Joko Widodo
Tokoh yang akrab disapa Jokowi ini melejit ke kancah perpolitikan nasional setelah memesan mobil Esemka, mobil rakitan anak-anak sekolah di kota dimana ia menjabat sebagai walikota; Solo. Ia lalu diusung PDIP dan Partai Gerindra untuk maju sebagai calon gubernur di Pilkada DKI Jakarta 2012, berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama, mantan Bupati Belitung Timur dan anggota DPR RI dari Fraksi Golkar yang akrab disapa Ahok. Ia sukses memenangi putaran pertama Pilkada dengan perolehan suara di luar dugaan; 43,6 persen, mengalahkan Gubernur Fauzi Bowo yang maju dalam Pilkada sebagai incumbent, dan berpasangan dengan Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Nachrowi Ramli, karena Fauzi Bowo hanya meraih 34,05 persen suara.
Sejumlah pengamat politik, seperti Andrinof Chaniago dan Burhanuddin Muhtadi, meyakini bahwa Jokowi menang karena figurnya yang ramah, murah senyum, merakyat dan tidak suka menebar janji muluk-muluk, dan karena kesuksesannya memimpin Kota Solo selama dua periode. Jokowi pun muncul sebagai sosok fenomenal yang dielu-elukan dan diagung-agungkan oleh banyak orang. Ia bahkan dianggap sebagai tokoh masa depan Indonesia, dan diyakini bakal memenangi putaran kedua Pilkada DKI Jakarta pada 20 September 2012, karena seperti dikatakan Andrinof Chaniago, kemenangan yang diperoleh akibat figur, sulit dibendung.
Pada akhir Februari 2012, tepatnya di tanggal 23, muncul sebuah berita yang kurang menarik, namun berita ini pastinya akan sangat mengejutkan bagi penggemar kasus-kasus konspirasi Yahudi di Indonesia. Dikutip dari Harian Joglosemar edisi Kamis 23 Februari 2012, Rotary Club (RC) Solo Kartini melantik Istri Walikota Surakarta Iriana Joko Widodo sebagai anggota kehormatan mereka, bersamaan dengan ulang tahun ke-107 Rotary Internasional.
Pastinya yang membaca berita ini terkejut. Siapa sangka Pak Walikota yang mereka bangga-banggakan ternyata teman dekat agen kolonialisme dan Zionisme. Seperti dikutip dari Eramuslim, peneliti tentang Zionisme Ridwan Saidi, yang dinukil dari buku Jaringan Yahudi di Nusantara karangan Artawijaya, menyebut Rotary Club Internasional sebagai perabot Zionis. Sebagai organisasi elit yang menjalankan misi kemanusiaan, Rotary Club sepenuhnya dikendalikan oleh Freemasonry dan Zionisme. Bahkan sebelumnya (seperti dikutip dari Sragenpos edisi 15 Juli 2011) Walikota Solo, Joko Widodo, bersama sejumlah anggota Rotary Club Solo Kartini meninjau proyek porselenisasi di RT 8 RW XX, Krajan, Kadipiro, Solo pada Jumat (15/7).
Dalam laporannya, Nahimunkar.com juga menyebut bahwa Rotary Club dan saudara kembarnya, Lions Club, merupakan kaki tangan Zionis. Rotary Club mempunyai persamaan besar dengan Freemasonry. Keduanya memiliki pemahaman yang sama tentang nilai dan semangat yang membentuk jiwa seseorang, seperti ide egaliti, fraterniti, semangat humanisme, dan kerjasama internasional. Ini adalah semangat yang sangat berbahaya yang diarahkan untuk mengikis karakteristik bangsa-bangsa dan menguburkan segala bentuk loyalitas, sehingga pribadi-pribadi akan kehilangan identitas dan harga diri, serta hidup dalam kebimbangan. Akibatnya, tak ada lagi kekuatan yang dominan, kecuali orang-orang Yahudi yang terus-menerus berambisi mendominasi dunia.
