Mengapa Dajjal tidak disebutkan di Al Qur’an tetapi di Hadits Banyak
Mungkin orang akan bertanya, jika sekiranya Dajjal dan Ya'juj wa-Ma'juj adalah dua sebutan yang berlainan untuk menamakan satu bangsa, mengapa Al-Qur'an hanya menyebutkan nama Ya'juj wa Ma'juj saja, dan tak sekali-kali menyebutkan nama Dajjal?
Sebaliknya, oleh kerana Ya'juj wa-Ma'juj itu nama suatu bangsa, maka tak seorangpun akan merasa keberatan memakai nama itu. Bahkan sebenarnya, bangsa Inggeris sendiri telah memasang patung Ya'juj wa-Ma'juj di depan Guildhall di London. Inilah sebabnya mengapa al-Quran hanya menggunakan nama Ya'juj wa-Ma'juj, dan tak menggunakan nama Dajjal yang artinya pembohong. Sebaliknya, kitab-kitab Hadits menggunakan kata Dajjal, karena nama Dajjal atau Antikris, dan nubuat-nubutan yang berhubungan dengan ini, disebutkan dalam Kitab Suci yang sudah-sudah. Oleh karena itu, perlu sekali dijelaskannya.
Dalam bahasa Arab, istilah dajjal lazim digunakan untuk menyebut “nabi palsu”. Namun, istilah ad-Dajjal, yang dimaksudkan di sini merujuk pada sosok “pembohong” yang muncul menjelang dunia berakhir atau kiamat. Sosok itu juga disebut sebagai al-Masih ad-Dajjal; yang dimaksudkan di sini adalah “Al-Masih Palsu”. Menurut beberapa sumber, istilah ini berasal dari istilah Syria, yakni Meshiha Deghala yang telah menjadi kosakata umum di Timur Tengah selama lebih dari 400 tahun sebelum al-Qur’an diturunkan.
Dalam kamus Lisân al-‘Arab, dikemukakan bahwa Dajjal berasal dari kata dajala, artinya menutupi. Mengapa dikatakan menutupi? Karena ia adalah pembohong yang akan menutupi segala kebenaran dengan kebohongan dan kepalsuannya. Dikatakan “menutupi” karena Dajjal kelak akan menutupi bumi dengan jumlah pengikutnya yang sangat banyak. Ada juga yang berpendapat bahwa Dajjal kelak akan menutupi manusia dengan kekafiran atau ingkar terhadap kebenaran yang datangnya dari Allah Swt.
Lalu, siapakah sesungguhnya Dajjal menurut rujukan utama dan pertama kita dalam menggali berbagai informasi, utamanya berkaitan dengan agama, yakni al-Qur’an al-Karim? Sayangnya, kata Dajjal ini tidak disebut secara langsung di dalam al-Qur’an. Namun, sumber kedua kita, yakni hadits Nabi Muhammad Saw. banyak menginformasikan tentang Dajjal ini.
Mengapa Dajjal tidak disebut secara langsung di dalam al-Qur’an? Pertanyaan ini perlu kita jawab terlebih dahulu sebelum menelusuri informasi tentang Dajjal dari hadits Nabi Saw. Jawaban yang sesungguhnya, sudah barang tentu, hanya Allah Swt. Yang Maha Mengetahui. Namun, Penyebutan Dajjal Dalam al-Qur-an
Para ulama bertanya-tanya tentang hikmah tidak disebutkannya Dajjal secara jelas di dalam al-Qur-an padahal fitnahnya sangat besar. Demikian pula peringatan para Nabi terhadapnya (dalam al-Qur-an), juga perintah agar me-mohon perlindungan dari fitnahnya di dalam shalat. Mereka menjawabnya dengan beberapa jawaban di antaranya:
1. "Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu,..". (QS. Al-Kahfi : 84).
