Surah Al-Kahfi Ayat 65-82 Menceritakan Nabi Khidir

Al-Khidr adalah seorang nabi misterius yang dituturkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dalam Surah Al-Kahfi ayat 65-82. Selain kisah tentang nabi Khidir yang mengajarkan tentang ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa asal usul dan kisah lainnya tentang Nabi Khidir a.s  tidak banyak disebutkan.

Al-Khidr secara harfiah berarti ‘Seseorang yang Hijau’ melambangkan kesegaran jiwa, warna hijau melambangkan kesegaran akan pengetahuan “berlarut langsung dari sumber kehidupan.” , dikatakan bahwa Khidr memiliki telah diberikan sebuah nama, yang paling terkenal adalah Balyā bin Malkān.


Teguran Allah kepada Nabi Musa a.s

Kisah Musa dan Khidr dituturkan oleh Al-Qur’an dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab menceritakan bahawa beliau mendengar nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”

Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.

Musa kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Yusya bin Nun.

Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.

Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya’ tertidur dan ketika terjaga, beliau lupa untuk menceritakannya kepada Musa Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya,

Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-Kahfi : 62)


Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa,

“Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63)

Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan.

Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64)


Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa pun mengucapkan salam kepadanya. Khidir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu” Jawab Musa, “Aku adalah Musa.” Khidir bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’il?” Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada tuan.”

Khidir menegaskan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku.” (Surah Al-Kahfi : 67) “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebahagian daripada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.”

Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69)

Dia (Khidir) selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70)

Demikianlah seterusnya Musa mengikuti Khidir dan terjadilah beberapa peristiwa yang menguji diri Musa yang telah berjanji bahawa baginda tidak akan bertanya sebab sesuatu tindakan diambil oleh Nabi Khidir. Setiap tindakan Nabi Khidir a.s. itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa terperanjat.

Kejadian yang pertama adalah saat Nabi Khidir menghancurkan perahu yang ditumpangi mereka bersama. Nabi Musa tidak kuasa untuk menahan hatinya untuk bertanya kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir memperingatkan janji Nabi Musa, dan akhirnya Nabi Musa meminta maaf karena kalancangannya mengingkari janjinya untuk tidak bertanya terhadap setiap tindakan Nabi Khidir.

Selanjutnya setelah mereka sampai di suatu daratan, Nabi Khidir membunuh seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khidir tersebut membuat Nabi Musa tak kuasa untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir kembali mengingatkan janji Nabi Musa, dan beliau diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Khidir, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidir.

Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu wilayah perumahan. Mereka kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada penduduk sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir malah menyuruh Nabi Musa untuk bersama-samanya memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa tidak kuasa kembali untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir ini yang membantu memperbaiki tembok rumah setelah penduduk menzalimi mereka. Akhirnya Nabi Khidir menegaskan pada Nabi Musa bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa untuk menjadi muridnya dan Nabi Musa tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan perjalannya bersama dengan Nabi Khidir.

Selanjutnya Nabi Khidir menjelaskan mengapa beliau melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa bertanya. Kejadian pertama adalah Nabi Khidir menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya.

Kejadian yang kedua, Nabi Khidir menjelaskan bahwa beliau membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang shalih dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya.

Kejadian yang ketiga (terakhir), Nabi Khidir menjelaskan bahwa rumah yang dinding diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal di kota tersebut. Didalam rumah tersebut tersimpan harta benda yang ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya.

Akhirnya Nabi Musa as. sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah dikerjakan Nabi Khidir a.s. Akhirya mengerti pula Nabi Musa dan merasa amat bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba Allah yang shalih yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat dituntut atau dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu ini diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Khidir yang bertindak sebagai seorang guru banyak memberikan nasihat dan menyampaikan ilmu seperti yang diminta oleh Nabi Musa dan Nabi Musa menerima nasihat tersebut dengan penuh rasa gembira.

Saat mereka didalam perahu yang ditumpangi, datanglah seekor burung lalu hinggap di ujung perahu itu. Burung itu meneguk air dengan paruhnya, lalu Nabi Khidir berkata, “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding dengan ilmu Allah, Ilmu Allah tidak akan pernah berkurang seperti air laut ini karena diteguk sedikit airnya oleh burung ini.”

Sebelum berpisah, Khidir berpesan kepada Musa: “Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang kamu lakukan, wahai Ibnu `Imran.”


Hikmah kisah Nabi Khidir a.s

Dari kisah Khidir ini kita dapat mengambil pelajaran penting. Di antaranya adalah Ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya (Ilmu Ladunni, yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih)

Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak diluar perintah dari guru. Kisah Nabi Khidir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.



Nabi Khidir a.s adalah Nabi yang masih Hidup bahkan Sheikh Yusuf Al-Qaradawi pun menfatwakannya


Qaradawi Fatwa: Is Prophet Khidr still alive

 
Al-Khidr is a righteous servant and is mentioned by Allah in Surat Al-Kahf, namely as a friend of the Prophet Musa, where Moses learned to him.

Al-Khidr requires him to be patient. So Moses menyanggupinya.Al-Khidr said, "How can you be patient for something that you do not have enough knowledge about it?"


Al-Khidr is a servant who was given by God's grace and the knowledge of His will. Moses continued to run with him and saw Al-Khidr had perforate the boat. Then Moses said, "Did you make a breach in order to drown its passengers?" The next story has been mentioned in Surat Al-Kahf.


