi sebelumnya yaitu Injil, Taurat dan Zabur bahkan dalam kitab-kitab agama non samawi . Sedangkan Mirza Gulam Ahmad tidak ada pengabaran dari kitab-kitab sebelumnya baik daripada kitab sucinya maupun penjelasannya. Banyak yang mengaku mesias terakhir (al-Mahdi) sebagai penyelamat kehidupan di muka bumi karena banyaknya kemungkaran sejak jaman rasulullah SAW wafat, : seperti : dari belahan jazirah arab : Iran, Iraq, Turki bahkan sampai Afrika seperti, Al-Abbas, Muhammad Ubaid Allah, Muhammad Ibnu Tumart, Muhammad, Ibnu Al-Hajar Al-Maliki, Syeik Usuman, Syekh Ahmadu Bari, Al-Hajj Umar, Mahdi Muhammad Ahmad, Muhammad bin Abdullah, Muhammad Jampuri, Mahdi Damanhuriyah, Muhammad Ahmd bin Andullah al-Mahdi dan Mirza Ghulam Ahmad sendiri namun semuanya tertolak hanya dikuti kelompok kecil saja. Dan terakhir dari pakistan juga ada yang mengaku sebagai sebagai mesias penyelamat terakhir yang membuat agama baru yaitu agama tuhan yaitu ghohar shahi, entah syaithoon apa yang membisikinya.
Kasus-kasus yang mengaku sebagai al-Mahdi banyak sekali seperti di negeri kita seperti : Lia Aminuddin alias Lia Eden, Dedi Mulyana alias Eyang Ended, Ahmad Musaddeq alias Abdul Salam, Ashriyanti Samuda, Sutarmin dari Gunung Lawu..Heem apalagi ini made in lokal, kucing kale nabi palsunya hee...hee..hee.
Kasus-kasus yang mengaku sebagai al-Mahdi banyak sekali seperti di negeri kita seperti : Lia Aminuddin alias Lia Eden, Dedi Mulyana alias Eyang Ended, Ahmad Musaddeq alias Abdul Salam, Ashriyanti Samuda, Sutarmin dari Gunung Lawu..Heem apalagi ini made in lokal, kucing kale nabi palsunya hee...hee..hee.
Untuk
menguatkan dakwaan kita bahwa Ahmadiyah adalah sesat , maka dengan ini
saya akan paparkan beberapa hal yang saya nilai ganjil. Mulai dari tahun
kelahiran Mirza Ghulam Ahmad yang berbeda-beda, ramalan yang tidak
pernah terbukti, melakukan pembohongan (padahal seorang nabi tidak akan
pernah berbohong), mengajak bermubahalah, eh malah Mirza Ghulam Ahmad
yang mati kolera. Tetapi, para pengikutnya tetap saja membela kesesatan
ini. Mungkin saja, di balik pembelaan mereka ini ada udang di balik
batu. Ada uang yang melimpah bantuan dari asing, atau ada kepentingan
politik yang ingin dicapai di balik semua ini.
Mari kita simak satu persatu kesesatan Ahmadiyah ini. Di antaranya :
1. TAHUN KELAHIRAN YANG BERBEDA-BEDA
Mengapa
berbeda-beda? Mirza Ghulam Ahmad mengatakan bahwa dirinya dilahirkan
pada tahun 1839 atau 1840. Mirza Ghulam Ahmad berkata, ”Saya
dilahirkan pada tahun 1839/1840. Karena pada saat itu, adalah akhir dari
Pemerintahan Sikh. Pada tahun 1857, saya baru berumur 16 tahun. Janggut
serta kumis saya belum tumbuh.” (Kitabul Bariyyah, hal. 159/ Ruhani Khozain Jilid 13 hal. 177).
Akan
tetapi para pengikutnya merubah tahun kelahiran nabi mereka. Dengan ini
mereka bertujuan agar usia nabi mereka (Mirza Ghulam Ahmad) sesuai
antara ramalannya (Mirza Ghulam Ahmad) mengenai umurnya sendiri. Para
pengikut Mirza Ghulam Ahmad menuliskan bahwa tahun kelahiran Mirza
Ghulam Ahmad adalah tahun 1835. Hal ini dikarenakan Mirza Ghulam Ahmad
pernah meramalkan bahwa umurnya akan berkisar antara 75-85.
Mirza Ghulam Ahmad berkata di dalam kitabnya, Dhamimah Haqiqatul Wahyi, hal. 94 sebagai berikut :
أَطَالَ اللهُ بَقَاءَكَ تَعِيْشُ ثَمَانِيْنَ حَوْلًا أَوْ تَزِيْدُ عَلَيْهِ خَمْسَةً أَوْ أَرْبَعَةً أَوْ يَقِلُّ كَمِثْلِهَا.
“Allah akan memanjangkan umurmu, engkau akan hidup sekitar 80 tahun, atau lebih 5 atau 4 tahun dari itu (84 atau 85 tahun), atau kurang seperti itu (kurang 5 atau 4 tahun dari 80 tahun, yaitu 74 atau 75 tahun).” Perhatikan juga wahyu Mirza Ghulam Ahmad yang terdapat di dalam kitab Ruhani Khozain, jilid 22 kitab Haqiqatul Wahyi, hal. 100.
Oleh
karena itu, ketika para pengikut Mirza Ghulam Ahmad mengatakan bahwa
nabi mereka lahir pada tahun 1835, maka ketika Mirza Ghulam Ahmad
meninggal dunia pada tahun 1908, artinya ramalannya tepat. Karena 1908 –
1835 = 73 tahun. Akan tetapi, apabila tidak dirubah, maka ramalan Mirza
Ghulam Ahmad tidak terbukti. Karena 1908 – 1839 = 69 tahun. Umur Mirza
Ghulam Ahmad yang sebenarnya adalah 69 tahun. Jadi antara ramalan dengan
kenyataan tidak sesuai.
Mirza Ghulam Ahmad mengaku keturunan Persia.
”Keluarga ini (yaitu keluarga aku) dikenal sebagai keluarga Mongol. Akan
tetapi Allah yang mengetahui hal gaib dan hal sebenarnya telah
menampakkan kepadaku berkali-kali di dalam wahyu-Nya yang suci bahwa
keluargaku adalah keluarga (keturunan) Persia dan Allah telah
memanggilku dan telah berkata kepadaku dengan sebutan Ibnu Paris (Anak
Persia), sebagaimana Allah telah berfirman tentang aku, ”Sesungguhnya
orang-orang yang kafir dan menjauhkan diri dari jalan Allah, maka akan
menjawab kepada mereka seorang laki-laki dari Persia dan Allah berterima
kasih atas usahanya (usaha Mirza Ghulam Ahmad),” (Haqiqatul Wahyi, hal. 81).
”Sekarang
telah nampak bagiku dari firman Allah bahwa keluargaku benar-benar
keluarga (keturunan) Persia, bukan keturunan Mongol. Aku tidak tahu,
dari mana dan kesalahan apa sehingga keluargaku dikenal sebagai
keturunan Mongol,” (Haqiqatul Wahyi, hal. 81).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku keturunan China.
”Sesungguhnya
Muhyiddin Ibnul Arabi telah mengabarkan tentang aku di dalam kitabnya
”Fushulul Hikam” ketika dia berkata bahwa akan dilahirkan di akhir zaman
seorang anak laki-laki yang akan berdakwah ke jalan Allah. Tempat
lahirnya adalah di China dan bahasanya bahasa negerinya. Maka aku lah
yang dimaksud itu, karena aku adalah asli keturunan China,” (Haqiqatul Wahyi, hal. 209).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku keturunan Bani Fatimah.