Banyak Banyak hadits nabi menghubungkan Surat Al Kahfi dengan Hari Akhir
2. Sesungguhnya Dajjal diungkapkan dalam kandungan lafazh اَلآيَاتُ (tanda-tanda) yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
Sebaliknya, oleh kerana Ya'juj wa-Ma'juj itu nama suatu bangsa, maka tak seorangpun akan merasa keberatan memakai nama itu. Bahkan sebenarnya, bangsa Inggeris sendiri telah memasang patung Ya'juj wa-Ma'juj di depan Guildhall di London. Inilah sebabnya mengapa al-Quran hanya menggunakan nama Ya'juj wa-Ma'juj, dan tak menggunakan nama Dajjal yang artinya pembohong. Sebaliknya, kitab-kitab Hadits menggunakan kata Dajjal, karena nama Dajjal atau Antikris, dan nubuat-nubutan yang berhubungan dengan ini, disebutkan dalam Kitab Suci yang sudah-sudah. Oleh karena itu, perlu sekali dijelaskannya.
Dalam bahasa Arab, istilah dajjal lazim digunakan untuk menyebut “nabi palsu”. Namun, istilah ad-Dajjal, yang dimaksudkan di sini merujuk pada sosok “pembohong” yang muncul menjelang dunia berakhir atau kiamat. Sosok itu juga disebut sebagai al-Masih ad-Dajjal; yang dimaksudkan di sini adalah “Al-Masih Palsu”. Menurut beberapa sumber, istilah ini berasal dari istilah Syria, yakni Meshiha Deghala yang telah menjadi kosakata umum di Timur Tengah selama lebih dari 400 tahun sebelum al-Qur’an diturunkan.
Dalam kamus Lisân al-‘Arab, dikemukakan bahwa Dajjal berasal dari kata dajala, artinya menutupi. Mengapa dikatakan menutupi? Karena ia adalah pembohong yang akan menutupi segala kebenaran dengan kebohongan dan kepalsuannya. Dikatakan “menutupi” karena Dajjal kelak akan menutupi bumi dengan jumlah pengikutnya yang sangat banyak. Ada juga yang berpendapat bahwa Dajjal kelak akan menutupi manusia dengan kekafiran atau ingkar terhadap kebenaran yang datangnya dari Allah Swt.
Lalu, siapakah sesungguhnya Dajjal menurut rujukan utama dan pertama kita dalam menggali berbagai informasi, utamanya berkaitan dengan agama, yakni al-Qur’an al-Karim? Sayangnya, kata Dajjal ini tidak disebut secara langsung di dalam al-Qur’an. Namun, sumber kedua kita, yakni hadits Nabi Muhammad Saw. banyak menginformasikan tentang Dajjal ini.
Mengapa Dajjal tidak disebut secara langsung di dalam al-Qur’an? Pertanyaan ini perlu kita jawab terlebih dahulu sebelum menelusuri informasi tentang Dajjal dari hadits Nabi Saw. Jawaban yang sesungguhnya, sudah barang tentu, hanya Allah Swt. Yang Maha Mengetahui. Namun, Penyebutan Dajjal Dalam al-Qur-an
Para ulama bertanya-tanya tentang hikmah tidak disebutkannya Dajjal secara jelas di dalam al-Qur-an padahal fitnahnya sangat besar. Demikian pula peringatan para Nabi terhadapnya (dalam al-Qur-an), juga perintah agar me-mohon perlindungan dari fitnahnya di dalam shalat. Mereka menjawabnya dengan beberapa jawaban di antaranya:
1. "Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu,..". (QS. Al-Kahfi : 84).
Banyak Banyak hadits nabi menghubungkan Surat Al Kahfi dengan Hari Akhir
2. Sesungguhnya Dajjal diungkapkan dalam kandungan lafazh اَلآيَاتُ (tanda-tanda) yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا
“... pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Rabb-mu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu...” [Al-An’aam: 158]
Tanda-tanda yang dimaksud adalah Dajjal, terbitnya matahari dari barat, dan binatang. Semuanya diungkapkan dalam penafsiran ayat ini.
