Adakah Nabi Dari Kalangan Kaum Wanita?
Pemikiran barat telah mampu menanamkan virus perusak keyakinan dalam jiwa umat islam. Persamaan hak dan derajat kaum hawa dengan kaum adam membuat pemikir liberal dan plural dengan seenaknya menafsiri Al-Qur’an sebebas-bebasnya. Mereka tak lagi mau berpijak pada kaidah dan pemikiran orang-orang salaf yang lebih paham terhadap kandungan al-Qur’an.
Suatu contoh adalah penafsiran mereka tentang kata “auhaina” dengan arti wahyu dalam ayat “wa uhaina ila ummi musa an ardhiih, faidza khifti alaihi falqihi fil yammi” (dan kami ilhamkan kepada Ibu Musa “susuilah dia dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai Nil”) (QS Al-Qhasah 28 : 07); dan kisah Ibrahim dan siti Sarah yang diberi kabar akan datangnya karunia baru berupa seorang nabi yang akan lahir dari keduanya, sekalipun sudah tua renta dan tidak memungkinkan lagi memiliki keturunan (QS Hud[11]: 69-73); serta cerita siti maryam ketika didatangi malaikat Jibril yang membawa kabar keberadaan nabi isa yang akan lahir darinya (QS Ali Imran 3 : 42-43).
Interpresi semacam ini sebenarnya telah diproklamasikan oleh Ibnu Hazm dan para pengikutnya, yaitu tentang ke Nabian Siti Sarah ibu Nabi Musa dan Siti Maryam, yang berlandaskan perkataan Jibril kepada Siti Maryam dan Siti Sarah serta kata uhaina pada ibu nabi Musa diatas (Tafsir Ibnu Katsir jilid III hal 158).
Dengan berlandaskan pada zhahir ayat-ayat diatas, mereka (pemikir liberal dan plural) berasumsi bahwa seorang nabi itu tidak hanya tertentu pada kaum Adam bahkan kaum Hawa pun ada yang menjadi nabi.
Memang benar apa yang anda sampaikan bahwa beberapa wanita di dalam Al-Quran dikisahkan telah mendapat wahyu dari Allah SWT, baik secara langsung maupun lewat malaikat. Untuk itu mari kita buka satu persatu kisah mereka yang diabadikan di dala Al-Quran dan kita pusatkan perhatian kita kepada bentuk pemberian wahyu.
Suatu contoh adalah penafsiran mereka tentang kata “auhaina” dengan arti wahyu dalam ayat “wa uhaina ila ummi musa an ardhiih, faidza khifti alaihi falqihi fil yammi” (dan kami ilhamkan kepada Ibu Musa “susuilah dia dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai Nil”) (QS Al-Qhasah 28 : 07); dan kisah Ibrahim dan siti Sarah yang diberi kabar akan datangnya karunia baru berupa seorang nabi yang akan lahir dari keduanya, sekalipun sudah tua renta dan tidak memungkinkan lagi memiliki keturunan (QS Hud[11]: 69-73); serta cerita siti maryam ketika didatangi malaikat Jibril yang membawa kabar keberadaan nabi isa yang akan lahir darinya (QS Ali Imran 3 : 42-43).
Interpresi semacam ini sebenarnya telah diproklamasikan oleh Ibnu Hazm dan para pengikutnya, yaitu tentang ke Nabian Siti Sarah ibu Nabi Musa dan Siti Maryam, yang berlandaskan perkataan Jibril kepada Siti Maryam dan Siti Sarah serta kata uhaina pada ibu nabi Musa diatas (Tafsir Ibnu Katsir jilid III hal 158).
Dengan berlandaskan pada zhahir ayat-ayat diatas, mereka (pemikir liberal dan plural) berasumsi bahwa seorang nabi itu tidak hanya tertentu pada kaum Adam bahkan kaum Hawa pun ada yang menjadi nabi.
Memang benar apa yang anda sampaikan bahwa beberapa wanita di dalam Al-Quran dikisahkan telah mendapat wahyu dari Allah SWT, baik secara langsung maupun lewat malaikat. Untuk itu mari kita buka satu persatu kisah mereka yang diabadikan di dala Al-Quran dan kita pusatkan perhatian kita kepada bentuk pemberian wahyu.
1. Ibunda Nabi Musa ‘alaihissalam Menerima Wahyu
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
Dan Kami wahyukan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (QS. Al-Qashash: 7)
Di dalam ayat ini nyata tegas bahwa Allah SWT telah memberikan wahyu kepada Ibunda nabi Musa alaihissalam, yaitu untuk menyusuinya dan kemudia melemparkannya ke sungai Nil. Maka benarlah bahwa beliau telah menerima wahyu, karena Al-Quran memang telah menyebutkanya.
