"Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya," (Surah Al A'raf ayat 96).
Ayat ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita karena sebagai
penduduk yang hidup di sebuah negara yang kaya akan hasil bumi dan
sumber daya manusia (SDM), negara kita, Indonesia, seolah tak putus
dirundung masalah, sehingga jangankan menjadi negara terkuat dan
terkemuka di dunia, menghadapi intervensi asing pun kita tak mampu.
Bahkan, jika pada zaman revolusi dulu kita dijajah Belanda, saat ini
kita dijajah oleh para kapitalis yang mencengkeram para
penguasa negara ini dengan sedemikian rupa, sehingga
kebijakan-kebijakan yang mereka buat kerap kali tidak berpihak kepada
masyarakat, melainkan kepada para kapitalis tersebut.
Dalam skala makro, kacaunya negara ini juga diakibatkan budaya konsumtif
yang melanda semua lapisan masyarakat, sehingga demi memenuhi kebutuhan
gaya hidup modern dan gengsi, semua dihalalkan, termasuk berbohong,
bersikap manipulatif, dan korupsi hanya demi mendapatkan uang dan hidup
dalam kemewahan.
Islam sebagai agama yang sempurna, mengharamkan perilaku buruk itu
karena Islam mewajibkan penganutnya untuk berdiri pada yang hak, dan
menjauhi yang batil. Karenanya, Islam memiliki ajaran yang simpel dan
dapat diterapkan di semua zaman, serta tidak memberatkan umatnya. Namun,
pengaruh dari luar Islam yang menodai kemurniannya, membuat agama rahmatan lil alamin ini cenderung menjadi "aneh", berbau mistik, dan ribet.
Di beberapa daerah di Pulau Jawa, terdapat sejumlah ritual yang
dilakukan umat Islam ketika salah seorang keluarganya meninggal, yaitu :
1. Berobosan, dimana anggota keluarga yang ditinggalkan menerobos di bawah keranda mayat yang akan dikuburkan dari kanan ke kiri, dan kembali lagi ke kanan.
2. Ketika keranda diarak menuju tempat pemakaman, kepala keranda dimana terdapat kepala mayat, dilindungi payung.
3. Keranda "dihias" dengan rangkain bunga berwarna putih, merah dan kuning yang disebut ronje.
4. Saat keranda akan dibawa ke tempat pemakaman, keluarga melakukan saweran, yaitu menyebar campuran beras kuning, bunga, uang, dan daun andong puring ke arah keranda yang telah digotong, siap dibawa ke tempat pemakaman.
Jika Anda bertanya kepada umat Islam pelaku ritual-ritual tersebut
tentang makna ritual-ritual yang mereka lakukan, mereka pasti mengatakan
tak tahu karena hanya meneruskan tradisi leluhur. Namun Ustad Abdul
Aziz dapat menjelaskan, bahwa ritual-ritual itu merupakan ajaran dalam
agama Hindu. Maknanya adalah :
1. Berobosan merupakan wujud bakti (penghormatan) kepada orang yang meninggal yang telah meninggalkan dunia fana ini, dan merupakan salam kepada para dewa di nirwana yang menyambut arwah si orang yang meninggal.
2. Memayungi kepala keranda (kepala yang meninggal) memiliki makna bahwa si almarhum/almarhumah sedang meninggalkan alam mikrokosmos (alam dunia) menuju alam bumi agung. Bumi dilambangkan sebagai payung
3. Bunga putih yang dijadikan ronje merupakan lambang Dewa Brahma; bunga merah melambangkan Dewa Wishnu; dan bunga kuning melambangkan Dewa Shiwa.
Dalam ajaran agama Hindu, jika keluarga orang yang meninggal termasuk
kalangan mampu, mayat si orang yang meninggal langsung dibakar
(ngaben). Jika dari kalangan tidak mampu, mayat dikubur dengan diberi
kijingan.
"Dalam salah satu hadist, Nabi Saw bersabda; bila makam diberi
kijingan, maka si orang yang meninggal tidak dapat bangkit dari kuburnya
(pada hari kiamat)," jelas Ustad Abdul Aziz. Naudzubillahiminzalik.
(bersambung)
Tidak ada komentar
Posting Komentar