Imam Muslim dan at-Tirmidzi رحمهما الله meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Tanda-tanda yang dimaksud adalah Dajjal, terbitnya matahari dari barat, dan binatang. Semuanya diungkapkan dalam penafsiran ayat ini.
Imam Muslim dan at-Tirmidzi رحمهما الله meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثٌ إِذَا خَـرَجْنَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِـيْ إِيْمَانِهَا خَيْرًا: طُلُوْعُ الشَمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَالدَّجَّالُ، وَدَابَّةُ اْلأَرْضِ.
‘Ada tiga hal yang jika keluar, maka tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu atau (belum) berusaha berbuat kebaikan dengan imannya itu: terbitnya matahari dari barat, Dajjal, dan binatang bumi.’ [1]
3. Sesungguhnya al-Qur-an menyebutkan turunnya Nabi ‘Isa Alihissallam, dan Nabi ‘Isalah yang akan membunuh Dajjal. Maka menyebutkan Masiihul Huda sudah cukup, sehingga tidak perlu menyebutkan Masihudh Dhalaa-lah. Dan kebiasaan orang Arab adalah merasa cukup dengan menyebut-kan salah satu yang berlawanan tanpa menyebutkan yang lainnya.
4. Sesungguhnya dia (Dajjal) di sebutkan dalam firman-Nya:
3. Sesungguhnya al-Qur-an menyebutkan turunnya Nabi ‘Isa Alihissallam, dan Nabi ‘Isalah yang akan membunuh Dajjal. Maka menyebutkan Masiihul Huda sudah cukup, sehingga tidak perlu menyebutkan Masihudh Dhalaa-lah. Dan kebiasaan orang Arab adalah merasa cukup dengan menyebut-kan salah satu yang berlawanan tanpa menyebutkan yang lainnya.
4. Sesungguhnya dia (Dajjal) di sebutkan dalam firman-Nya:
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” [Al-Mu’min: 57]
Sesungguhnya yang dimaksud dengan manusia di sini adalah Dajjal, ayat ini termasuk pengungkapan semua komponen untuk sebagian darinya.
Abul ‘Aliyah rahimahullah[2] berkata, “Maknanya adalah lebih besar daripada penciptaan Dajjal ketika kaum Yahudi membesar-besarkannya.” [3]
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dan ini - jika memang telah tetap - merupakan sebaik-baiknya jawaban, maka termasuk tanggung jawab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menjelaskannya, wallaahu a’lam.” [4]
5. Sesungguhnya al-Qur-an tidak menyebutkan Dajjal secara jelas sebagai pelecehen terhadapnya karena dia telah mengaku sebagai tuhan padahal dia adalah manusia, di mana keadaan sangat bertentangan dengan kemuliaan Rabb, keagungan, kesempurnaan, dan kesuciaan-Nya dari segala kekurangan, karena dia sangat hina di sisi Allah dan sangat kecil sehingga tidak pantas untuk disebutkan (di dalam al-Qur-an). Walaupun demikian, para Nabi memberikan peringatan akan kedatangannya, menjelaskan bahaya fitnahnya, sebagaimana yang telah dijelaskan. Sesungguhnya se-tiap Nabi telah memberikan peringatan akan (kemunculannya) dan mem-berikan peringatan terhadap fitnahnya.