Seperti dikutip juga dari Nahimunkar.com, FUUI menjelaskan bahwa Rotary Club mencekoki anggotanya agar mengikuti agama yang diakui atas dasar persamaan sesuai urutan abjad, seperti Budha, Islam, Yahudi, Masehi, dan seterusnya. Dalam urutan terakhir tersebut, Taoisme, sebuah keyakinan orang-orang Tionghoa yang muncul pada abad ke-6 SM, meyakini bahwa kebahagiaan dapat terpenuhi dengan tercapainya kebutuhan insting manusia dan kemudahan hubungan sosial dan politik sesama manusia.
Sebenarnya Tidak Mengejutkan. . .
Pada hakikatnya, siapapun yang cermat menelusuri sepak terjang Jokowi sejak awal, tidak akan terkejut, karena agaknya ia memang tidak tanggap dan tidak memiliki sensitivitas terhadap masalah-masalah akidah. Ini tercermin dari dua kali Pilkada Solo dimana dua-duanya ia berpasangan dangan wakil beragama Nasrani, dan ketiga di Pilkada DKI. Memang banyak sekali versi-versi tentang pengkafiran orang-orang yang berbuat salah kaprah seperti Jokowi ini. Ada yang mengkafirkannya ada yang belum berani. Padahal dalam ayat al-Qur’an banyak tertera larangan memberikan kepemimpinan serta kepercayaan kepada orang kafir, atau yang disebut dengan tawalli.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”( QS. Al-Maidah 5:51)
Syaikh Abdullah Ibnu Abdillathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahumullah berkata saat menjelaskan penjelasan tawalli dan muwalah: “Tawalli adalah kekafiran yang mengeluarkan dari millah, dan ia itu seperti membela mereka dan membantu mereka dengan harta, badan dan pendapat (dalam memerangi kaum muslimin). Dan muwalah adalah dosa besar, seperti menuangkan tinta atau merautkan pena atau berseri-seri kepada mereka seandainya dia menyodorkan cemeti untuk mereka”. (Ad Durar As Saniyyah: 8/422, lihat At Tibyan Fi Kufri Man A’anal Amrikan 98)
Adapun apa yang dilakukan Jokowi sangat membahayakan kaum muslimin. Sewaktu-waktu dapat dengan mudah, dengan justifikasi peraturan yang berlaku, bahwa jabatannya akan berpindah dengan orang-orang yang kekafirannya bahkan disepakati oleh ahli bid’ah sekelas murjiah sekalipun. Sungguh perbuatan tawalli yang mengkafirkan. Seperti diketahui, wakil-wakil yang diajukan untuk menjadi orang nomor dua setelah Jokowi adalah nasrani tulen seperti Rudy dan Ahok.
Bisa jadi suatu saat, dengan prestasi dan kepandaiannya, Jokowi akan melesat sebagai capres. Hingga seperti biasa, partai sekuler PDIP bukan tidak mungkin akan menampakkan simbol-simbol pluralisme lagi dengan mengangkat calon wakil dari kalangan kafir asli. Tidak mustahil jika partai-partai seperti PDS akan mendomplengkan wakilnya kepada PDIP, sebab PDIP ini terkenal sangat abangan, sebuah sisi oposisi dari santri.
Pedulilah Akan Akidah Wahai Para Aktivis . . .
Hingga akhirnya, sebagai aktivis Islam, dari manapun golongannya, hendaknya peduli kepada akidah dan keimanan seseorang. Jangan sampai salah memilih panutan dan idola. Serta sebuah tindakan yang salah kaprah ketika membangga-banggakan dan membela orang-orang macam ini. Tidak dipungkiri mereka yang telah disebutkan diatas merupakan orang jenius, tetapi keberadaan orang-orang seperti mereka merupakan fitnah dan cobaan bagi kaum muslimin.
Belum juga kasus-kasus lain, seperti ritual musyrik kala Jokowi memandikan mobil Esemka, kasus-kasus seperti ini harus menjadi perhatian dari kaum muslimin. Apalagi banyak aktivis dan thullab Islam serta mengaku membela-bela Palestina dan negeri-negeri yang dijajah lainnya, tetapi secara sadar atau tidak telah membela dan menyanjung-nyanjung mereka-mereka yang bergandengan tangan denga orang kafir yang telah dilaknat sebagai anak cucu babi dan kera.
”Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka”. (QS. Al Baqarah: 120)
Petunjuk yang mengarah
Jika Anda sangat tidak memercayai artikel di atas, cobalah cermati foto-foto ini :
Nama Raja ini makin mencuat setelah ditunjuk Presiden SBY menjadi Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN). Bahkan begitu menjabat, dia langsung membuat gebrakan-gebrakan yang membuat orang tercengang. Oleh banyak kalangan, ia kini juga digadang-gadang untuk dijadikan calon presiden pada Pilpres 2014.Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan mantan Presiden Amerika Bill Clinton adalah anggota Freemasonry. Banyak memang makna simbol dari acungan jempol, telunjuk dan kelingking. Di antaranya, ungkapan “I Love You” dan jika dalam bidang musik merupakan ungkapan jati diri pemusik cadas seperti jenis musik metal. Namun, sesungguhnya simbol itu merupakan Devil’s Horn Sign atau Simbol Tanduk Setan yang merepresentasikan satanic atau pemujaan terhadap setan . Di kalangan bangsa Yahudi, termasuk dalam organisasi Freemasonry, simbol itu merupakan bentuk penghargaan atau penyembahan terhadap Bhapomet, raja Iblis.
Sebelumnya, di media yang di pimpinnya, yang bernaung di bawah Jawa Pos Group, Dahlan memberi tempat eksklusif bagi kelompok liberal, seperti Ulil Absar Abdallah dan kawan-kawan. Mereka mengisi rubrik ‘Kajian Utan Kayu, yang pesan-pesannya kental akan nuansa pluralisme dan deislamisasi.menurut ustad Abu Bakar Ba”asyir, orang Islam pada zaman nabi juga menganut pluralitas, tapi bagaimana mengaturnya? beliau menjelaskan, “Yang berlaku harus hukum Islam, orang kafir boleh hidup di bawahnya, hukum islam yang urusannya ritual berlaku hanya untuk orang Islam saja, orang kafir tidak, tapi hukum Islam yang urusannya untuk peraturan umum berlaku untuk semua, begitulah Islam”. Jadi menurut ustad Abu, orang yang berfaham pluralisme adalah murtad, apalagi faham demokrasi.
Namun, tentang tokoh yang sedang naik daun ini. Berdasarkan data sejumlah sumber, web itu menulis bahwa Dahlan Iskan tercatat sebagai anggota dari Lions Club Indonesia, organisasi milik Freemasonry, dengan nomor keanggotaan 83335. Ia menjadi anggota dari Distrik 307B Indonesia-Surabaya Surya. Ia bahkan sempat menjadi ‘presiden’ distrik tersebut, dan kini menjabat sebagai salah seorang direktur. Tak heran jika pandangan-pandangannya sangat neoliberal.
Kini, saat sedang menjabat sebagai Meneg BUMN, Dahlan sedang melanjutkan langkah yang pernah dilakukan pemerintahan Megawati Seokarnoputri dan dikecam banyak orang; privatisasi BUMN. Satu per satu BUMN yang ‘sehat’ masuk dalam rencana penjualan. Pembelinya tidak lain adalah kapitalis asing (baca; Yahudi).
Lions Club adalah sebuah klub yang diyakini oleh para ahli menginduk kepada Fremansonry, tangan Zionisme Internasional. Tidak semua orang bisa menjadi anggota organisasi ini, karena hanya orang-orang yang di anggap berhasil/sukses dan berpengaruh saja yang bisa masuk ke dalamnya.
Lions club secara lahiriah menyerukan ide “Ikatan Kemanusiaan” dan menghilangkan diskriminasi antara umat manusia. Namun hakikat yang sebenarnya adalah organisasi ini merupakan mantel selubung Zionisme. Ketika berbicara soal utang, Dahlan Iskan membuat “penyesatan” luar biasa. Ini lah kutipannya;
“Apakah anda senang dengan utang yang terus meningkat? Hingga April 2012, utang pemerintah sudah mencapai Rp1.903 triliun. Data Bank Indonesia tahun 2012 menyebutkan, pada tahun 2006 total utang luar negeri Indonesia sebesar 132,63 miliar dollar AS, namun pada 2011 utang itu sudah membengkak menjadi 221,60 miliar dollar AS.
Ada yang cukup menggelitik soal utang yang terus meningkat. Itu ada di tulisan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, yang berjudul “Tekad Baru: Hidup Yang Polos-Polos Saja”. Sebetulnya, pesan yang hendak disampaikan Dahlan lewat tulisan itu sangat bagus: bagaimana tekad yang sederhana bisa mendorong harapan. Hanya saja, ketika berbicara soal utang, Dahlan Iskan membuat “penyesatan” luar biasa.