”Sesungguhnya
keluargaku termasuk keluarga mulia campuran, dari keturunan Persia dan
keturunan Fatimah RA, atau bisa dikatakan bahwa keluargaku adalah
keluarga yang terdiri dari Mongol dan orang-orang mulia. Akan tetapi aku
percaya dan aku yakin bahwa asal keluargaku adalah dari keturunan
Persia dan keturunan Fatimah; karena wahyu Tuhan yang mutawatir telah
meyakinkan aku atas hal tersebut dan bersaksi padaku dengan hal itu,” (Taryaqul Qulub, hal. 287).
3. PENGAKUAN-PENGAKUAN MIRZA GHULAM AHMAD
Mirza Ghulam Ahmad mengaku melihat Allah SWT dalam wujud manusia.
”Pada
saat bepergian tersebut, berkata Mirza Ghulam Ahmad, ’Aku benar-benar
melihat Allah menampakkan wujudnya dalam wujud manusia. Maka Allah SWT
berfirman kepadaku sambil meletakkan tangan-Nya di atas lututku, ’Kalau
engkau itu adalah untuk-Ku, maka seluruh alam (dunia) ini adalah
untukmu.’ ” (Majalah At-Taqwa, jilid 14, vol. 11 dan 12 Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram 1422 H.)
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai nabi.
”Sesungguhnya
aku katakan bahwa aku akan diberi gelar dengan gelar kenabian (disebut
nabi) dan kerasulan (disebut rasul) setelah Nabi Muhammad SAW yang
merupakan penutup para nabi dalam hakikatnya. Hal ini bukan sebagai
bentuk caci maki dan tidak juga bertentangan dengan kepenutupannya
(Muhammad SAW penutup para nabi dan rasul). Sesungguhnya aku telah
disebut berulangkali bahwa aku ini adalah masuk dalam kategori firman
Allah SWT, ”dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum
berhubungan dengan mereka. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana,”
Nabi Muhammad telah ditentukan sebagai penutup para nabi dalam bentuk
bayang-bayang dan Allah telah menamaiku nabi dan rasul di dalam kitab
Barahin Ahmadiyah 20 tahun sebelum ini dan Allah telah menjadikan aku
sebagai bukti wujudnya. Dengan cara ini kepenutupan beliau (Rasulullah
SAW) tidak akan bergoyang dengan sebab kenabianku (Mirza Ghulam Ahmad),
karena bayangan itu tidak akan pernah berpisah dari bentuk aslinya,” (Ruhani Khazain, jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah, hal. 212).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku menerima wahyu syariat.
”Sesungguhnya aku menerima wahyu syariat juga,” (Ruhani Khazain, jilid 17, Arbain Li Itmamil Hujjah ’Alal Mukhalifin ” Kitab 40 Penyempurnaan Hujjah kepada Orang-orang yang Berbeda Faham, hal. 435).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku seperti batu bata terakhir.
”Maka
Allah bermaksud untuk menyempurnakan kenabian dan menyempurnakan
bangunan dengan batu bata terakhir. Maka aku lah batu bata terakhir itu
wahai orang-orang yang melihat,” (Ruhani Khazain, jilid 16, Khutbah Ilhamiyah hal. 178).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku nabi dengan bukti-buktinya sebanyak 300.000 bukti.
”Dan
Allah lah yang menggenggam ruhku, Dia lah yang telah mengutusku dan
menamaiku Nabi...dan Allah memberikan bukti-bukti yang jelas atas
kebenaran pengakuanku yang bukti-bukti tersebut mencapai angka 300.000
bukti,” (Tatimmah Haqiqatul Wahyi, hal. 503).
Mirza Ghulam Ahmad menghilangkan jihad.
”Sekarang
telah berakhir hukum jihad. Karena dikatakan bahwa setelah
dibangkitkannya Al-Masih Al-Maw’ud, maka peperangan atas nama agama dan
jihad dengan pedang telah berakhir. Hal ini dikarenakan Al-Masih tidak
akan mengangkat pedang. Doanya itulah sebagai pedangnya,” (Ruhani Khazain, jilid 17, kitab Pemerintah Inggris dan Jihad, hal. 8).
Kebohongan Mirza Ghulam Ahmad.
”Aku
pernah melihat dalam kasyafku bahwa aku telah menyodorkan beberapa
lembar kertas yang cukup banyak kepada Allah SWT, agar Allah mau menanda
tanganinya dan membenarkan seluruh permintaan yang aku usulkan. Aku
lihat bahwasanya Allah telah menanda tangani kertas-kertas aku tersebut
dengan tinta merah. Dan pada saat kasyaf itu, ada seorang laki-laki yang
merupakan pengikutku yang bernama Abdullah. Dan tatkala kasyaf itu
telah selesai, aku benar-benar melihat bahwa baju-bajuku dan baju
Abdullah telah penuh dengan warna merah tersebut, padahal kami tidak
mempunyai sesuatu yang berwarna merah. Sampai sekarang, baju-baju ini
masih ada di pengikutku, Abdullah,” (Taryaqul Qulub, hal. 197).
Mirza
Ghulam Ahmad mengaku sebagai Maryam, kemudian melahirkan Isa yang tidak
lain adalah dirinya. Jadi Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Maryam dan
Isa (merangkap).
”Sebelum
20 atau 22 abad (yang lalu), Allah telah menjadikan aku sebagai Maryam
yang akan melahirkan Isa...Allah menjadikan aku sebagai Maryam selama 2
tahun...kemudian Allah meniupkan ruh Isa kepadaku sebagaimana Allah
telah meniupkan ruh kepada Maryam. Dengan bentuk isti’arah (kiasan) aku
menjadi hamil. Dan setelah beberapa bulan yang tidak lebih dari 10 bulan
setelah ilham ini, maka aku pun berubah dari bentuk Maryam ke bentuk
Isa. Dan dengan cara seperti ini aku menjadi Isa dan Allah
menyembunyikan rahasia ini daripadaku. Allah telah menyembunyikan hal
ini dari aku, yaitu seolah-olah engkau dijadikan sebagai Maryam,
kemudian ditiupkan ruh kepadamu dan dilahirkan darimu Isa...maka aku pun
menjadi Isa bin Maryam,” (Kasyti Nuh, hal. 50).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Nabi Isa AS (bertugas memperbaiki akhlak dan menghapus jihad).
”Adapun
maksud dari pengutusanku dan pengutusan Isa adalah satu, yaitu untuk
memperbaiki akhlak dan melarang jihad dan memperlihatkan ayat-ayat
(mukjizat-mukjizat) untuk menguatkan iman para hamba. Tidak diragukan
bahwa bentuk jihad itu telah tiada di zaman ini dan di negeri ini
(India). Maka pada hari ini diharamkan atas kaum muslimin untuk
berperang atas nama agama,” (Majmu’ah Isytaharat, jilid 1, hal. 303).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Al-Masih Kedua.
