Asal-Usul Kaum Yahudi (1)

Bahasan kali ini merupakan kelanjutan dari bahasan yang lalu yang berjudul “Yahudi dalam Percaturan Dunia”, yaitu agar kita dapat memahami lebih jauh dan secara mendasar apakah yang menjadi sebab Yahudi itu sampai hari ini sedemikian “ganas”-nya kepada masyarakat dunia. Hendaknya kita mempelajari akar permasalahannya berdasarkan Al Qur’an.


Allah berfirman dalam QS. Al Hadiid (57) ayat 26 sebagai berikut:


وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحاً وَإِبْرَاهِيمَ وَجَعَلْنَا فِي ذُرِّيَّتِهِمَا النُّبُوَّةَ وَالْكِتَابَ فَمِنْهُم مُّهْتَدٍ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ

Artinya :Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrohim dan Kami jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan Al Kitab, maka di antara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak di antara mereka fasiq.”

Ayat tersebut maksudnya menjelaskan kepada kita bahwa Nabi Nuh dan Nabi Ibrohim  adalah bapak para Nabi dan para Rosuul. Tetapi sayangnya, karunia Allah yang sedemikian besarnya itu, hanya sedikit daripada keturunannya itu yang mengikuti petunjuk Allah. Kebanyakan dari mereka adalah fasiq.

Apabila kita renungkan, maka sampai sekarang pun adalah lebih banyak kaum Muslimin yang tidak mengindahkan apa yang menjadi aturan  Allah dan Rosulullah , mereka lebih cenderung kepada hawa nafsunya. Bahkan ada kecenderungan bahwa Islam saat ini sudah mulai dianggap aneh.

Keanehan itu disebabkan karena orang kebanyakan (bahkan yang ber-KTP Islam sekalipun), pada dasarnya tidak mengenal Islam dengan cara yang benar (sesuai Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman Pendahulu Ummat yang shalih). Lalu yang mengenal Islam pun banyak yang tidak tahan dalam mengamalkan Islam-nya secara istiqomah. Bagaimana tidak, karena orang yang berusaha untuk mengamalkan ajaran Islam sesuai tuntunan Allah  dan Rosulullah  mengalami berbagai macam tuduhan. Dituduh “terorisme”, dituduh “terbelakang”, dituduh “ketinggalan zaman” atau “kuno” atau “ikut zaman onta”, dan berbagai tuduhan buruk lainnya yang memang sengaja dihembuskan oleh musuh-musuh Islam agar kaum Muslimin itu takut kepada ajaran Islam-nya sendiri. Semua itu menyebabkan orang Islam menjadi tidak istiqomah (teguh) dalam mengamalkan dien-nya, apalagi kalau orang itu imannya pas-pasan.

Sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas, bahwa Nabi Ibrohim  adalah bapak dari sekian banyak para Nabi dan Rosuul. Dari silsilah para nabi sejak Nabi Adam, ternyata asal-usul Yahudi itu berasal dari Nabi Ibrohim  dan Nabi Ishaq. Sebagaimana kita pelajari dari sejarah, bahwa Nabi Ibrohim memiliki anak bernama Ismail  dan Ishaq.

Nabi Ismail  tidak banyak menurunkan nabi-nabi, hanya dalam urutan keturunan Nabi Ismail yang terakhir lalu muncul keturunannya yang merupakan seorang Nabi dan Rosul Penutup yakni Nabi Muhammad. Sedangkan Nabi Ishaq  langsung menurunkan secara berturut-turut para nabi dan Rasul, yakni Nabi Ya’qub , Nabi Yusuf , Nabi Ayyub, Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi Ilyas, Nabi Ilyasa dan seterusnya hingga sampai kepada Nabi ‘Isa.