Dahlan Iskan bercerita tentang pertemuannya dengan warga desa Bunigeulis, yang berada di lereng Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat. Warga desa itu sedang diliputi kegelisahan terkait masalah bangsa. Salah satunya adalah soal utang negara yang terus meningkat.
Kepada warga desa itu Dahlan Iskan mengajukan pertanyaan begini: baik mana Anda punya utang Rp8 juta tapi kekayaan Anda Rp10 juta, dengan punya utang Rp20 juta tapi kekayaan Anda Rp100 juta? Bagi Dahlan Iskan, tak soal utang Anda meningkat berapapun besarnya, asalkan kekayaan anda juga meningkat drastis.
Penjelasan Dahlan Iskan betul. Akan tetapi, jika penjelasan itu adalah analogi terhadap kondisi utang negara kita saat ini, maka jelas terjadi manipulasi besar-besaran di situ. Sebab, penjelasan soal utang negara tak sesederhana kisah dua orang yang saling pinjam-meminjam.
Pertama, utang negara yang terus meningkat tidak disertai dengan perbaikan kondisi dan kualitas hidup rakyat. Artinya, penggunaan utang itu belum tentu untuk menggerakkan perekonomian yang menyejahterakan rakyat.
Sebagian besar utang itu dipakai untuk menggerakkan sektor keuangan. Sangat sedikit yang dipakai untuk menggerakkan sektor real, yang notabene menyangkut rakyat banyak. Dari data yang ada disebutkan, sebanyak 39,6 persen utang itu dipakai untuk menggerakkan sektor keuangan. Sedangkan 9,3 persen dipakai untuk perbaikan infrastruktur listrik, gas, dan air. Kemudian sekitar 4,7 persen dipergunakan untuk pengangkutan dan komunikasi. Sementara pertanian, yang menjadi tempat bergantungnya puluhan juta rakyat, hanya menerima alokasi 3,0%.
Ini yang membuat akumulasi utang luar negeri Indonesia tidak berkontribusi pada perbaikan infrastruktur, perbaikan layanan dasar, dan penciptaan lapangan kerja secara massif.
Kedua, sejarah utang terutama yang berhubungan dengan negara-negara dan lembaga imperialis adalah “jebakan” alias perangkap (debt trap). Utang luar negeri, seperti ditulis oleh Susan George dalam buku “Debt Boomerang: How Third World Debt Harms Us All”, merupakan suatu mekanisme yang dibuat oleh negara maju (pendonor) untuk memaksa negara penerima (peminjam) mengikuti aturan-aturan atau langkah-langkah yang mereka paksakan.
Negara yang ‘terperangkap utang’ akan dipaksa untuk terus menggenjot ekspornya terutama ekspor bahan mentah dan melakukan penghematan pada pengeluaran pemerintah dan belanja kesejahteraan sosial. Ini yang terjadi di sejumlah negara Amerika latin satu dekade lalu dan sekarang terjadi di Indonesia.
Mungkin kita akan bangga dengan ekspor yang meningkat. Akan tetapi, seperti ditulis oleh Eric Toussaint, Presiden Komisi Penghapusan Utang Negara Dunia Ketiga, ekspor ini tidak lebih dari penjarahan kekayaan alam. Menurut Toussaint, dalam dua dekade terakhir, telah terjadi transfer kekayaan berkali-kali lipat dari pinggiran (dunia ketiga) ke pusat (negeri-negeri imperialis). Yang terjadi, negara dunia ketiga akan mengalami kekurangan bahan mentah dan bencana ekologis.
Di samping itu, untuk membayar utang, negara penerima pinjaman harus melakukan penghematan besar-besaran: pemangkasan subsidi, privatisasi layanan publik, dan lain-lain. Bahkan, tidak sedikit disertai dengan privatisasi BUMN. Akibatnya, rakyat dipaksa membayar mahal akses kebutuhan dasarnya (pendidikan, kesehatan, air bersih, listrik, makanan, dan lain-lain).