Di dalam ayat ini nyata tegas bahwa Allah SWT telah memberikan wahyu kepada Ibunda nabi Musa alaihissalam, yaitu untuk menyusuinya dan kemudia melemparkannya ke sungai Nil. Maka benarlah bahwa beliau telah menerima wahyu, karena Al-Quran memang telah menyebutkanya.
2. Ibunda Nabi Isa ‘alaihissalam Maryam Menerima Wahyu
فَاتَّخَذَتْ مِن دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَن مِنكَ إِن كُنتَ تَقِيًّا
Maka Maryam mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.Maryam berkata, "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa." (QS. Maryam: 17-18)
Sekali lagi ditegaskan di dalam Al-Quran bahwa Ibunda nabi Isa alaihissalam, Maryam Al-Batul, telah dikirimkan kepadanya seorang malaikat, yaitu Jibril ‘alaihissalam dan memberikan wahyu dari Allah.
Maka benarnya bahwa seorang Maryam telah menerima wahyu dari Allah SWT, bahkan terjadi dialog antara dirinya dan malaikat Jibril utusan Allah.
Bahkan Jibril nyata tegas menyebutkan bahwa Allah SWT telah memilihnya, mensucikannya dan memilihnya dari wanita-wanita di seluruh alam.
Sekali lagi ditegaskan di dalam Al-Quran bahwa Ibunda nabi Isa alaihissalam, Maryam Al-Batul, telah dikirimkan kepadanya seorang malaikat, yaitu Jibril ‘alaihissalam dan memberikan wahyu dari Allah.
Maka benarnya bahwa seorang Maryam telah menerima wahyu dari Allah SWT, bahkan terjadi dialog antara dirinya dan malaikat Jibril utusan Allah.
Bahkan Jibril nyata tegas menyebutkan bahwa Allah SWT telah memilihnya, mensucikannya dan memilihnya dari wanita-wanita di seluruh alam.
وَإِذْ قَالَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسَاء الْعَالَمِينَ يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ
Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk. (QS. Ali Imran: 42-43)
Demikian juga dengan kisah para wanita di dalam Al-Quran yang lainnya, seperti Hawwa, Asiyah dan juga Sarah. Mereka memang disebutkan telah menerima wahyu atau diutus kepada mereka malainkat dari Allah SWT.
Namun apakah mereka langsung berstatus sebagai nabi? Dan apakah setiap orang yang didatangi malaikat pembawa wahyu juga otomatis menjadi nabi?
Mari kita cermati masalah ini secara lebih mendalam. Karena kita juga menemukan kisah-kisah lainnya yang secara tegas menggambarkan bahwa Allah SWT berbicara atau menurunkan wahyu kepada mereka, namun mereka tidak disebut sebagai nabi. Dan tidak semua orang yang didatangi Malaikat Jibril adalah Nabi.
Demikian juga dengan kisah para wanita di dalam Al-Quran yang lainnya, seperti Hawwa, Asiyah dan juga Sarah. Mereka memang disebutkan telah menerima wahyu atau diutus kepada mereka malainkat dari Allah SWT.
Namun apakah mereka langsung berstatus sebagai nabi? Dan apakah setiap orang yang didatangi malaikat pembawa wahyu juga otomatis menjadi nabi?
Mari kita cermati masalah ini secara lebih mendalam. Karena kita juga menemukan kisah-kisah lainnya yang secara tegas menggambarkan bahwa Allah SWT berbicara atau menurunkan wahyu kepada mereka, namun mereka tidak disebut sebagai nabi. Dan tidak semua orang yang didatangi Malaikat Jibril adalah Nabi.
1. Tidak Semua Yang Diajak Bicara Oleh Allah Berarti Nabi
Ada orang yang diajak berbicara oleh Allah SWT dan kita baca kisahnya dalam Al-Quran, namun tidak secara otomatis dia menjadi nabi. Misalnya, kisah tentang Dzulqarnain yang amat masyhur dan sudah kita hafal. Di dalam Al-Quran kita membaca bahwa Allah SWT berkata-kata kepadanya.
حَتَّى إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِندَهَا قَوْمًا قُلْنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَن تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَن تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا
Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami (Allah SWT) berkata, "Hai Zulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka." (QS. Al-Kahfi: 86)
Tegas dan jelas bahwa Allah berkata-kata kepada Dzulqarnain di dalam ayat ini, namun para ulama umumnya mengatakan bahwa beliau bukanlah seorang nabi. Bahkan dalam dafar 25 nama nabi yang tertera di dalam Al-Quran, beliau pun tidak disebutkan namanya. Itu menunjukkan bahwa seorang Dzulqarnain bukanlah seorang nabi. Meski namanya tertera dengan jelas di dalam Al-Quran.