Pada
tahun 1893, Mirza Ghulam Ahmad pernah mengaku menerima wahyu bahwa ruh
para nabi yang telah wafat bisa melihat nasib para pengikutnya yang
sedang tersesat. Maka ruh para nabi itu memohon kepada Allah SWT agar
mereka itu turun kembali ke dunia. Maka Allah SWT pun segera menciptakan
seseorang yang mirip dengan nabi tersebut untuk melaksanakan keinginan
nabi yang sudah wafat tersebut. Mirza Ghulam Ahmad membuat contoh dengan
mengatakan bahwa ruh Nabi Isa AS akan turun ke dunia (reinkarnasi)
sebanyak tiga kali. Pertama akan turun (reinkarnasi) kepada Nabi
Muhammad SAW, dan yang kedua reinkarnasi kepada dirinya (Mirza Ghulam
Ahmad) dan yang ketiga akan reinkarnasi kepada Al-Masih Ketiga di akhir
zaman. Tetapi, di lain kesempatan Mirza Ghulam Ahmad mengatakan tidak
akan ada lagi Al-Masih setelah dirinya.
وَ ِإنَّا إِذَا وَدَّعْنَا الدُّنْيَا فَلَا مَسِيْحَ بَعْدَنَا إِلَى يِوْمِ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya kami jika kami telah meninggalkan dunia (wafat), maka tidak akan ada lagi Al-Masih setelah kami,” (Ruhani Khazain, I’jazul Masih, jilid 18, hal. 73).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku reinkarnasi Nabi Muhammad SAW.
”Pada
saat aku menjadi Muhammad SAW dalam bentuk bayangan dan reinkarnasi,
maka hal ini tidak menghilangkan (predikat) penutup para nabi. Karena
kenabian Muhammad akan tetap seperti itu dan hanya terbatas untuk diri
beliau dan tidak ada yang mengaku sebagai nabi selain Muhammad SAW,” (Ruhani Khazain jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah hal. 212).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai nabi dalam bentuk bayangan.
”Akan tetapi barangsiapa yang ...
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai nabi dan menerima risalah.
”Tatkala
aku menjadi reinkarnasi dari Nabi Muhammad SAW yang telah ada
sebelumnya sejak lama, (maka) aku pun menerima kenabian reinkarnasi,” (Ruhani Khazain jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah hal. 215).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku bernama Muhammad dan Ahmad.
”Dengan
bentuk ini, predikat penutup para nabi tetap terjaga. Sesungguhnya aku
diberi nama Muhammad dan Ahmad dari cermin pertemanan dengan cara
pantulan dan bayangan. Dan barangsiapa yang dimarahi oleh wahyu Tuhan
ini dan mereka tidak memanggilku dengan sebutan nabi dan rasul, maka
inilah bentuk kedunguannya,” (Ruhani Khazain, jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah, hal. 211).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku bernama Muhammad SAW dan Ahmad.
”Kesimpulan
dari kenabian dan kerasulanku ketika aku merupakan Muhammad dan Ahmad
yang bukan karena diriku. Semua ini aku peroleh dengan cara melebur
bersama Rasulullah SAW. Maka hal ini tidak bertentangan dengan makna
penutup para nabi,” (Ruhani Khazain, jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah, hal. 208).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku bernama Muhammad SAW dan Ahmad.
”Kesimpulan
dari kenabian dan kerasulanku ketika aku merupakan Muhammad dan Ahmad
yang bukan karena diriku. Semua ini aku peroleh dengan cara melebur
bersama Rasulullah SAW. Maka hal ini tidak bertentangan dengan makna
penutup para nabi,” (Ruhani Khazain, jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah, hal. 208).
Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan rasul.
”Dengan pengayoman melalui Muhammad Al-Musthafa, aku dinamai Muhammad dan Ahmad. Maka aku pun merupakan seorang nabi dan rasul,” (Ruhani Khazain, jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah, hal. 211).
Mirza Ghulam Ahmad mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW mempunyai reinkarnasi.
”Sudah
ditakdirkan bahwa Nabi Muhammad SAW itu bereinkarnasi. Sekarang ini
telah muncul (bereinkarnasi) dan tidak ada (alasan) untuk berkesimpulan
dari sumber kenabian jalan yang lainnya,” (Ruhani Khazain, jilid 18, Eik Ghalti Ka Izalah, hal. 216).
Mirza Ghulam Ahmad meramal hari Kiamat.
“Sesungguhnya
Rasulullah SAW pernah ditanya tentang hari Kiamat. Kapan hari Kiamat
terjadi? Maka Rasulullah SAW bersabda bahwa hari Kiamat akan terjadi 100
tahun lagi dari tanggal hari ini atas seluruh anak Adam,” (Izalatul Auham, hal. 227).
Mirza Ghulam Ahmad antek penjajah Inggris.
“Sesungguhnya
ayahku pernah menjabat sebuah jabatan di Kantor Pemerintahan. Ayahku
termasuk orang yang loyal terhadap Pemerintah Inggris, sampai ayahku
pernah membantu Pemerintah Inggris pada tahun 1857 dengan bantuan yang
sangat baik, yaitu dengan bantuan pasukan sebanyak 50 prajurit dan 50
kuda kepunyaannya. Ayahku juga berkhidmat kepada Pemerintah yang Mulia
di atas kemampuannya. Akan tetapi setelah itu, mulailah terjadi
perubahan dan kemunduran yang menimpa keluargaku, sehingga keluarga
menjadi keluarga petani yang miskin,” (Tuhfah Qaishariyyah, hal. 18-19).
Mirza Ghulam Ahmad mengklaim bahwa Masjidil Aqsa itu masjidnya di Qadian.
”Masjid
Al-Aqsha itu adalah masjid yang dibangun oleh Al-Masih Maw’ud di
Qadian. Dinamakan Al-Aqsha karena (faktor) jauhnya dari zaman kenabian,
dan juga karena terletak di ujung yang paling jauh dari zaman permulaan
Islam,” (Majmu’ah Isytaharat, jilid 1 hal. 293).
Mirza Ghulam Ahmad ingkar janji.
”Aku
ingin menulis buku ini sebanyak 50 jilid. Akan tetapi aku merasa cukup
untuk menulisnya sebanyak 5 jilid saja. Karena aku menemukan bahwa
antara 50 dan 5 itu tidak ada perbedaan, kecuali hanya angka nol saja,” (Barahin Ahmadiyah, jilid 5, hal. 9).
4. PERUBAHAN ISI TADZKIRAH AGAR COCOK DENGAN KENYATAAN
Contoh isi Tadzkirah yang dirubah oleh para pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Wahyu Mirza Ghulam Ahmad dalam bahasa Inggris yang salah gramatikanya.
Tadzkirah dalam teks Arab terdapat teks Inggris yang berbunyi seperti ini : “I am quarreler,” “Saya orang yang sering bertengkar,” (Tadzkirah, hal. 55).
Tapi lihat terjemah Tadzkirah dalam bahasa Inggris :
Tadzkirah dalam teks Inggris berbunyi seperti ini : “I am a quarreler,” “Saya orang yang sering bertengkar,” (Tadzkirah, hal. 36). (ditulis dengan tambahan huruf “a”, I am a qaurreler).
Contoh isi Tadzkirah yang dirubah oleh para pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Wahyu Mirza Ghulam Ahmad dalam bahasa Inggris yang salah gramatikanya.
Tadzkirah dalam teks Arab terdapat teks Inggris yang berbunyi seperti ini : “Words of God not can exchange,” “Firman Tuhan tidak bisa dirubah,” (Tadzkirah, hal. 116).