Inilah yang menjelaskan mengapa peningkatan utang luar negeri justru berbarengan dengan tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup manusia Indonesia. Itulah sebabnya mengapa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia, pada tahun 2011 lalu, terperosok di peringkat 124 dari 187 negara.
Jadi, alih-alih kekayaan nasional Indonesia meningkat, utang luar negeri justru menjebak Indonesia dalam “lingkaran krisis”. APBN tidak pernah sehat karena sebagian dipakai membayar cicilan utang. Sedangkan anggaran untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat terus dipangkas. Lantas, apa buktinya bangsa kita menjadi kaya karena utang? Silahkan tanyakan ke Dahlan Iskan“. (selengkapnya, KLIK DI SINI)
Sejak Lama . . .
Sepak terjang kaki tangan Zionis di Indonesia telah berlangsung lama, sejak sebelum Indonesia merdeka. Mereka merekrut orang lokal untuk mempropagandakan slogan mereka, seperti hak asasi anusia (HAM), demokrasi, sikap moderat, toleransi, liberalisme, dan sebagainya. Apalagi Belanda terkenal sebagai tempat pertemuan Zionis Internasional sejak dulu kala.
Dr Th. Stevens, seorang sejarawan Belanda, dalam bukunya: ‘Tarekat Mason Bebas dan Masy`rakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764- 1962’ menyebut gerakan-gerakan kesukuan dan berbasiskan sekularisme, pluralisme, liberalisme dan anti islam digerakkan oleh tokoh-tokoh anggota jaringan Zionis internasional.
Dalam buku yang peredarannya terbatas itu di sebutkan, beberapa tokoh yang kini disebut sebagai pahlawan adalah kaki tangan Zionis, sebut saja Boedi Oetomo, yang tokoh kuncinya adalah anggota jaringan Zionis Internasional, seperti Pangeran Ario Notodirejo yang merupakan anggota Lodge (baca; loji) Mataram dan ketua Boedi Oetomo antara tahun 1911-1914.
Nama lain yang di sebut dalam buku itu antara lain Raden Adipati Tirto Koesoemo, Bupati Karang Anyar yang menjadi anggota Lodge Mataram sejak 1895. Lodge adalah pusat aktifitas para anggota Freemason
Juga ada nama Mas Boediarjo, Raden Mas Toemenggoeng Ario Koesoemo Yoedha, dan salah satu tokoh kemerdekaan Dr Radjiman Wedyodiningrat (Ketua Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia)
RM Adipati Ario Poerbo Hadiningrat, Bupati Semarang termasuk juga di dalamnya. Ia menulis buku berjudul: “Wat Ik als Javaan voor geest an ge moed in de vrijmetselarij heb gevonden” yang berisi tentang pengalaman hidupnya sebagai seorang jawa yang menemukan jiwa dalam organisasi Freemason.
Ada pula nama Sultan Hamengkubuwono VIII, RM AAA Tjokro Adiekoesoemo,RAS Soemiro Kolopaking Poerbonegoro Paku Alam VIII, dan juga Raden Said Soekanto. Nama terakhir ini adalah kepala kepolisian RI pertama yang menjabat pada tahun 29 September 1945 hingga 14 Desember 1959.
Di tahun 1952, saat masih menjabat sebagai Kapolri, Jendral (pol) Soekanto juga aktif menjabat sebagai Suhu Agung (Grandmaster) dari Timur Agung Indonesia atu Federasi Nasional Mason Indonesia. Ia memimpin Loji Indonesia Purwo Daksina. Ia juga menjabat sebagai ketua Yayasan Raden Saleh, yang merupakan penerusan Dari Carpentier Althing Stiching.
Keberadaan jaringan Zionis Internasional ini pernah di bubarkan dan di larang oleh Presiden Soekarno melalui Lembaran Negara dengan Nomor 18/1961, bulan Februari 1961, yang di kuatkan melalui Keppres no.264 tahun 1962. Yang di bubarkan adalah beberapa organisasi yang merupakan jaringan Zionis Internasional Seperti Rosikrusian, Morl Re-armament, Lion Club, Rotary dan Bahaisme dan seluruh Lodge (loji) mereka di sita.
Di era Soeharto, kendati hubungan Diplomatik tidak ada, beberapa tokoh militer dan intellijen berhubungan dengan Israel. Mereka mendapatkan ilmu dari Negara Zionis tersebut.