Jika ada bantahan (terhadap ungkapan tersebut) dengan pernyataan bahwa al-Qur-an pun telah menyebutkan Fir’aun padahal dia telah mengaku sebagai tuhan yang disembah, maka jawabannya bahwa masalah Fir’aun telah berlalu dan selesai, hal ini disebutkan sebagai pelajaran bagi manusia. Adapun masalah Dajjal, maka sesungguhnya ia akan terjadi pada akhir zaman. Tidak disebutkannya hal ini dalam al-Qur-an sebagai cobaan bagi manusia, padahal pengakuannya sebagai tuhan lebih jelas, sehingga tidak perlu diberikan perhatian atas kebathilannya karena Dajjal sangat nampak kekurangannya, jelas keburukannya, dan kerendahannya lebih jelas daripada pengakuan yang di-serukannya. Maka Allah tidak mengungkapkannya (di dalam al-Qur-an), karena Allah Ta’ala mengetahui dari para hamba-Nya yang beriman bahwa hal seperti ini tidak samar bagi mereka, dan tidak menambah mereka kecuali keimanan dan rasa berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang dikata-kan oleh si pemuda yang dibunuh oleh Dajjal, “Demi Allah, sungguh aku lebih yakin kepadamu pada hari ini bahwa engkau adalah Dajjal.”[5]
Terkadang sesuatu tidak disebutkan karena telah jelas, sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika sakit menjelang kematiannya tidak menulis surat bahwa yang akan menggantikannya adalah Abu Bakar Radhiyallahu anhu karena hal itu memang sudah jelas. Hal itu disebabkan kedudukan Abu Bakar yang agung di sisi para Sahabat Radhiyallahu anhuma, karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya yang dimaksud dengan manusia di sini adalah Dajjal, ayat ini termasuk pengungkapan semua komponen untuk sebagian darinya.
Abul ‘Aliyah rahimahullah[2] berkata, “Maknanya adalah lebih besar daripada penciptaan Dajjal ketika kaum Yahudi membesar-besarkannya.” [3]
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dan ini - jika memang telah tetap - merupakan sebaik-baiknya jawaban, maka termasuk tanggung jawab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menjelaskannya, wallaahu a’lam.” [4]
5. Sesungguhnya al-Qur-an tidak menyebutkan Dajjal secara jelas sebagai pelecehen terhadapnya karena dia telah mengaku sebagai tuhan padahal dia adalah manusia, di mana keadaan sangat bertentangan dengan kemuliaan Rabb, keagungan, kesempurnaan, dan kesuciaan-Nya dari segala kekurangan, karena dia sangat hina di sisi Allah dan sangat kecil sehingga tidak pantas untuk disebutkan (di dalam al-Qur-an). Walaupun demikian, para Nabi memberikan peringatan akan kedatangannya, menjelaskan bahaya fitnahnya, sebagaimana yang telah dijelaskan. Sesungguhnya se-tiap Nabi telah memberikan peringatan akan (kemunculannya) dan mem-berikan peringatan terhadap fitnahnya.
Jika ada bantahan (terhadap ungkapan tersebut) dengan pernyataan bahwa al-Qur-an pun telah menyebutkan Fir’aun padahal dia telah mengaku sebagai tuhan yang disembah, maka jawabannya bahwa masalah Fir’aun telah berlalu dan selesai, hal ini disebutkan sebagai pelajaran bagi manusia. Adapun masalah Dajjal, maka sesungguhnya ia akan terjadi pada akhir zaman. Tidak disebutkannya hal ini dalam al-Qur-an sebagai cobaan bagi manusia, padahal pengakuannya sebagai tuhan lebih jelas, sehingga tidak perlu diberikan perhatian atas kebathilannya karena Dajjal sangat nampak kekurangannya, jelas keburukannya, dan kerendahannya lebih jelas daripada pengakuan yang di-serukannya. Maka Allah tidak mengungkapkannya (di dalam al-Qur-an), karena Allah Ta’ala mengetahui dari para hamba-Nya yang beriman bahwa hal seperti ini tidak samar bagi mereka, dan tidak menambah mereka kecuali keimanan dan rasa berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang dikata-kan oleh si pemuda yang dibunuh oleh Dajjal, “Demi Allah, sungguh aku lebih yakin kepadamu pada hari ini bahwa engkau adalah Dajjal.”[5]
Terkadang sesuatu tidak disebutkan karena telah jelas, sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika sakit menjelang kematiannya tidak menulis surat bahwa yang akan menggantikannya adalah Abu Bakar Radhiyallahu anhu karena hal itu memang sudah jelas. Hal itu disebabkan kedudukan Abu Bakar yang agung di sisi para Sahabat Radhiyallahu anhuma, karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يَأْبَى اللهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ إِلاَّ أَبَا بَكْرٍ.