Tegas dan jelas bahwa Allah berkata-kata kepada Dzulqarnain di dalam ayat ini, namun para ulama umumnya mengatakan bahwa beliau bukanlah seorang nabi. Bahkan dalam dafar 25 nama nabi yang tertera di dalam Al-Quran, beliau pun tidak disebutkan namanya. Itu menunjukkan bahwa seorang Dzulqarnain bukanlah seorang nabi. Meski namanya tertera dengan jelas di dalam Al-Quran.
2. Tidak Semua Yang Diberi Wahyu Berarti Nabi
Di dalam Al-Quran, kita juga menemukan ungkapan di mana Allah SWT memberi wahyu kepada salah satu makhluknya, namun pemberian wahyu itu tidak selalu berarti mengangkatnya menjadi seorang nabi.
Bahkan Allah memberi wahyu kepada lebah untuk membuat sarang. Tentu tidak ada nabi berbentuk lebah, bukan?
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia", (QS. An-Nahl: 68)
Allah SWT juga memberi wahyu kepada langit yang tujuh, namun tidak ada nabi dalam bentuk langit.
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (QS. Fushshilat: 12)
Allah SWT juga menurunkan wahyu kepada bumi dan tidak ada nabi berbentuk bumi.
Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya, dan manusia bertanya, "Mengapa bumi (jadi begini)?", pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah mewahyukankepadanya. (QS. Az-Zalzalah: 1-5)
3. Tidak Semua ‘Yang Dipilih’ Berarti Nabi
Demikian juga tentang istilah: ‘Allah telah memilih’ seseorang, tidak selalu ‘orang yang dipilih’ otomatis menjadi nabi. Ada orang-orang tertentu yang disebutkan telah ‘dipilih, namun mereka tidak digolongkan sebagai nabi.
Misalnya keluarga Imran, nyata dan tegas disebutkan bahwa keluarga ini telah ‘dipilih’, namun tidak semua keluarga Imran itu menjadi nabi. Ada sebagian yang jadi nabi namun Imrannya sendiri malah bukan nabi.
إِنَّ اللّهَ اصْطَفَى آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (QS. Ali Imran: 33)
4. Tidak Semua Yang Didatangi Malaikat (Jibril) Berarti Nabi
Demikian juga dengan didatanginya beberapa orang oleh seorang malaikat, bukan selalu secara otomatis mereka yang didatanginya itu seorang nabi.
Para shahabat Rasulullah SAW pernah didatangi oleh malaikat Jibril yang menyerupai manusia, dengan ciri pakaiannya sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak seorang pun yang mengenalnya dan tidak ada bekas tanda datang dari perjalanan yang jauh.
Lalu Jibril berbicara dengan nabi Muhammad SAW dengan bahasa arab yang fasih hingga semua yang hadir dapat mendengar dan paham betul apa yang sedang dibicarakan. Dan setelahnya, Rasulullah SAW menegaskan bahwa yang datang tadi itu adalah Jibril untuk memberikan pelajaran agama kepada para shahabat.
Semua shahabat yang hadir di sana tentu mendengar bagaimana Jibril menyampaikan isi ajaran dar langit. Namun tidak satu pun dari shahabat itu yang diangkat menjadi nabi.
Pendapat Yang Mengatakan Adanya Nabi Perempuan
Namun kita tidak menutup-nutupi bahwa memang benar ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa ada nabi perempuan. Dengan menggunakan dalil di atas, yakni ada di antara mereka yang didatangi malaikat, atau dipilih atau mendapat wahyu.
Di antara mereka yang berpendapat demikian adalah Ibnu Hazam, Al-Qurthubi dan Abul Hasan Al-Asy’ari. Lihat kitab Fathul Bari jilid 6 halaman 447 dan 448. Kita juga bisa merujuk tentang hal ini pada kitab Lawami’ul Anwar Al-Bahiyah jilid 2 halaman 66.
Namun pendapat mereka ini tidak bisa dianggap mewakili pendapat umumnya para ulama, sebab Al-Qadhi Iyyadh menukil bahwa jumhur ulama sepakat bahwa tidak ada nabi perempuan.
Bahkan di dalam Al-Majmu’ Syarah Al-Muhazab, Al-Imam An-Nawawi mengatakan bahwaMaryam bukan seorang nabitidaklah sekedar pendapat mayoritas ulama, namun telah sampai kepada ijma’.
Dan Al-Hasan Al-Bashri di dalam Fathul Bari jilid 6 halaman 471 mengatakan bahwa tidak ada nabi dari kalangan perempuan dan dari kalangan jin.
Wallahu a’lam bish showab.
Post a Comment