Tapi lihat terjemah Tadzkirah dalam bahasa Inggris : “Words of God cannot exchange,” “Firman Tuhan tidak bisa dirubah,” (Tadzkirah, (versi Inggris), hal. 63).
Contoh isi Tadzkirah yang dirubah oleh para pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Kisah Mirza Ghulam Ahmad ketika akan melahirkan.
Tadzkirah dalam teks Arab berbunyi seperti ini :
فَأَجَاءَهُ الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَ يَا لَيْتَنِيْ مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا.
“Kemudian rasa sakit akan melahirkan memaksa Mirza Ghulam Ahmad (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (MGA) berkata, “Wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan,” (Tadzkirah, hal. 71).
Tapi lihat terjemah Tadzkirah dalam bahasa Inggris : Tadzkirah dalam teks Inggris berbunyi seperti ini : “This
revelation : The pains of childbirth drove her to the trunk of a palm
tree and she cried out: Would that I had died before this and had been
quite forgotten,”(Tadzkirah, (versi Inggris), hal. 47).
“Kemudian
rasa sakit akan melahirkan memaksa dia (Mirza Ghulam Ahmad sebagai
Maryam) (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (Mirza Ghulam Ahmad
sebagai Maryam) berkata, “Wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini,
dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan,” (Tadzkirah, (versi Inggris), hal. 47).
Pengikut Mirza Ghulam Ahmad merubah isi Tadzkirah agar sesuai dengan kenyataan. Ramalan akan lahir anak laki-laki kelima Mirza Ghulam Ahmad dirubah menjadi cucu laki-laki.
Tadzkirah dalam teks Arab berbunyi seperti ini :
"اَلْحَمْدُ
ِللهِ الَّذِيْ وَهَبَ لِيْ عَلَى الْكِبَرِ أَرْبَعَةً مِنَ الْبَنِيْنَ
وَ أَنْجَزَ وَعْدَهُ مِنَ الْإِحْسَانِ وَ بَشَّرَنِيْ بِخَامِسٍ فِيْ
حِيْنٍ مِنَ الْأَحْيَانِ،" مواهب الرحمن ص: 139. و حقيقة الوحي ص: 218 و 219.
“Segala puni bagi Allah yang telah memberikan empat anak laki-laki di usia tuaku dan Dia akan melaksanakan janji-Nya dari kebaikan-Nya, dan Dia memberikan kabar gembira kepadaku dengan anak kelima di kemudian hari,” (Mawahibur Rahman, hal. 139 dan Haqiqatul Wahyi hal. 218-219).
Tapi lihat terjemah Tadzkirah dalam bahasa Inggris : Tadzkirah dalam teks Inggris berbunyi seperti ini : “All
prise belongs to Allah Who has bestowed upon me in my old age four sons
and has thus fulfilled His promise benevolently and has given me the
good news of a fifth one, as a grandson, which will be fulfilled at some time,” (Mawahibur Rahman, p. 139, and Haqeeqat-ul-Wahi pp. 218-219).
“Segala
puni bagi Allah yang telah memberikan empat anak laki-laki di usia
tuaku dan Dia akan melaksanakan janji-Nya dari kebaikan-Nya, dan Dia
memberikan kabar gembira kepadaku dengan cucu laki-laki di kemudian hari,” (Mawahibur Rahman, hal. 139 dan Haqiqatul Wahyi hal. 218-219).
5. BENTUK-BENTUK PENGHINAAN MIRZA GHULAM
Mirza Ghulam Ahmad menghina Allah SWT (Mirza Ghulam Ahmad mengatakan bahwa Allah SWT mempunyai banyak tangan seperti gurita).
“Kami
bisa menggambarkan wujud Allah. Sesungguhnya Allah itu mempunyai banyak
tangan dan kaki. Anggota tubuhnya (juga) banyak, tidak bisa dihitung.
Besar, panjang dan lebarnya tidak ada batasannya. Allah yang Maha Tinggi
seperti gurita. Allah juga mempunyai tubuh yang sangat banyak yang
membentang ke seluruh penjuru dunia,” (Taudhih Maram, hal. 90). 1)
______________________
1. Konsep Ke-Tauhid-an yang Terpengaruh Budaya Hindu karena MGA berasal dari Pakistan. Jelaslah dia Tidak Islam dari awalnya.
Mirza Ghulam Ahmad memanggil Allah SWT dengan Yalasy.
”Allah
telah mengajak berbicara kepadaku dan Dia berkata Yalasy. Dan Yalasy
ini adalah salah satu nama Allah. Ini adalah kalimat ilham yang baru
yang aku tidak menemukan bentuknya di dalam Al-Qur`an dan hadits dan
tidak juga di dalam kitab-kitab kamus bahasa. Dan aku telah menemukan
artinya (arti kata Yalasy) yaitu, wahai yang tidak ada sekutu. Dan
maksud dari pengilhaman nama ini adalah bahwa seseorang itu tidak akan
hanya dirinya (khusus) yang menerima sifat baik, atau sebutan dan
perbuatan baik, sedangkan yang lainnya tidak menerima semua ini (tidak
mempunyai sifat, sebutan dan perbuatan yang baik). Ini semua adalah
rahasia bahwa sifat-sifat setiap nabi dan mukjizatnya akan memantulkan
kepada umatnya yang terbaik, yaitu orang-orang yang bertabiat dengan
tabiatnya yang menyeluruh, agar tidak menipu orang-orang bodoh dari umat
ini dengan kekhususan yang dimilikinya dan mereka menjadikannya tidak
ada bandingannya. Sikap seperti ini adalah kekufuran yang besar ketika
seorang nabi dinamai dengan Yalasy dengan tidak ada mukjizat atau
karamah yang luar biasa bagi seorang nabi kecuali ada beribu-ribu orang
yang memilikinya juga,” (Ruhani Khazain, jilid 17, hal. 203, kitab Tuhfah Gholarwiyah).
Nama Mirza Ghulam Ahmad adalah nama tertingginya Allah SWT.
”Kamu (Mirza Ghulam Ahmad) adalah nama-Ku yang tertinggi,” (Tadzkirah, hal. 331).
Mirza Ghulam Ahmad menghina Allah SWT (Nama Mirza Ghulam Ahmad sempurna, tapi nama Allah SWT tidak sempurna)
“Wahai Ahmad, namamu sempurna, tapi nama-Ku tidak sempurna,” (Majmu’ah Isytaharat, hal. 266).
6. PENYAKIT-PENYAKIT MIRZA GHULAM AHMAD
Mirza Ghulam Ahmad menderita penyakit diare.
”Telah
berkata kepadaku dokter Mira Muhammad Ismail (berasal dari Qadian)
bahwa hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud AS menderita penyakit diare selama
beberapa tahun sebelum kematiannya. Dan dia (Mirza Ghulam Ahmad) mati
karena penyakit diare ini,” (Siratul Mahdi, jilid 2 hal. 58, baris ke-376).
Mirza Ghulam Ahmad sering sakit kepala (pening berat).
”Sesungguhnya
Hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud AS, pada sebagian besar kesempatannya suka
diserang penyakit pusing berat, dan suatu hari hampir saja terjatuh ke
tanah,” (Siratul Mahdi, jilid 3, hal. 213 s.d. 214, baris ke-788).
Mirza Ghulam Ahmad menderita penyakit histeria (penyakit saraf).
”Telah berkata kepadaku dokter Muhammad Ismail Al-Qadiani bahwa Hadhrat Al-Masih menderita penyakit histeria (penyakit saraf),” (Siratul Mahdi, jilid 2 hal. 55).