Ketika Abdurrahman Wahid menjadi presiden, semua hubungan yang putus dengan Israel, dihidupkan kembali dengan mencabut Keppres yang dikeluarkan Soekarno melalui Keppres No 69 Tahun 2000 yang dikeluarkan pada 23 Mei 2000.
Walhasil, gerakan kaum Zionis kian leluasa di Indonesia. Apalagi memasuki era Reformasi. Semua kran dibuka dan tidak ada filter sama sekali terhadap racun yang ingin disebarkan masuk ke Indonesia. Hubungan kerja sama dagang dengan orang-orang Zionis sudah kasat mata. Misalnya: bagaiman Grup Bakri menggandeng perusahaan Rothschild-Yahudi Amerika.
Di Indonesia, para pengemban ide-ide Zionis ini tak lagi berbaju organisasi Zionis, melainkan berbaju liberal dan organisasi-organisasi sosial. Jargon yang di suarakan juga sama yakni kebebasan, persamaan, toleransi, demokrasi, HAM, pluralisme, dan sejenisnya. Tujuan jangka panjangnya adalah mengakui keberadaanya kaum Zionis sebagai satu entitas politik yang harus di akui. Itulah Israel Raya.
Iriana Joko Widodo, istri Jokowi, diduga dilantik menjadi anggota kehormatan Rotary Club (RC) Solo Kartini pada 23 Februari 2012, bersamaan dengan ulang tahun ke-107 Rotary Internasional. Iriana mengaku senang di jadikan anggota ke hormatan karena tertarik dengan kegiatan Rotary Club yang banyak bergelutdi bidang kemanusiaan.
Bukti-bukt bahwa Dahlan termasuk bagian dari jejaring Zionis Yahudi di Indonesia adalah, selain terbaca dari pandangan-pandangannya yang sangat neoliberal, juga dikenal dekat dengan sosok-sosok antek Yahudi yang lain, di antaranya almarhum Nurcholish Madjid. Tentang tokoh yang satu ini, Dahlan pernah berkata begini;
“Saya akan selalu ingat pendapat intelektual muslim Nurcholish Madjid (Cak nur), bahwa bentuk rasa syukur terbaik adalah kerja keras untuk kebaikan. Pendapat yang sama juga datang dari KH Said Aqil Siraj, Ketua umum PB NU dan KH Syukri, pimpinan pondok modern Gontor Ponorogo, bahwa puasa, kerja lebih keras dan menolong orang lain adalah tiga bentuk bersyukur yang paling tinggi.” Pernyataan ini “terekam” di merdeka.com.
Bukti lain lain, dalam situsnya, Lions club memajang foto Dahlan dalam posisi strategis organisasi Lions Club. Dalam diagram organisasi tersebut, entah bagaimana posisi hierarkinya, yang jelas ditengah banyaknya etnis Tionghoa di diagram tersebut, Dahlan Iskan berada di pucuk atas dengan embel-embel president.
Ulil Abshar Abdalla
Pendirian JIL berawal dari kebiasaan Ulil Abshar Abdalla (Lakpesdam NU), Ahmad Sahal (Jurnal Kalam), dan Goenawan Mohamad (ISAI) kongkow-kongkow di Jalan Utan Kayu No 68 H, Jakarta Timur, Februari 2001. Setelah JIL didirikan, tempat ini menjadi markas. Para pemikir muda lain seperti Lutfi Asyyaukani, Ihsan Ali Fauzi, Hamid Basyaib, dan Saiful Mujani, menyusul bergabung. Ulil kemduai ditunjuk sebagai koordinator.Gelora JIL banyak diprakarsai anak muda, usia 20-35-an tahun. Mereka umumnya para mahasiswa, kolomnis, peneliti, atau jurnalis. Tujuan utamanya menyebarkan gagasan Islam liberal seluas-luasnya. “Untuk itu kami memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik,” tulis situs islamlib.com.
JIL memiliki sedikitnya 28 kontributor domestik dan luar negeri sebagai “juru kampanye” Islam liberal. Mulai Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Jalaluddin Rakhmat, Said Agiel Siradj, Azyumardi Azra, Masdar F. Mas’udi, sampai Komaruddin Hidayat.Di antara kontributor mancanegaranya: Asghar Ali Engineer (India), Abdullahi Ahmed an-Na’im (Sudan), Mohammed Arkoun (Prancis), dan Abdallah Laroui (Maroko).
Jaringan ini menerbitkan koran, radio, buku, booklet, dan website bagi kontributor untuk mengungkapkan pandangannya kepada publik. Kegiatan pertamanya adalah diskusi maya (milis). Lalu sejak 25 Juni 2001, JIL mengisi rubrik Kajian Utan Kayu di Jawa Pos Minggu, yang juga dimuat 40-an koran segrup. Isinya artikel dan wawancara seputar perspektif Islam liberal.
Tiap Kamis sore, JIL menyiarkan wawancara langsung dan diskusi interaktif dengan para kontributornya, lewat radio 68H dan 15 radio jaringannya. Tema kajiannya berada dalam lingkup agama dan demokrasi. Misalnya jihad, penerapan syariat Islam, tafsir kritis, keadilan gender, jilbab, atau negara sekuler. Perspektif yang disampaikan berujung pada tesis bahwa Islam selaras dengan demokrasi.
Dalam situs islamlib.com dijelaskan, lahirnya JIL sebagai respons atas bangkitnya “ekstremisme” dan “fundamentalisme” agama di Indonesia. Seperti munculnya kelompok militan Islam, perusakan gereja, lahirnya sejumlah media penyuara aspirasi “Islam militan”, serta penggunaan istilah “jihad” sebagai dalil kekerasan.
JIL tak hanya terang-terangan menetapkan musuh pemikirannya, juga lugas mengungkapkan ide-ide “gila”-nya. Gaya kampanyenya menggebrak, menyalak-nyalak, dan provokatif. Akumulasi gaya ini memuncak pada artikel kontroversial Ulil di Kompas yang dituding Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) telah menghina lima pihak sekaligus: Allah, Nabi Muhammad, Islam, ulama, dan umat Islam. “Tulisan saya sengaja provokatif, karena saya berhadapan dengan audiens yang juga provokatif,” kata Ulil.
Dengan gaya demikian, reaksi bermunculan. Tahun 2002 bisa dicatat sebagai tahun paling polemis dalam perjalanan JIL. Spektrumnya beragam: mulai reaksi ancaman mati, somasi, teguran, sampai kritik berbentuk buku. Teguran, misalnya, datang dari rekomendasi (taushiyah) Konferensi Wilayah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur pada 11-13 Oktober 2002. Bunyinya: “Kepada PWNU Jawa Timur agar segera menginstruksikan kepada warga NU mewaspadai dan mencegah pemikiran Islam Liberal dalam masyarakat. Apabila pemikiran Islam Liberal dimunculkan oleh Pengurus NU (di semua tingkatan) diharap ada sanksi, baik berupa teguran keras maupun sanksi organisasi (sekalipun dianulir dari kepengurusan).”
Somasi dilancarkan Ketua Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia, Fauzan al-Anshari, kepada RCTI dan SCTV, pada 4 Agustus 2002, karena menayangkan iklan “Islam Warna-warni” dari JIL. Iklan itu pun dibatalkan. Kubu Utan Kayu membalas dengan mengadukan Fauzan ke polisi.
Sementara kritik metodologi datang, salah satunya, dari Haidar Bagir, Direktur Mizan, Bandung. Ia menulis kolom di Republika edisi 20 Maret 2002: “Islam Liberal Butuh Metodologi”. JIL dikatakan tak punya metodologi. Istilah ”liberal”, Haidar menulis, cenderung menjadi ”keranjang yang ke dalamnya apa saja bisa masuk”. Tanpa metodologi yang jelas akan menguatkan kesan, Islam liberal adalah ”konspirasi manipulatif untuk menggerus Islam justru dengan meng-abuse sebutan Islam itu sendiri”.
Reaksi berbentuk buku, selain buku “Bahaya Islam Liberal” karya Hartono, ada pula buku Adian Husaini, “Islam Liberal: Sejarah Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya” (Jakarta, Juni 2002). Ada tiga agenda JIL yang disorot: pengembangan teologi inklusif-pluralis dinilai menyamakan semua agama dan mendangkalkan akidah; isu penolakan syariat Islam dipandang bagian penghancuran global; upaya penghancuran Islam fundamentalis dituding bagian proyek Amerika atas usulan zionis Israel.