Pada kali ini, kita akan membahas tentang Nabi Ibrahim, Nabi Ismail  dan Nabi Ishaq terlebih dahulu. Lalu pada kajian mendatang Insya Allah akan kita bahas tentang Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf ; kemudian Nabi Musa  dan Nabi Harun; dan selanjutnya adalah Nabi Daud  dan Nabi Sulaiman. Dan dari mereka itulah akan kita kenal apa yang disebut dengan Haikal Sulaiman. Dalam rangka membangun Haikal Sulaiman itulah maka Yahudi sampai saat ini memiliki rencana yang Mega-Besar (antara lain dengan meruntuhkan Masjid Al Aqsa milik kaum Muslimin) Maka segala sesuatu itu tergantung kepada landasan dasar filosofi berfikir yang pada akhirnya adalah menjadi suatu ideologi.
Sesuai ayat diatas, maka asal usulnya adalah bermula dari Nabi Nuh  dan Nabi Ibrohim, Nabi Nuh tidak akan kita bahas karena keturunan-keturunannya tidak bermasalah dan tidak bersambung kepada Isroil (Bani Isroil).

Adapun Isroil adalah nama lain dari Nabi Ya’qub, putra dari Nabi Ishaq  dan yang merupakan cucu dari Nabi Ibrohim.

Kajian kita ini adalah berdasarkan ‘Aqidah kita sebagai ummat Nabi Muhammad.
Allah memberitahukan kepada kita dalam Al Qur’an bahwa Nabi Ismail  adalah putra dari Nabi Ibrohim. Namun dalam Kitab Perjanjian Lama (Taurat), ada upaya dari Yahudi untuk melakukan Tahriif (mengubah, mengganti dan menukar) serta membalikkan fakta agar terkesan bahwa Nabi Ismail bukanlah putra Nabi Ibrahim. Oleh karenanya ketika pada akhirnya muncul Nabi Muhammad, maka kaum Yahudi tidak mau mengakui kenabian dan ke-rosuulan beliau, karena beliau  adalah berasal dari keturunan Nabi Ismail, dan bukan berasal dari keturunan Nabi Ishaq sebagaimana para Nabi dan Rosul lainnya.
Dalam Al Qur’an Surat Ibrohim (14) ayat 39, Allah  berfirman:


الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاء


Artinya :Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Robb-ku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) do`a.”

Jadi jelaslah bahwa Nabi Ismail  adalah putera Nabi Ibrohim. Dan dalam urutannya adalah bahwa Nabi Ismail  adalah anak pertama dan Nabi Ishaq adalah anak kedua.

Kemudian perhatikanlah firman Allah dalam QS. Huud (11) ayat 71 :

وَامْرَأَتُهُ قَآئِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِن وَرَاء إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ


Artinya :Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari Ishaq (akan lahir puteranya) Ya`qub.”

Yang dimaksud “istrinya” dalam ayat diatas adalah Sarah, istri pertama Nabi Ibrohim . Dari Sarah, Nabi Ibrohim  memiliki putra bernama Ishaq, yang kemudian dari Ishaq  akan lahir cucunya yang bernama Ya’qub. Maka kita mengenal bahwa Nabi Ya’qub adalah putra dari Nabi Ishaq dan cucu dari Nabi Ibrahim. Bayangkan, betapa besar ni’mat Allah  kepada Nabi Ibrahim ; dimana mulai dari bapak, anak lalu cucu itu semuanya adalah menjadi Nabi.

Kemudian dalam QS Maryam (19) ayat 49, Allah SWT berfirman :

فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَكُلّاً جَعَلْنَا نَبِيّاً

Artinya:“Maka ketika Ibrohim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishaq, dan Ya`qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi.”

Juga dalam QS. Al Anbiyaa (21) ayat 72 :

وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً وَكُلّاً جَعَلْنَا صَالِحِينَ

Artinya :“Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrohim) Ishaq dan Ya`qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang shoolih.”
Dan dalam QS Al An’aam (6) ayat 84-86 :

وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ كُلاًّ هَدَيْنَا وَنُوحاً هَدَيْنَا مِن قَبْلُ وَمِن ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ﴿٨٤﴾ وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَى وَعِيسَى وَإِلْيَاسَ كُلٌّ مِّنَ الصَّالِحِينَ ﴿٨٥﴾ وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطاً وَكُلاًّ فضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ ﴿٨٦﴾

Artinya :(84) Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Ya`qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Ibrohim) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, (85) dan Zakaria, Yahya, `Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang shoolih. (86) dan Ismail, Alyasa`, Yunus dan Luth. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya).