Mirza Ghulam Ahmad menderita penyakit TBC.
”Mirza Ghulam Ahmad menderita penyakit TBC selama 6 bulan,” (Siratul Mahdi, jilid 1, hal. 55, baris ke-66).
Mirza Ghulam Ahmad sering mengonsumsi obat mengandung opium.
”Dokter
Mira Muhammad Ismail (berasal dari Qadian) menceritakan bahwa dia
pernah meracik obat untuk Hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud yang terdiri dari
opium dan al-banju dan selain itu yang termasuk obat-obatan keras
(mengandung racun berat). Mirza Ghulam Ahmad mengatakan bahwa untuk
tujuan berobat dibolehkan mengonsumsi segala sesuatu yang haram.
Demikian pula fatwanya tentang minum arak (boleh minum arak untuk
pengobatan),” (Siratul Mahdi, jilid 3, hal. 3, alinea ke-655).
Mirza Ghulam Ahmad sering memakai baju hangat di akhir hayatnya.
”Dokter
Mira Muhammad Ismail (berasal dari Qadian) menceritakan bahwa Hadhrat
Al-Masih Al-Maw’ud AS...biasa memakai pakaian hangat sepanjang tahun di
akhir hayatnya,” (Siratul Mahdi, jilid 3, hal. 66, baris ke-597).
Mirza Ghulam Ahmad sering dipijat pembantunya (pembantu perempuan).
”Dokter
Mira Muhammad Ismail (berasal dari Qadian) menceritakan bahwa Hadhrat
Ummul Mu’minin (isteri Mirza Ghulam Ahmad) telah berkata kepadaku bahwa
pembantunya yang bernama Banu pernah memijat tubuh Mirza Ghulam Ahmad di
atas kasurnya,” (Siratul Mahdi, hal. 210, baris ke-780).
Mirza Ghulam Ahmad sering ditunggui ketika sakitnya.
”Abdurrahman
dan isterinya bisa menjaga Mirza Ghulam Ahmad di malam hari...dan di
hari-hari ini, biasanya Mirza dijaga oleh isterinya, Hinsya Muhammad Din
dan isterinya Babusyah,” (Siratul Mahdi, jilid 3, hal. 213, baris ke-786).
7. MIRZA GHULAM AHMAD, “NABI” DARI INDIA YANG BODOH
Mirza Ghulam Ahmad tidak hafal surat-surat panjang Al-Qur`an.
”Dokter
Mira Muhammad Ismail (berasal dari Qadian) menceritakan bahwa hadhrat
Al-Masih Al-Maw’ud AS tidak hafal surat-surat panjang Al-Qur`an,
walaupun dia mengetahui isi Al-Qur`an, tetapi dia tidak hafal banyak
(surat-surat) Al-Qur`an,” (Siratul Mahdi, jilid 3, hal. 44, baris ke-553).
Wahyu Mirza Ghulam Ahmad dalam bahasa Arab dikoreksi oleh orang lain yang pandai berbahasa Arab.
”Telah mengabarkan kepadaku Mawlawi Syir
Ali bahwa Hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud AS -Mirza Ghulam Ahmad- telah
berkata, ”Sesungguhnya seluruh karyaku berbahasa Arab adalah merupakan
ilham (ilham agar ditulis dalam bahasa Arab). Karena aku menulisnya atas
dukungan khusus dari Allah. Terkadang aku tidak mengetahui makna
sebagian kalimat-kalimat dan alinea-alineanya yang telah aku tulis
sendiri sampai aku harus melihat kamus (kamus bahasa Arab), kemudian aku
bisa memahami maknanya. Mawlawi Syir Ali menambahkan bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad suka memberikan apa yang telah ditulisnya itu kepada Khalifah Pertama dan kepada Mawlawi Muhammad
Ahsan untuk dikoreksi, jika diperlukan. Adapun Khalifah Pertama itu,
biasanya dia menulis ulang kalimat-kalimat Arab setelah membacanya tanpa
dibetulkan (tidak dikoreksi). Akan tetapi Al-Mawlawi Muhammad Ahsan suka membetulkan beberapa kalimat supaya susunan kalimatnya menjadi bagus. Al-Mawlawi Syir Ali menambahkan bahwa Hadhrat Al-Masih Al-Maw’ud suatu hari pernah berkata bahwa Al-Mawlawi Ahsan
suka membetulkan beberapa kalimat sesuai pikirannya. Akan tetapi aku
menilai bahwa klaimat-kalimat yang telah aku tulis itu sangat sesuai dan
(justru) kalimat-kalimat Al-Mawlawi sangat
lemah. Akan tetapi aku membiarkan kalimat-kalimat (koreksiannya) di
beberapa tempat supaya hatinya tidak merasa sedih bahwa saya telah
mengabaikan seluruh koreksiannya,” (Siratul Mahdi, hal. 104).
Mirza Ghulam Ahmad belum pernah naik haji; i’tikaf dan mengeluarkan zakat harta.
”Dokter
Mira Muhammad Ismail (berasal dari Qadian) menceritakan bahwa Hadhrat
Al-Masih Al-Maw’ud AS belum pernah naik haji, belum pernah i’tikaf dan
belum pernah mengeluarkan zakat hartanya,” (Siratul Mahdi, jilid 3, hal. 119, baris ke-672).
8. SEJARAH MUBAHALAH
Kisah mubahalah Mirza Ghulam Ahmad dengan Syaikh Abul Wafa
الترجمة العربية
((مجموعة الإعلانات ج3 ص 578
الفصل النهائي في الخلاف مع المولوي ثناء الله الأمرتسري
بســــــم الله الرحمن الرحيم
نحمده و نصلي على رسوله الكريم
يستنبؤنك أحق هو. قل إي وربي إنه لحق
حضرة المولوي ثناء الله، السلام على من اتبع الهدى.
إن
سلسلة تكذيبي جارية في جريدتكم "أهل الحديث" منذ مدة طويلة، أنتم تشهدون
فيها أنني شخص مفتر و كذاب و دجال وأن دعواي للمسيحية الموعودة كذب وافتراء
على الله.
إنني
أوذيت منكم إيذاءاً وصبرت عليه صبراً جميلاً، لكن لما كنتُ مأموراً بتبليغ
الحق من الله وأنتم تصدّون الناس عني فإنني أقول بإنني إن كنت كذاباً و دجالاً كما تقول أنت عني باستمرار إذاً سيكون موتي خلال فترة حياتك،
و ذلك لأنني أعلم أن مدى حياة الفاسد و الدجال ليست طويلة، ففي النهاية لا
يلبث أن يموت مخزيا يائساً خلال فترة حياة أعدائه. فمن الأفضل له أن يموت
حتى لا يـُهلك عباد الله. وإن لم أكن أنا كذاباً و دجالاً بل كنت مشرّفاً
بكلام الله و خطابه و كنت أنا المسيح الموعود فإنني أرجو أنه بفضل الله و
حسب سنّته أن لا تفلت من العقوبة التي يستحقها الكذابون.