“Allah dan orang-orang yang beriman enggan, kecuali kepada Abu Bakar.” [6]
Ibnu Hajar rahimahullah mengungkapkan bahwa pertanyaan mengenai tidak adanya penyebutan secara jelas tentang Dajjal di dalam al-Qur-an senantiasa ada, karena sesungguhnya Allah Ta’ala menyebutkan Ya'-juj dan Ma'-juj di dalam al-Qur-an, sedangkan fitnah mereka dekat dengan fitnah Dajjal.”[7]
Demikianlah, kami kira jawaban pertama lebih dekat, wallaahu a’lam. Maka Dajjal telah diungkapkan di dalam kandungan beberapa ayat dalam al-Qur-an, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam-lah yang berkewajiban untuk menjelaskan keumuman ayat tersebut (dan beliau sudah menerangkannya).
Ibnu Hajar rahimahullah mengungkapkan bahwa pertanyaan mengenai tidak adanya penyebutan secara jelas tentang Dajjal di dalam al-Qur-an senantiasa ada, karena sesungguhnya Allah Ta’ala menyebutkan Ya'-juj dan Ma'-juj di dalam al-Qur-an, sedangkan fitnah mereka dekat dengan fitnah Dajjal.”[7]
Demikianlah, kami kira jawaban pertama lebih dekat, wallaahu a’lam. Maka Dajjal telah diungkapkan di dalam kandungan beberapa ayat dalam al-Qur-an, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam-lah yang berkewajiban untuk menjelaskan keumuman ayat tersebut (dan beliau sudah menerangkannya).
Binasanya Dajjal
Dajjal akan mati di tangan al-Masih ‘Isa bin Maryam Alaihissallam, sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa hadits shahih. Hal itu bahwa Dajjal akan berkelana di seluruh permukaan bumi, kecuali Makkah dan Madinah, pengikutnya sangat banyak, fitnahnya menyeluruh dan tidak ada yang selamat darinya kecuali sedikit saja dari kaum mukminin, di saat itu turunlah Nabi ‘Isa bin Maryam Alaihissallam di atas menara timur di Damaskus, sementara hamba-hamba Allah yang beriman berkumpul di sekelilingnya hingga beliau berjalan bersama mereka menuju Dajjal. Adapun Dajjal sedang menghadap ke Baitul Maqdis ketika Nabi ‘Isa turun, lalu Nabi ‘Isa mendapatinya di pintu Ludd. Ketika Dajjal melihatnya, maka dia akan mencair seperti garam yang larut. Kemudian ‘Isa Alaihissallam berkata, “Sesungguhnya aku memiliki satu pukulan untukmu, engkau tidak akan luput dariku, akhirnya ‘Isa mendapatkannya dan membunuhnya dengan tombak dan para pengikutnya kalah, sehingga orang-orang yang beriman mengejar dan membunuh mereka hingga pepohonan dan bebatuan berkata, “Wahai muslim! Wahai hamba Allah! Ini seorang Yahudi di belakangku, kemari, bunuh dia!” Kecuali gharqad karena ia adalah pohon orang Yahudi”. [8]
Pada kesempatan ini kami uraikan beberapa hadits yang menjelaskan kebinasaan Dajjal dan para pengikutnya
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يَخْرُجُ الدَّجَّالُ فِيْ أُمَّتِيْ... (فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ، وَفِيْهِ:) فَيَبْعَثُ اللهُ عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ كَأَنَّهُ عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُوْدٍ، فَيَطْلُبُهُ، فَيُهْلِكُهُ.