Moses was surprised at his actions, until Al-Khidr explained to him the causes of the deeds done that. At the end of his talk, Al-Khidr said, "It is not I do it my own accord. So it is a description of actions that you can not be patient over it." That is, all the action was merely because the will of Allah SWT.


Some people have said about al-Khidr, "He lived after Moses until the time of Jesus, then the time of the Prophet Muhammad, he is still alive, and will live until Doomsday."


People write stories, histories and myths that Al-Khidr meet So and so and put kirqah (clothing) to So and so and give a message to So and so.

Totally unfair opinion that said that Al-Khidr still alive, as the notion some people-but on the contrary, there are the arguments from the Qur'an, Sunnah, and ijma sense among the scholars of this Ummah that Al-Khidr is gone .


I consider it simply by quoting from the book Al-Manaarul Muniif Haditsish Saheeh wa fil-Da'eef essay adh Ibn al-Qayyim. Ibn al-Qayyim mentions in the book rahimahullah characteristics of maudlu hadith, which is not acceptable in religion. Among the character is "the traditions which told of al-Khidr and his life."Everything is a lie. None of the saheeh hadith.


Among maudlu hadith is the hadith that reads, "That the Prophet wasin the mosque, when he heard talk of it toward the back. Then he saw, it turns out he was Al-Khidr."



Also the hadith, "Al-Khidr and Ilyas met every year." And hadith, "Gabriel, Michael and Al-Khidr met at Arafat."


Ibrahim al-Harbi was asked about the age of Al-Khidr long and that he was still alive. Then he replied "It is not anyone put this understanding to the people, except the devil."


Imam Bukhari was asked about al-Khidr and Ilyas, are both still alive? So he replied, "How did that happen?" The Holy Prophet has said, "It is not going to live until a hundred years for people who are on this earth." (Bukhari, Muslim).
Many other priests who when asked about it, then they respond by using the Koran as the proposition: "We do not make eternal life for a human being before you (Muhammad), then if you die, whether they be eternal?" (Surat al-Anbiyaa ': 34).


Syekhul rahimahullah Islam Ibn Taymiyah was asked about it, he replied, "If Al-Khidr is alive, surely he must come to the Prophet and strive with him, and learn from it."


If Al-Khidr is human, then he will not be eternal, because it rejected Glorious Qur'an and the Sunnah of the holy. If he were alive, surely he came to the Prophet SAW. Prophet has said, "By God, if Moses were alive, surely he would follow me." (Ahmad).


If Al-Khidr a prophet, then he is not more mainstream than Moses. And if a guardian, is not it more important than Abu Bakr RA. Is the lesson so that it lives up to now, as the opinion of those who, in the vast desert, desert and mountains? For what hath syar'iyah or nonsensical behind this?


Those have always loved the stories magical and fantastic tales.They describe it according to their wishes, while the result of imagination, their use as religious clothing. This story was distributed among some ordinary people and they consider it comes from their religion, but not from religion altogether. Saga-saga told on Al-Khidr is a human invention and are not revealed by God to go against it.


As to the question, whether he is a prophet or a guardian? The scholars have different opinions about it. It seems more appropriate al-Khidr was a prophet, as stated in the noble verse of Surat Al-Kahf, "... and I do not own accord ..." (Surat al-Kahf: 82).


Those words are the arguments that he did it based on the commandments of God and His revelation, not from himself.More precisely Al-Khidr was a prophet not a guardian.



Fatwa Ulama: Mengapa Nabi Khidir Boleh Tidak Ta’at Pada Nabi Musa?



Fatwa Syaikh Abdullah Al Faqih


 
Khidir adalah seorang Nabi yang diberi wahyu oleh Allah berupa ilmu yang tidak diketahui oleh Nabi Musa ‘alaihissalam. Allah Ta’ala berfirman:


فَوَجَدَا عَبْداً مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْماً

 
‘Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami‘ (QS. Al Kahfi: 65)

Kemudian Nabi Khidir menceritakan alasan-alasan atas hal-hal yang Nabi Musa tidak bersabar dalam menghadapinya dan berkata:



وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي

 
‘Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya‘ (QS. Al Kahfi: 82)

Syariat Nabi Musa ‘alahissalam ketika itu tidak berlaku untuk seluruh manusia. Tidak sebagaimana syari’at yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu’alaihi Wasallam. Sehingga Nabi Khidir diperkenankan untuk tidak mengikuti syari’at Nabi Musa.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:



إن موسى عليه السلام لم تكن دعوته عامة ولم يكن يجب على الخضر اتباع موسى عليهما السلام، بل قال الخضر لموسى إني على علم من الله علمنيه الله ما لا تعلمه وأنت على علم من الله علمكه الله لا أعلمه

 
‘Dakwah Musa alaihissalam tidak kepada seluruh manusia, dan Nabi Khidir termasuk yang tidak wajib untuk mengikuti syariat Nabi Musa ‘alaihissalam. Bahkan Nabi Khidir berkata kepada Nabi Musa: ‘Aku melakukan sesuatu berdasarkan ilmu yang diajarkan Allah kepadaku, yang engkau tidak tahu. Dan engkau melakukan sesuatu berdasarkan ilmu yang diajarkan Allah kepadamu, yang aku tidak tahu’ ‘ (Majmu’ Fatawa, 27/59).

Wallahu’alam.
_____________________________

Tidak ada komentar

Posting Komentar