فإن
لم تكن أنت خلال حياتي ضحية عقاب ليس بأيدي الناس بل هو كلياً بيد الله
مثل الإصابة بمرض فتاك كالطاعون أو الكوليرا و غيره فإنني لا أكون من عند
الله تعالى. هذه ليست نبوءة عن طريق الإلهام لكنها عبارة عن تضرع لله سبحانه كنت قد دعوت الله تعالى به ليفصل بيننا. فأنا أدعو الله: يا
مالكي البصير القدير العليم الخبير أنت تعلم ما في نفسي، إن كانت دعواي
للمسيحية الموعودة افتراء عليك وأنا في نظرك مفسد كذاب والافتراء في الليل
والنهار شغلي فيا مالكي أنا أدعوك بالتضرع والإلحاح أن تميتني قبل المولوي
ثناء الله وأن تجعله وجماعته مسرورين بموتي، آمين. لكن يا إلهي الكامل
الصادق إن لم يكن المولوي ثناء الله على حق في اتهامه لي فإنني أدعوك بتضرع
أن تميته خلال فترة حياتي، لكن ليس بأيدي الناس بل بمرض فتاك مثل الطاعون
أو الكوليرا و غيره إلا في حالة أنه أعلن توبته - بمواجهتي و حضور
جماعتي – عن كل تلك التوصيفات الحقيرة و كل تلك الألفاظ المسيئة التي
اتخذها وظيفته الرسمية و التي سببت لي الألم دائماً. آمين يا رب العالمين
آمين..))
((إنني
أرى أن المولوي ثناء الله يريد أن يقضي على جماعتي من خلال تلك الإفتراءات
و أن يهدم ذلك الصرح الذي صنعته بيديك يا إلهي يا مرسلي. لهذا السبب أنا أتضرع
إليك مستمسكاً بعظمتك و رحمتك أن تفصل بيني و بين ثناء الله بالحق، فمن
كان في نظرك دجالاً و كذاباً فاجعله يغادر هذه الدنيا في حياة الصادق،
أو أصبه ببعض المحن التي تكافيء الموت، يا إلهي الحبيب إفصل بيننا بهذه
الطريقة. آمين ثم آمين. ربنا افتح بينا و بين قومنا بالحق و أنت خير
الفاتحين. آمين.
وأخيرا أرجو من المولوي صاحب أن ينشر هذا الموضوع في دوريته و أن يكتب ما يشاء تحته، و الآن الحكم بيننا بيد الله.
الراقم: عبد الله الصمد ميرزا غلام أحمد المسيح الموعود عافاه الله و أيده
بتاريخ : 15 إبريل 1907م.))
Dari kitab, Majmu’atul I’lanat, jilid 3 hal. 578.
Bab terakhir dalam persengketaan dengan Mawlawi Tsanaullah Al-Amratsari
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Kami memuji-Nya dan kami berselawat kepada utusan-Nya yang mulia.
Mereka meminta kabar darimu (Mirza Ghulam Ahmad), apakah berita ini haq? Katakanlah, demi Allah, berita ini benar-benar haq.
Hadhrat Mawlawi Tsanaullah, semoga keselamatan atas orang-orang yang mengikuti petunjuk.
Sesungguhnya
rangkaian pendustaan terhadap aku terus berlangsung di koran kalian,
”Ahli Hadits,” sejak lama. Di mana kalian berkata di dalam koran kalian
itu bahwa aku seorang pemalsu dan pembohong dan dajjal, dan pengakuan
aku bahwa aku Al-Masih yang dijanjikan adalah kebohongan dan penghinaan
terhadap Tuhan.
Sesungguhnya
aku telah disakiti oleh kalian. Tetapi aku tetap bersabar
(menghadapinya) dengan kesabaran yang baik. Akan tetapi, ketika aku
diperintahkan untuk menyampaikan kebenaran dari Allah dan kalian
memalingkan manusia dari aku, maka aku katakan bahwa jika aku ini
seorang pembohong dan dajjal (penipu), seperti yang kamu katakan tentang
aku terus menerus, maka kematian aku akan terjadi di masa hidupmu.
Hal ini dikarenakan aku tahu bahwa jatah hidup seorang pembuat kerusakan
dan pembohong tidak akan pernah lama. Pada akhirnya, dia (si pembohong)
akan segera mati putus asa dan dengan cara yang memalukan di masa
musuh-musuhnya masih hidup. Orang seperti itu lebih baik mati agar tidak
menyesesatkan hamba-hamba Allah. Jika aku bukan pembohong dan penipu,
justru aku mendapat kemuliaan dengan firman Tuhan dan perintah-Nya, dan
aku benar-benar Al-Masih yang dijanjikan, maka aku berharap dengan
karunia Allah dan sesuai dengan sunnah-Nya, agar tidak luput dari
hukuman yang layak diterima oleh para pembohong.
Jika
kamu selama aku hidup tidak menjadi korban hukuman yang bukan
disebabkan oleh tangan manusia, tetapi sepenuhnya dikarenakan tangan
Allah, misalnya tertimpa penyakit mematikan seperti penyakit pes atau
kolera atau penyakit yang lainnya, artinya aku bukan utusan Allah Ta’ala. Hal ini bukan merupakan ramalan atas dasar ilham, tetapi hal ini merupakan
bentuk merendahkan diri di hadapan Allah SWT, karena aku telah berdoa
kepada Allah SWT agar memutuskan hal ini di antara kita. Aku berdoa kepada Allah : Wahai
Tuhanku yang Maha Melihat, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Engkau tahu apa
yang ada di dalam diriku. Jika pengakuanku sebagai Al-Masih Al-Maw’ud
(Al-Masih yang dijanjikan) merupakan kebohongan kepada-Mu, dan
menurut-Mu bahwa aku ini adalah seorang pembohong dan penipu, di malam
dan siang hari. Wahai Tuhanku, aku berdoa kepada-Mu dengan penuh rendah
diri, agar Engkau mematikan aku sebelum Mawlawi Tsanaullah dan jadikan dirinya (Mawlawi Tsanaullah) dan jemaahnya merasa senang atas kematianku, amin. Wahai Tuhanku, Yang Maha Sempurna dan Maha Jujur, jika Mawlawi Tsanaullah
tidak berada di atas kebenaran atas tuduhannya terhadap aku, maka aku
berdoa dengan penuh rendah diri kepada-Mu agar Engkau mematikannya
selama aku masih hidup. Kematiannya ini bukan atas campur tangan
manusia, tetapi dengan penyakit yang mematikan seperti penyakit pes atau
kolera atau yang lainnya. Kecuali apabila dia (Tsanaullah)
mengumumkan taubatnya di hadapan aku dan dengan disaksikan oleh jemaatku
atas semua caci makinya dan semua kata-kata buruk yang menjadi
pekerjaan sehari-harinya yang selalu membuat aku kesakitan. Amin, wahai
Tuhan semesta alam ..)).
((Saya
melihat bahwa Mawlawi Tsanaullah ingin menghancurkan jemaatku melalui
fitnah-fitnahnya dan ingin menghancurkan bangunan yang telah aku bangun
oleh kedua tangan-Mu, wahai Tuhanku, yang telah mengutus aku. Oleh
sebab itu, aku merendahkan diri di hadapan-Mu dengan memegang
keagungan-dan rahmat-Mu, agar Engkau memutuskan antara aku dan antara
Tsanaullah dengan benar. Barangsiapa yang menurut pandangan-Mu bahwa dia
itu seorang penipu dan pembohong, maka jadikanlah dia harus
meninggalkan dunia ini (mati) pada saat si jujur masih hidup. Atau Engkau menimpakan kepadanya dengan berbagai macam ujian (kesulitan) yang berujung kepada kematian. Wahai
Tuhanku yang Tercinta, putuskanlah di antara kami ini dengan cara
seperti ini. Amin, amin. Wahai Tuhan kami, bukalah antara kami dan
antara kaum kami dengan benar, sesungguhnya Engkau lah sebaik-baik
pembuka. Amin.