Demikianlah, ayat-ayat tersebut diatas memberikan bukti kepada kita bahwa Nabi Ibrohim  memiliki 2 putra, yakni dari istri pertamanya (Sarah) terlahir Nabi Ishaq  dan dari istrinya yang kedua (Haajar) terlahir Nabi Ismail.

Kemudian dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 133, Allah SWT berfirman :

أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُواْ نَعْبُدُ إِلَـهَكَ وَإِلَـهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَـهاً وَاحِداً وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Artinya:Adakah kamu hadir ketika Ya`qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrohim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya (Muslimun).”

Dari ayat diatas, sangatlah jelas bahwa Allah SWT memberitakan kepada kita (termasuk juga kepada seluruh ummat manusia) bahwa keturunan Nabi Ya’qub itu TIDAK ADA yang beragama Yahudi atau Nashroni; tetapi semuanya adalah Islam (Muslimun).

Nabi Ibrahim pada mulanya berasal dari Iraq (Babylonia), kemudian beliau pergi ke Mesir. Istri Nabi Ibrohim (Sarah) adalah sangat cantik jelita. Raja Mesir ketika itu tertarik kepada Sarah. Maka Nabi Ibrahim sangat khawatir dan cemburu (dan itu memang haknya untuk cemburu, karena Sarah adalah istrinya). Nabi Ibrohim sadar kalau seandainya ia mengaku sebagai suami Sarah, maka ia pasti akan dibinasakan oleh Raja Mesir tersebut. Maka ia pun menyuruh kepada Sarah : “Wahai Sarah, bila Raja bertanya, maka katakanlah olehmu bahwa kamu adalah saudaraku.” Menurut para ‘Ulama Ahlus Sunnah, maka yang dimaksud “saudara” diatas, dalam hal ini bisa berarti “saudara se-‘aqidah” atau bisa pula berarti “saudara sekandung”. Demikianlah, ketika Sarah didekati oleh Raja Mesir, maka ia pun berpura-pura sedih, bahkan menangis, tidak mau berhias dan sebagainya; sehingga sang Raja pun tidak lagi berselera kepadanya karena Sarah selalu murung dan hal itu menjadikannya tidak menarik lagi bagi sang Raja. Pada akhirnya mereka disuruh pulang saja oleh Raja Mesir tersebut, dengan dihadiahi 100 (seratus) ekor kambing dan seorang perempuan pembantu (seorang wanita Mesir) bernama Haajar (“Haajar artinya adalah “Orang yang hijrah”).

Mereka bertiga kemudian pulang ke daerah yang sekarang dikenal sebagai Palestina. Setelah mereka kembali ke tempatnya (Palestina), maka beberapa tahun kemudian Nabi Ibrahim sangat menginginkan anak. Sarah pun menganjurkan kepada Nabi Ibrahim untuk menikahi Haajar agar memiliki anak keturunan. Ternyata dengan kehendak Allah  maka Haajar pun hamil, dan tidak lama kemudian lahirlah Ismail. Setelah Ismail lahir, ternyata Sarah merasa iri. Lalu Sarah meminta kepada suaminya, Nabi Ibrahim, agar suaminya membawa Haajar dan anaknya Ismail  pergi menjauh.

Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhary no: 3364 dijelaskan sebagai berikut;

عن ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ أَوَّلَ مَا اتَّخَذَ النِّسَاءُ الْمِنْطَقَ مِنْ قِبَلِ أُمِّ إِسْمَاعِيلَ اتَّخَذَتْ مِنْطَقًا لَتُعَفِّيَ أَثَرَهَا عَلَى سَارَةَ ثُمَّ جَاءَ بِهَا إِبْرَاهِيمُ وَبِابْنِهَا إِسْمَاعِيلَ وَهْيَ تُرْضِعُهُ حَتَّى وَضَعَهُمَا عِنْدَ الْبَيْتِ عِنْدَ دَوْحَةٍ فَوْقَ زَمْزَمَ فِي أَعْلَى الْمَسْجِدِ وَلَيْسَ بِمَكَّةَ يَوْمَئِذٍ أَحَدٌ وَلَيْسَ بِهَا مَاءٌ فَوَضَعَهُمَا هُنَالِكَ ، وَوَضَعَ عِنْدَهُمَا جِرَابًا فِيهِ تَمْرٌ وَسِقَاءً فِيهِ مَاءٌ ثُمَّ قَفَّى إِبْرَاهِيمُ مُنْطَلِقًا فَتَبِعَتْهُ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ فَقَالَتْ يَا إِبْرَاهِيمُ أَيْنَ تَذْهَبُ وَتَتْرُكُنَا بِهَذَا الْوَادِي الَّذِي لَيْسَ فِيهِ إِنْسٌ ، وَلاَ شَيْءٌ فَقَالَتْ لَهُ ذَلِكَ مِرَارًا وَجَعَلَ لاَ يَلْتَفِتُ إِلَيْهَا فَقَالَتْ لَهُ آللَّهُ الَّذِي أَمَرَكَ بِهَذَا قَالَ نَعَمْ قَالَتْ إِذًا لاَ يُضَيِّعُنَا ثُمَّ رَجَعَتْ فَانْطَلَقَ إِبْرَاهِيمُ حَتَّى إِذَا كَانَ عِنْدَ الثَّنِيَّةِ حَيْثُ لاَ يَرَوْنَهُ اسْتَقْبَلَ بِوَجْهِهِ الْبَيْتَ ثُمَّ دَعَا بِهَؤُلاَءِ الْكَلِمَاتِ وَرَفَعَ يَدَيْهِ فَقَالَ : {رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ} حَتَّى بَلَغَ {يَشْكُرُونَ} وَجَعَلَتْ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ تُرْضِعُ إِسْمَاعِيلَ وَتَشْرَبُ مِنْ ذَلِكَ الْمَاءِ حَتَّى إِذَا نَفِدَ مَا فِي السِّقَاءِ عَطِشَتْ وَعَطِشَ ابْنُهَا وَجَعَلَتْ تَنْظُرُ إِلَيْهِ يَتَلَوَّى ، أَوْ قَالَ يَتَلَبَّطُ – فَانْطَلَقَتْ كَرَاهِيَةَ أَنْ تَنْظُرَ إِلَيْهِ فَوَجَدَتِ الصَّفَا أَقْرَبَ جَبَلٍ فِي الأَرْضِ يَلِيهَا فَقَامَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ اسْتَقْبَلَتِ الْوَادِيَ تَنْظُرُ هَلْ تَرَى أَحَدًا فَلَمْ تَرَ أَحَدًا فَهَبَطَتْ مِنَ الصَّفَا حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْوَادِيَ رَفَعَتْ طَرَفَ دِرْعِهَا ثمَّ سَعَتْ سَعْيَ الإِنْسَانِ الْمَجْهُودِ حَتَّى جَاوَزَتِ الْوَادِيَ ثُمَّ أَتَتِ الْمَرْوَةَ فَقَامَتْ عَلَيْهَا وَنَظَرَتْ هَلْ تَرَى أَحَدًا فَلَمْ تَرَ أَحَدًا فَفَعَلَتْ ذَلِكَ سَبْعَ مَرَّاتٍ- قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَذَلِكَ سَعْيُ النَّاسِ بَيْنَهُمَا – فَلَمَّا أَشْرَفَتْ عَلَى الْمَرْوَةِ سَمِعَتْ صَوْتًا فَقَالَتْ صَهٍ تُرِيدَ نَفْسَهَا ثُمَّ تَسَمَّعَتْ فَسَمِعَتْ أَيْضًا فَقَالَتْ قَدْ أَسْمَعْتَ إِنْ كَانَ عِنْدَكَ غِوَاثٌ فَإِذَا هِيَ بِالْمَلَكِ عِنْدَ مَوْضِعِ زَمْزَمَ فَبَحَثَ بِعَقِبِهِ ، أَوْ قَالَ بِجَنَاحِهِ – حَتَّى