Buku lain, karya Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal (Jakarta, Agustus 2003). Isinya, kumpulan perdebatan Adnin dengan para aktivis JIL di milis Islam liberal. Energi personel JIL akhirnya memang tersedot untuk meladeni berbagai reaksi sepanjang 2002 itu. Mulai berbentuk adu pernyataan, debat ilmiah, sampai balasan mengadukan Fauzan ke polisi. Tapi, semuanya justru melejitkan popularitas kelompok baru ini.
Menjelang akhir 2003, hiruk-pikuk kontroversi JIL cenderung mereda. Nasib aduan FUUI dan aduan JIL terhadap Fauzan ke Mabes Polri pun menguap begitu saja. Dalam suasana lebih tenang, JIL mulai menempuh fase baru yang lebih konstruktif, tak lagi meledak-ledak.
Antek Yahudi
Liberalisme merupakan doktrin yang dikembangkan Freemasonry. Seperti halnya doktrin lain yang dikembangkan organisasi Yahudi tersebut, liberalisme juga mengusung tujuan dan cita-cita yang sama, yakni memasarkan doktrin humanisme. Karenanya bagi mereka, atas nama kemanusiaan universal, kelompok penoda Islam seperti Ahmadiyah pun harus dibiarkan, tak boleh diganggu gugat.
Paham humanisme adalah doktrin pokok kelompok Freemason. Dalam khoms qanun (lima kanun) yang dijadikan pegangan Freemason, humanisme adalah asas terpenting. Doktrin halus humanisme menyatakan, pengabdian terhadap kemanusiaan harus disertai dengan upaya membuang jauh-jauh sekat-sekat agama. Humanisme menjadi cita-cita tertinggi kelompok Freemason dalam memasarkan ide-idenya untuk tujuan merusak semua agama-agama, termasuk Islam.
Jargon-jargon humanisme, seperti liberalisme dan pluralisme, terkesan bagus dan memikat karena mendorong terciptanya persaudaraan antarumat manusia, kemanusiaan yang universal, kecintaan terhadap prikemanusiaan, persamaan, kasih sayang, toleransi, perdamaian, dan lain sebagainya. Namun sebenarnya tidak begitu karena ada agenda tersembunyi di baliknya. Bagi kelompok Mason, sebuah tatanan dunia yang mengedepankan moralitas bisa terwujud tanpa peran agama. Mereka menyebutnya sebagai ”moralitas tanpa agama”. Bagi para pemuja humanisme, agama tak berhak mengatur urusan moral, dan aturan moralitas bisa terbangun berdasarkan kesepakatan manusia. Karena itu, tak ada yang bisa mengintervensi kehendak manusia dalam bersikap dan berperilaku, termasuk negara dan bahkan Tuhan sekalipun. Humanisme jelas mengabdi pada kemanusiaan.
Paham humanisme mengganggap manusia sebagai makhluk ”superior’ yang berhak menentukan hak-haknya sendiri, termasuk dalam menentukan hukum dalam kehidupan. Nilai-nilai kemanusiaan dalam doktrin Freemason menjadi ”superior” dibandingkan dengan ajaran-ajaran agama. Ajaran-ajaran dalam agama, jika bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, maka harus ditolak. Mereka yang mengusung paham humanisme menganggap tak ada hukum Tuhan, yang ada adalah kodrat alam.
Di Amerika, Ron Paul, kandidat presiden pesaing Barack Obama, bahkan merasa perlu mengeluarkan pernyataan begini; “I am not and never have been a Mason“. di Indonesia, sepertinya masalah Mason/ Freemason tidak dianggap menganggu …
“Maka insya Allah pendapat saya, keyakinan saya Mr Dur itu murtad, tapi saya tidak memaksa orang berkata begitu. Itu insya Allah berdasarkan dalil-dalil yang kuat dan saya siap diskusi dengan tokoh NU, kyai atau siapa saja, saya tantang diskusi untuk persoalan ini, kalau perlu mubahalah”, tandas ustad Abu Ahad kemarin di masjid Ramadhan Bekasi. SPB (nahimunkar.com)
Tidak ada komentar
Posting Komentar