Akhirnya,
aku berharap dari Mawlawi agar menyebar luaskan pernyataan ini di dalam
kegiatannya, dan menuliskan kalimat apa saja di bawah surat ini. Sejak saat ini, keputusan di antara kita berada di tangan Allah.
Penulis: Abdullah Ash-Shamad, Mirza Ghulam Ahmad Al-Masih Al-Maw’ud, semoga Allah menjaga dan mengokohkannya.
Tanggal : 15 April, 1907.
9. PARA SAKSI KEMATIAN MIRZA GHULAM AHMAD
NABI YANG MATI DI KAKUS |
Mirza
Ghulam Ahmad mati karena kolera pada 26 Mei 1908 atau 13 bulan 11 hari
dari penandatanganan surat mubahalahnya dengan Syaikh Abul Wafa
tertanggal 15 April 1907. Siapakah orangnya yang menjadi saksi kematian
Mirza Ghulam Ahmad itu?
Para
pengikut Mirza Ghulam Ahmad meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad mati
dengan penuh ketenangan dan di akhir hayatnya, dia mengucapkan kalimat
sebagai berikut,
يَا حَبِيْبِيْ، يَا حَبِيْبِيْ، يَا اللهُ، يَا حَبِيْبِيْ، َا اللهُ، يَا حَبِيْبِيْ.
“Wahai kekasihku, wahai kekasihku, wahai Allah, wahai kekasihku, wahai Allah, wahai kekasihku,”
Akan
tetapi, marilah kita lihat, sejauh mana kejujuran mereka (para pengikut
Mirza Ghulam Ahmad) dalam pengakuan mereka ini. Mari kita bandingkan
dengan pengakuan orang-orang dekat Mirza Ghulam Ahmad yang menyaksikan
detik-detik terakhirnya.
Saksi Pertama ; Mira Nashir Nuwab, pengikut Mirza Ghulam Ahmad, yang merupakan mertuanya. Dia telah menulis sebuah buku yang berjudul, ”Hayat Nashir; Kehidupan Nashir”
yang menceritakan tentang detik-detik terakhir kehidupan Mirza
Ghulam Ahmad, menantunya. Dia telah menulis di halaman 14 dari
bukunya sebagai berikut, ”Sampai pada saat Mirza Ghulam Ahmad
dibawa ke Lahore, yang merupakan tempat di mana dia menuju akhirat,
sampai detik itu, aku terus menemaninya. Pada malam harinya di
mana Mirza Ghulam Ahmad mengeluh sakit, pada saat itu aku telah
pergi dari tempatku (menemani Mirza Ghulam Ahmad) dan pergi ke
kamar untuk tidur. Kemudian aku terbangun pada saat Mirza Ghulam
Ahmad mengerang kesakitan. Ketika aku tiba di hadapannya, aku pun
bisa melihat keadaannya. Pada saat itu, dia berkata kepadaku, ”Tuan
Mira, aku terserang wabah kolera!” Setelah Mirza Ghulam Ahmad
mengatakan hal itu, aku tidak bisa mengerti lagi apa yang dia
katakan. Keadaannya terus seperti ini sampai pukul 10 pagi besok
harinya di mana dia meninggal dunia.”
Inilah buktinya, di dalam kitab Hayaat-e-Naasir hal. 14 :
Saksi Kedua ; Mirza Basyir Ahmad, anak Mirza Ghulam Ahmad yang telah menerangkan keadaan bapaknya, Mirza Ghulam Ahmad di dalam kitabnya, Siratul Mahdi, jilid 1, hal. 9 sampai hal. 11. Inilah petikannya, ”Mirza Basyir Ahmad menceritakan bahwa sampai tanggal 25 Mei 1908, keadaan Mirza Ghulam Ahmad terlihat baik-baik saja, maksudnya di hari Senin sore. Pada malam harinya, setelah shalat Isya, aku (Mirza Basyir Ahmad) pulang ke rumah dan aku lihat bapakku (Mirza Ghulam Ahmad) sedang duduk di kursi bersama ibunda saya tercinta, keduanya sedang makan malam. Terus aku pun pergi ke kamar untuk tidur. Tetapi di akhir malam, sebelum subuh, aku terbangun. Aku terbangun dengan sendirinya karena mendengar suara derap kaki orang-orang dan suara gaduh mereka di sekitarku. Kemudian aku melihat bapakku sedang sakit parah; terserang wabah kolera. Keadaannya terlihat gelisah dan para dokter dan orang-orang yang hadir di sekelilingnya, disibukkan dengan menyiapkan segala sesuatu di semua penjuru ranjangnya. Akan tetapi, keadaannya tetap gelisah sampai terbit fajar (Subuh). Ketika fajar Subuh telah menyingsing, bapakku bertanya, ’Apakah waktu Subuh telah tiba?’ Kemudian bapakku bertayamum sambil berbaring di atas kasurnya, kemudian shalat Subuh. Akan tetapi, baru beberapa saat, bapakku jatuh pingsan, sehingga tidak bisa menyelesaikan shalatnya. Setelah siuman, bapakku bertanya kembali, ’Apakah waktu shalat Subuh telah tiba?’ Maka orang-orang pun menjawab bahwa waktu shalat Subuh telah tiba. Kemudian bapakku berniat shalat kembali. Akan tetapi, aku tidak tahu, apakah bapakku bisa menuntaskan shalatnya, ataukah tidak. Pada saat itu, keadaanya semakin parah. Pada pukul 8:00 atau 8:30 pagi, dokter menanyakan rasa sakit yang sedang dirasakan bapakku. Akan tetapi, bapakku tidak kuasa untuk menjawabnya. Akhirnya, bapakku diberi sehelai kertas dan balpoin. Bapakku berusaha untuk menuliskan sesuatu dan berusaha untuk bangun dari kasurnya. Bapakku bertelekan dengan tangan kirinya, akan tetapi bapakku tidak kuasa untuk menulis sesuatu, walau hanya dua atau empat kata sampai balpoinnya terpeleset di atas kertas tersebut karena rasa lemah yang sangat yang sedang menderanya. Kemudian bapakku kembali berbaring di atas kasurnya. Pada pukul 09:00 pagi, keadaan bapakku bertambah parah, terlihat sedang sakaratul maut. Tetapi, sakaratul maut bapakku ini tidak mengeluarkan suara, hanya nafas bapakku seperti tertahan, kemudian berhembus. Pada saat itu, aku berada di ranjang bagian atas (dekat kepala). Pada saat itu, dokter Muhammad Husein Syah Al-Lahore telah memberinya obat. Akan tetapi, keadaan bapakku tetap tidak membaik. Kemudian bapakku kembali sakaratul maut dan nafasnya yang terputus-putus terasa lama, sampai akhirnya bapakku menghembuskan nafasnya yang terakhir dan bertemu dengan Allah.”