ظَهَرَ الْمَاءُ فَجَعَلَتْ تُحَوِّضُهُ وَتَقُولُ بِيَدِهَا هَكَذَا وَجَعَلَتْ تَغْرِفُ مِنَ الْمَاءِ فِي سِقَائِهَا وَهْوَ يَفُورُ بَعْدَ مَا تَغْرِفُ- قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَرْحَمُ اللَّهُ أُمَّ إِسْمَاعِيلَ لَوْ تَرَكَتْ زَمْزَمَ ، أَوْ قَالَ لَوْ لَمْ تَغْرِفْ مِنَ الْمَاءِ – لَكَانَتْ زَمْزَمُ عَيْنًا مَعِينًا- قَالَ فَشَرِبَتْ وَأَرْضَعَتْ وَلَدَهَا فَقَالَ لَهَا الْمَلَكُ لاَ تَخَافُوا الضَّيْعَةَ فَإِنَّ هَاهُنَا بَيْتَ اللهِ يَبْنِي هَذَا الْغُلاَمُ وَأَبُوهُ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُضِيعُ أَهْلَهُ ، وَكَانَ الْبَيْتُ مُرْتَفِعًا مِنَ الأَرْضِ كَالرَّابِيَةِ تَأْتِيهِ السُّيُولُ فَتَأْخُذُ عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ فَكَانَتْ كَذَلِكَ حَتَّى مَرَّتْ بِهِمْ رُفْقَةٌ مِنْ جُرْهُمَ ، أَوْ أَهْلُ بَيْتٍ مِنْ جُرْهُمَ – مُقْبِلِينَ مِنْ طَرِيقِ كَدَاءٍ فَنَزَلُوا فِي أَسْفَلِ مَكَّةَ فَرَأَوْا طَائِرًا عَائِفًا فَقَالُوا إِنَّ هَذَا الطَّائِرَ لَيَدُورُ عَلَى مَاءٍ لَعَهْدُنَا بِهَذَا الْوَادِي وَمَا فِيهِ مَاءٌ فَأَرْسَلُوا جَرِيًّا ، أَوْ جَرِيَّيْنِ فَإِذَا هُمْ بِالْمَاءِ فَرَجَعُوا فَأَخْبَرُوهُمْ بِالْمَاءِ فَأَقْبَلُوا قَالَ وَأُمُّ إِسْمَاعِيلَ عِنْدَ الْمَاءِ فَقَالُوا أَتَأْذَنِينَ لَنَا أَنْ نَنْزِلَ عِنْدَكِ فَقَالَتْ نَعَمْ وَلَكِنْ لاَ حَقَّ لَكُمْ فِي الْمَاءِ قَالُوا نَعَمْ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَأَلْفَى ذَلِكَ أُمَّ إِسْمَاعِيلَ وَهْيَ تُحِبُّ الإِنْسَ فَنَزَلُوا وَأَرْسَلُوا إِلَى أَهْلِيهِمْ فَنَزَلُوا مَعَهُمْ حَتَّى إِذَا كَانَ بِهَا أَهْلُ أَبْيَاتٍ مِنْهُمْ وَشَبَّ الْغُلاَمُ.
وَتَعَلَّمَ الْعَرَبِيَّةَ مِنْهُمْ وَأَنْفَسَهُمْ وَأَعْجَبَهُمْ حِينَ شَبَّ فَلَمَّا أَدْرَكَ زَوَّجُوهُ امْرَأَةً مِنْهُمْ وَمَاتَتْ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ فَجَاءَ إِبْرَاهِيمُ بَعْدَ مَا تَزَوَّجَ إِسْمَاعِيلُ يُطَالِعُ تَرِكَتَهُ فَلَمْ يَجِدْ إِسْمَاعِيلَ فَسَأَلَ امْرَأَتَهُ عَنْهُ فَقَالَتْ خَرَجَ يَبْتَغِي لَنَا ثُمَّ سَأَلَهَا عَنْ عَيْشِهِمْ وَهَيْئَتِهِمْ فَقَالَتْ نَحْنُ بِشَرٍّ نَحْنُ فِي ضِيقٍ وَشِدَّةٍ فَشَكَتْ إِلَيْهِ قَالَ فَإِذَا جَاءَ زَوْجُكِ فَاقْرَئِي عَلَيْهِ السَّلاَمَ وَقُولِي لَهُ يُغَيِّرْ عَتَبَةَ بَابِهِ فَلَمَّا جَاءَ إِسْمَاعِيلُ كَأَنَّهُ آنَسَ شَيْئًا ، فَقَالَ : هَلْ جَاءَكُمْ مِنْ أَحَدٍ قَالَتْ نَعَمْ جَاءَنَا شَيْخٌ كَذَا وَكَذَا فَسَأَلَنَا عَنْكَ فَأَخْبَرْتُهُ وَسَأَلَنِي كَيْفَ عَيْشُنَا فَأَخْبَرْتُهُ أَنَّا فِي جَهْدٍ وَشِدَّةٍ ، قَالَ : فَهَلْ أَوْصَاكِ بِشَيْءٍ قَالَتْ نَعَمْ أَمَرَنِي أَنْ أَقْرَأَ عَلَيْكَ السَّلاَمَ وَيَقُولُ غَيِّرْ عَتَبَةَ بَابِكَ قَالَ ذَاكِ أَبِي وَقَدْ أَمَرَنِي أَنْ أُفَارِقَكِ الْحَقِي بِأَهْلِكِ فَطَلَّقَهَا وَتَزَوَّجَ مِنْهُمْ أُخْرَى فَلَبِثَ عَنْهُمْ إِبْرَاهِيمُ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَتَاهُمْ بَعْدُ فَلَمْ يَجِدْهُ فَدَخَلَ عَلَى امْرَأَتِهِ فَسَأَلَهَا عَنْهُ فَقَالَتْ خَرَجَ يَبْتَغِي لَنَا قَالَ كَيْفَ أَنْتُمْ وَسَأَلَهَا عَنْ عَيْشِهِمْ وَهَيْئَتِهِمْ فَقَالَتْ نَحْنُ بِخَيْرٍ وَسَعَةٍ وَأَثْنَتْ عَلَى اللهِ فَقَالَ مَا طَعَامُكُمْ قَالَتِ اللَّحْمُ قَالَ فَمَا شَرَابُكُمْ قَالَتِ الْمَاءُ ، فَقَالَ : اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي اللَّحْمِ وَالْمَاءِ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ يَوْمَئِذٍ حَبٌّ وَلَوْ كَانَ لَهُمْ دَعَا لَهُمْ فِيهِ قَالَ فَهُمَا لاَ يَخْلُو عَلَيْهِمَا أَحَدٌ بِغَيْرِ مَكَّةَ إِلاَّ لَمْ يُوَافِقَاهُ قَالَ فَإِذَا جَاءَ زَوْجُكِ فَاقْرَئِي عَلَيْهِ السَّلاَمَ وَمُرِيهِ يُثْبِتُ عَتَبَةَ بَابِهِ فَلَمَّا جَاءَ إِسْمَاعِيلُ قَالَ هَلْ أَتَاكُمْ مِنْ أَحَدٍ قَالَتْ نَعَمْ أَتَانَا شَيْخٌ حَسَنُ الْهَيْئَةِ وَأَثْنَتْ عَلَيْهِ فَسَأَلَنِي عَنْكَ فَأَخْبَرْتُهُ فَسَأَلَنِي كَيْفَ عَيْشُنَا فَأَخْبَرْتُهُ أَنَّا بِخَيْرٍ قَالَ فَأَوْصَاكِ بِشَيْءٍ قَالَتْ نَعَمْ هُوَ يَقْرَأُ عَلَيْكَ السَّلاَمَ وَيَأْمُرُكَ أَنْ تُثْبِتَ عَتَبَةَ بَابِكَ قَالَ ذَاكِ أَبِي وَأَنْتِ الْعَتَبَةُ أَمَرَنِي أَنْ أُمْسِكَكِ ثُمَّ لَبِثَ عَنْهُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ جَاءَ بَعْدَ ذَلِكَ وَإِسْمَاعِيلُ يَبْرِي نَبْلاً لَهُ تَحْتَ دَوْحَةٍ قَرِيبًا مِنْ زَمْزَمَ فَلَمَّا رَآهُ قَامَ إِلَيْهِ فَصَنَعَا كَمَا يَصْنَعُ الْوَالِدُ بِالْوَلَدِ وَالْوَلَدُ بِالْوَالِدِ ثُمَّ قَالَ يَا إِسْمَاعِيلُ إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي بِأَمْرٍ قَالَ فَاصْنَعْ مَا أَمَرَكَ رَبُّكَ قَالَ وَتُعِينُنِي قَالَ وَأُعِينُكَ قَالَ فَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ أَبْنِيَ هَاهُنَا بَيْتًا وَأَشَارَ إِلَى أَكَمَةٍ مُرْتَفِعَةٍ عَلَى مَا حَوْلَهَا قَالَ فَعِنْدَ ذَلِكَ رَفَعَا الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ فَجَعَلَ إِسْمَاعِيلُ يَأْتِي بِالْحِجَارَةِ وَإِبْرَاهِيمُ يَبْنِي حَتَّى إِذَا ارْتَفَعَ الْبِنَاءُ جَاءَ بِهَذَا الْحَجَرِ فَوَضَعَهُ لَهُ فَقَامَ عَلَيْهِ وَهْوَ يَبْنِي وَإِسْمَاعِيلُ يُنَاوِلُهُ الْحِجَارَةَ وَهُمَا يَقُولاَنِ {رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ} قَالَ فَجَعَلاَ يَبْنِيَانِ حَتَّى يَدُورَا حَوْلَ الْبَيْتِ وَهُمَا يَقُولاَنِ {رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}