Dajjal akan muncul pada umatku… (lalu dia menuturkan hadits, dan di dalamnya:) lalu Allah mengutus ‘Isa bin Maryam seakan-akan ia adalah ‘Urwah bin Mas’ud, kemudian dia mencarinya dan membinasakannya.’” [9]
Imam Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Majma’ bin Jariyah al-Anshari Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Imam Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Majma’ bin Jariyah al-Anshari Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يَقْتُلُ ابْنُ مَرْيَمَ الدَّجَّالَ بِبَابِ لُدٍّ.
‘Ibnu Maryam akan membunuh Dajjal di pintu Ludd.” [10]
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari an-Nawwas bin Sam’an Radhiyallahu anhu, sebuah hadits yang panjang tentang Dajjal… dan di dalamnya terdapat kisah turunnya Nabi ‘Isa dan terbunuhnya Dajjal, dan di dalamnya ada sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Orang kafir yang mencium aroma nafasnya akan mati, dan aroma nafas-nya dapat tercium sejauh pandangannya. Lalu dia mencarinya, sehingga men-dapatkannya di pintu Ludd, kemudian dia membunuhnya.” [11]
Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhuma, bahwasanya dia berkata, “Dajjal akan muncul pada saat agama sudah tidak diperhatikan dan ilmu (agama) sudah ditinggalkan…” (lalu beliau menuturkan hadits, dan di dalamnya ada ungkapan:) “Kemudian Nabi ‘Isa bin Maryam turun, lalu beliau berseru pada waktu sahur, dia berkata, ‘Wahai manusia, apa yang menghalangi kalian untuk keluar menghadapi si pendusta lagi buruk ini?’ Mereka berkata, ‘Ini seorang laki-laki dari bangsa jin.’ Akhirnya mereka semua pergi. Tiba-tiba mereka berjumpa dengan Nabi ‘Isa bin Maryam Alaihissallam, kemudian iqamah shalat dikumandangkan. Dikatakan kepadanya, ‘Majulah untuk meng-imami kami, wahai Ruuhullaah!’ Beliau berkata, ‘Hendaknya imam kalian yang maju, dan menjadi imam bagi kalian,’ kemudian seusai melakukan shalat Shubuh, mereka semua keluar menemuinya (Dajjal).’ Beliau (Rasul) bersabda, ‘Ketika si pendusta melihatnya (Nabi ‘Isa), maka dia akan mencair bagaikan garam yang mencair di dalam air. Selanjutnya dia berjalan menujunya, lalu membunuhnya hingga pepohonan dan bebatuan berkata, ‘Wahai Ruuhullaah, ini orang Yahudi,” maka dia tidak meninggalkan seorang pun yang mengikutinya (Dajjal) melainkan dia membunuhnya.”[12]
Dengan terbunuhnya Dajjal -semoga Allah melaknatnya- oleh Nabi ‘Isa, maka berakhirlah fitnah yang besar, dan Allah menyelamatkan orang-orang yang beriman dari kejelekannya dan kejelekan para pengikutnya melalui tangan Ruuhullaah dan Kalimatullaah, ‘Isa bin Maryam q dan para pengikutnya yang beriman, hanya milik Allah-lah segala puji dan karunia. [Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari an-Nawwas bin Sam’an Radhiyallahu anhu, sebuah hadits yang panjang tentang Dajjal… dan di dalamnya terdapat kisah turunnya Nabi ‘Isa dan terbunuhnya Dajjal, dan di dalamnya ada sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Orang kafir yang mencium aroma nafasnya akan mati, dan aroma nafas-nya dapat tercium sejauh pandangannya. Lalu dia mencarinya, sehingga men-dapatkannya di pintu Ludd, kemudian dia membunuhnya.” [11]
Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhuma, bahwasanya dia berkata, “Dajjal akan muncul pada saat agama sudah tidak diperhatikan dan ilmu (agama) sudah ditinggalkan…” (lalu beliau menuturkan hadits, dan di dalamnya ada ungkapan:) “Kemudian Nabi ‘Isa bin Maryam turun, lalu beliau berseru pada waktu sahur, dia berkata, ‘Wahai manusia, apa yang menghalangi kalian untuk keluar menghadapi si pendusta lagi buruk ini?’ Mereka berkata, ‘Ini seorang laki-laki dari bangsa jin.’ Akhirnya mereka semua pergi. Tiba-tiba mereka berjumpa dengan Nabi ‘Isa bin Maryam Alaihissallam, kemudian iqamah shalat dikumandangkan. Dikatakan kepadanya, ‘Majulah untuk meng-imami kami, wahai Ruuhullaah!’ Beliau berkata, ‘Hendaknya imam kalian yang maju, dan menjadi imam bagi kalian,’ kemudian seusai melakukan shalat Shubuh, mereka semua keluar menemuinya (Dajjal).’ Beliau (Rasul) bersabda, ‘Ketika si pendusta melihatnya (Nabi ‘Isa), maka dia akan mencair bagaikan garam yang mencair di dalam air. Selanjutnya dia berjalan menujunya, lalu membunuhnya hingga pepohonan dan bebatuan berkata, ‘Wahai Ruuhullaah, ini orang Yahudi,” maka dia tidak meninggalkan seorang pun yang mengikutinya (Dajjal) melainkan dia membunuhnya.”[12]
Dengan terbunuhnya Dajjal -semoga Allah melaknatnya- oleh Nabi ‘Isa, maka berakhirlah fitnah yang besar, dan Allah menyelamatkan orang-orang yang beriman dari kejelekannya dan kejelekan para pengikutnya melalui tangan Ruuhullaah dan Kalimatullaah, ‘Isa bin Maryam q dan para pengikutnya yang beriman, hanya milik Allah-lah segala puji dan karunia. [Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
Wallahualam bishowab
__________
Catatan Kaki :
[1]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan, bab az-Zamanul Ladzi la Yuqbalu fiihil Iimaan (II/195, Syarh an-Nawawi), dan Jaami’ at-Tirmidzi fi Tuhfatil Ahwadzi (VIII/449).
[2]. Beliau adalah Rafi’ bin Mahran ar-Rayyahi, pernah menjadi tuan bagi al-Hasan al-Bashri yang merupakan salah satu tokoh Tabi’in, mendapatkan zaman al-Jahiliyyah dan masuk Islam setelah wafatnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau meriwayatkan dari banyak Shahabat Radhiyallahu anhum, dan wafat pada tahun 90 H rahimahullah.
Lihat biografinya dalam Tahdziibut Tahdziib (III/284-285).
[3]. Tafsiir al-Qurthubi (XV/325).
[4]. Fat-hul Baari (XIII/92).
[5]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab La Yadkhulud Dajjal al-Madinah (XIII/101, al-Fat-h).
[6]. Shahiih Muslim, kitab al-Fadhaa-il, bab Fadhaa-il Abi Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu (XV/155, Syarh an-Nawawi).
[7]. Fat-hul Baari (XIII/91-92, al-Fat-h).
[8]. Ludd adalah sebuah daerah di Palestina dekat Baitul Maqdis. Lihat Mu’jamul Buldaan (V/15).
[9]. Lihat an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/128-129) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[10]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah, bab Dzikrud Dajjal (XVIII/75-76, Syarh an-Nawawi).
[11]. Al-Fat-hur Rabbaani Tartiibu Musnad Ahmad (XXIV/83), dan at-Tirmidzi (VI/513-514, Tuhfatul Ahwadzi)
[12]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah, bab Dzikrud Dajjal (XVIII/67-68, Syarh an-Nawawi), Al-Fat-hur Rabbaani Tartiib Musnad Ahmad (XXIV/85-86), Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad dengan dua sanad, perawi salah satunya adalah perawi ash-Shahiih.” Lihat Majmaa’uz Zawaa-id (VII/344).
Post a Comment