Inilah buktinya, di dalam kitab Siratul Mahdi, hal. 9, 10 dan 11 :
Saksi Ketiga ; Nushrat Jihan, isteri Mirza Ghulam Ahmad. Mirza Basyir Ahmad menambahkan di dalam kitabnya, Siratul Mahdi jilid 1 hal. 11 sebagai berikut, ”Ketika isteri Mirza Ghulam Ahmad menggambarkan detik-detik terakhir dari kehidupan Mirza Ghulam Ahmad (MGA), maka istri Mirza berkata tentang toilet darurat yang disiapkannya untuk Mirza di samping tempat tidur kematiannya, di mana Nushrat Jihan (isteri MGA) berkata sebagai berikut, ”Sejenak kemudian, Mirza Ghulam Ahmad terserang lagi kolera. Tapi kali ini, badannya sangat lemah, sehingga ia tidak kuat untuk pergi ke WC. Maka aku (Nushrat Jihan) berdiri di dekat ranjangnya, di mana ia (MGA) berjongkok di sana untuk buang air besar (di toilet darurat). Lalu dia pun bangkit dan berbaring (kembali) di atas ranjangnya, dan kemudian aku memijati kakinya. Tetapi, badannya sangat lemah. Sejurus kemudian, MGA terkena serangan kolera lagi (rasa mulas yang menyakitkan), dan kemudian muntah. Setelah dia (MGA) selesai dari muntahnya, dia mencoba untuk berbaring kembali. Tetapi, karena badannya sudah lemah, dan kelemahan kali ini sangat-sangat lemah, sehingga kedua tangannya tidak kuat lagi (berpegangan), maka MGA pun terjengkang ke belakang dan kepalanya membentur kayu ranjangnya,’ ” (Siratul Mahdi, jilid 1, hal. 11).
Inilah buktinya, di dalam kitab Hayaat-e-Naasir hal. 14 :
Saksi Kedua ; Mirza Basyir Ahmad, anak Mirza Ghulam Ahmad yang telah menerangkan keadaan bapaknya, Mirza Ghulam Ahmad di dalam kitabnya, Siratul Mahdi, jilid 1, hal. 9 sampai hal. 11. Inilah petikannya, ”Mirza Basyir Ahmad menceritakan bahwa sampai tanggal 25 Mei 1908, keadaan Mirza Ghulam Ahmad terlihat baik-baik saja, maksudnya di hari Senin sore. Pada malam harinya, setelah shalat Isya, aku (Mirza Basyir Ahmad) pulang ke rumah dan aku lihat bapakku (Mirza Ghulam Ahmad) sedang duduk di kursi bersama ibunda saya tercinta, keduanya sedang makan malam. Terus aku pun pergi ke kamar untuk tidur. Tetapi di akhir malam, sebelum subuh, aku terbangun. Aku terbangun dengan sendirinya karena mendengar suara derap kaki orang-orang dan suara gaduh mereka di sekitarku. Kemudian aku melihat bapakku sedang sakit parah; terserang wabah kolera. Keadaannya terlihat gelisah dan para dokter dan orang-orang yang hadir di sekelilingnya, disibukkan dengan menyiapkan segala sesuatu di semua penjuru ranjangnya. Akan tetapi, keadaannya tetap gelisah sampai terbit fajar (Subuh). Ketika fajar Subuh telah menyingsing, bapakku bertanya, ’Apakah waktu Subuh telah tiba?’ Kemudian bapakku bertayamum sambil berbaring di atas kasurnya, kemudian shalat Subuh. Akan tetapi, baru beberapa saat, bapakku jatuh pingsan, sehingga tidak bisa menyelesaikan shalatnya. Setelah siuman, bapakku bertanya kembali, ’Apakah waktu shalat Subuh telah tiba?’ Maka orang-orang pun menjawab bahwa waktu shalat Subuh telah tiba. Kemudian bapakku berniat shalat kembali. Akan tetapi, aku tidak tahu, apakah bapakku bisa menuntaskan shalatnya, ataukah tidak. Pada saat itu, keadaanya semakin parah. Pada pukul 8:00 atau 8:30 pagi, dokter menanyakan rasa sakit yang sedang dirasakan bapakku. Akan tetapi, bapakku tidak kuasa untuk menjawabnya. Akhirnya, bapakku diberi sehelai kertas dan balpoin. Bapakku berusaha untuk menuliskan sesuatu dan berusaha untuk bangun dari kasurnya. Bapakku bertelekan dengan tangan kirinya, akan tetapi bapakku tidak kuasa untuk menulis sesuatu, walau hanya dua atau empat kata sampai balpoinnya terpeleset di atas kertas tersebut karena rasa lemah yang sangat yang sedang menderanya. Kemudian bapakku kembali berbaring di atas kasurnya. Pada pukul 09:00 pagi, keadaan bapakku bertambah parah, terlihat sedang sakaratul maut. Tetapi, sakaratul maut bapakku ini tidak mengeluarkan suara, hanya nafas bapakku seperti tertahan, kemudian berhembus. Pada saat itu, aku berada di ranjang bagian atas (dekat kepala). Pada saat itu, dokter Muhammad Husein Syah Al-Lahore telah memberinya obat. Akan tetapi, keadaan bapakku tetap tidak membaik. Kemudian bapakku kembali sakaratul maut dan nafasnya yang terputus-putus terasa lama, sampai akhirnya bapakku menghembuskan nafasnya yang terakhir dan bertemu dengan Allah.”
Inilah buktinya, di dalam kitab Siratul Mahdi, hal. 9, 10 dan 11 :
Saksi Ketiga ; Nushrat Jihan, isteri Mirza Ghulam Ahmad. Mirza Basyir Ahmad menambahkan di dalam kitabnya, Siratul Mahdi jilid 1 hal. 11 sebagai berikut, ”Ketika isteri Mirza Ghulam Ahmad menggambarkan detik-detik terakhir dari kehidupan Mirza Ghulam Ahmad (MGA), maka istri Mirza berkata tentang toilet darurat yang disiapkannya untuk Mirza di samping tempat tidur kematiannya, di mana Nushrat Jihan (isteri MGA) berkata sebagai berikut, ”Sejenak kemudian, Mirza Ghulam Ahmad terserang lagi kolera. Tapi kali ini, badannya sangat lemah, sehingga ia tidak kuat untuk pergi ke WC. Maka aku (Nushrat Jihan) berdiri di dekat ranjangnya, di mana ia (MGA) berjongkok di sana untuk buang air besar (di toilet darurat). Lalu dia pun bangkit dan berbaring (kembali) di atas ranjangnya, dan kemudian aku memijati kakinya. Tetapi, badannya sangat lemah. Sejurus kemudian, MGA terkena serangan kolera lagi (rasa mulas yang menyakitkan), dan kemudian muntah. Setelah dia (MGA) selesai dari muntahnya, dia mencoba untuk berbaring kembali. Tetapi, karena badannya sudah lemah, dan kelemahan kali ini sangat-sangat lemah, sehingga kedua tangannya tidak kuat lagi (berpegangan), maka MGA pun terjengkang ke belakang dan kepalanya membentur kayu ranjangnya,’ ” (Siratul Mahdi, jilid 1, hal. 11).
Inilah buktinya, di dalam kitab Siratul Mahdi, jilid 1, hal. 11 :
Sekianlah,
sedikit kutipan mengenai kesesatan ajaran Ahmadiyah. Mudah-mudahan,
terjemahan ini bisa dimanfaatkan untuk berdakwah ke kalangan Ahmadiyah.
Mudah-mudahan, saudara-saudara kita yang sudah menjadi pengikut
Ahmadiyah bisa segera bertaubat dan kembali ke ajaran Islam yang benar
yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Amin yaa rabaal ’aalamiin.
Tidak ada komentar
Posting Komentar