Artinya :
Dari Shohabat Ibnu Abbas, beliau berkata, “Cara berfikir wanita pertama kali diambil dari Ummu Ismail (Haajar) ketika ia mengambil taktik agar terbebas dari Sarah. Kemudian Ibrahim membawanya serta anaknya Ismail  yang dikala itu Haajar masih menyusuinya. Kemudian Ibrahim  meninggalkannya di Ka’bah, di suatu bukit diatas Zam-Zam, disebelah atas dari Masjid, dimana ketika itu disana tidak dihuni seorang pun dan tidak ada air. Kemudian Ibrahim  meninggalkan mereka berdua disana, dengan memberi bekal sedikit kurma dan sekantong air. Lalu Ibrohim beranjak kembali mengarah ke negeri asalnya.
Maka Ummu Ismail pun mengikuti dari belakang seraya berkata, “Wahai Ibrohim kemana engkau hendak pergi meninggalkan kami di lembah ini, yang tak ada manusia dan apa pun?
Dikatakannya lah hal ini pada Ibrohim  berkali-kali. Dan Ibrohim  sama sekali tidak menggubrisnya. Maka Haajar berkata, “Apakah Allah  yang menyuruhmu begini?
Ibrahim menjawab, “Ya.”
Maka Haajar berkata, “Kalau begitu Allah tidak akan menyia-nyiakan kita.”
Lalu Haajar pun kembali ke tempat semula, dan Ibrahim  melanjutkan perjalanannya.
Dan ketika Ibrahim sampai diantara perbukitan, dimana tidak ada seorang pun yang melihatnya, maka Ibrohim lalu menghadap kearah Ka’bah dan berdoa sembari mengangkat kedua tangannya, “Ya Allah, Rabb kami, sungguh aku tinggalkan keturunanku di suatu lembah yang tak bertetumbuhan… hingga mereka bersyukur.”

Kemudian Ummu Ismail menyusui Ismail  dan meminum dari air bekalnya. Ketika air yang ada didalam kantong tersebut habis, maka hauslah dia dan hauslah anaknya. Sembari memandang Ismail  yang tengah menggerak-gerakkan kakinya, maka ia pun pergi meninggalkan Ismail  karena tidak suka melihat Ismail dalam keadaan kehausan. Maka pergilah ia (Haajar) kearah Bukit Shofa dan diatasnya dia berdiri kemudian menghadap kearah lembah untuk melihat adakah seseorang disana. Namun ternyata tidak ada seorang pun yang didapatinya. Maka ia pun pergi meninggalkan Shofa hingga ke dasar bukit, lalu dia menyingsingkan bajunya kemudian berlari kecil seolah orang yang sedang dikejar sesuatu, sehingga ia melewati bukit tersebut dan sampai di Marwah. Kemudian ia berdiri diatas Bukit Marwah dan melihat apakah ada seseorang disana. Juga ternyata ia tak melihat seorang pun. Lalu dilakukannya hal itu bolak-balik sebanyak 7 kali.

Kemudian Ibnu Abbas berkata, bahwa Rosulullah  bersabda, “Karena itu, manusia diajarkan untuk Sa’i diantara keduanya.”

Ketika sampai di Bukit Marwah, tiba-tiba Haajar mendengar suatu suara, yang dikiranya suara itu tertuju padanya. Maka ia pun berupaya untuk kembali mendengarkan suara tersebut. Maka benar lah bahwa ia mendengar suara itu kembali. Maka Haajar pun berkata, “Sungguh engkau telah memperdengarkan suaramu, jika engkau penolong.”

Ternyata sumber suara itu adalah malaikat yang sedang berada di lokasi Zam-Zam yang tengah menggerak-gerakkan sayapnya untuk membantu mencarikan air, sehingga muncullah air (Zam-Zam) tersebut. Kemudian Ummu Ismail (Haajar) berusaha menampung air tersebut dengan tanah kemudian memasukkannya kedalam kantung airnya hingga membasahi tangannya.

Ibnu Abbas berkata, bahwa Rasulullah  bersabda, “Allah menyayangi Ummu Ismail. Kalau seandainya Ummu Ismail meninggalkan Zam-Zam atau seandainya dia tidak menciduk air tersebut maka Zam-Zam tidak akan menjadi mata air.”

Maka Haajar meminum air tersebut dan menyusui anaknya. Lalu malaikat berkata pada Haajar, “Janganlah kalian takut disia-siakan, sebab disini adalah Rumah Allah yang anak ini dan ayahnya kelak akan membangunnya. Dan sesunggunya Allah tidak akan menyia-nyiakan penghuni Baitullah ini.”

Pada mulanya Baitullah (Ka’bah) terletak di tanah tinggi, mirip bukit, kemudian ditimpa oleh banjir sehingga melongsorkan sebelah kanan dan kirinya. Dan terus dalam keadaan seperti ini sehingga lewatlah segerombolan orang dari Jurhum (arah Yaman) atau penduduk dari Jurhum, datang dari arah Kada, lalu mereka turun sampai dibawah Makkah. Dan ketika mereka melihat burung yang terbang mengerumuni air, maka mereka pun berkata, “Sesungguhnya burung ini terbang diatas air. Mari kita menuju ke lembah ini dan mengambil air yang ada di dalamnya.

Dengan mengutus seorang atau dua orang utusan yang berlari ke tempat tersebut, ternyata mereka (para utusan itu) menemukan air, sehingga mereka pun kembali ke kabilah tadi dan memberitakan hal itu. Maka mereka semuanya bergerak menuju ke sumber air, sememtara Ummu Ismail berada disana. Maka kabilah itu pun berkata,  “Apakah anda mengizinkan kami untuk singgah disini?
Kemudian Haajar menjawab, “Ya, akan tetapi kalian tidak memiliki air ini.”
Kabilah itu menjawab, “Ya.”
Dari Ibnu Abbas berkata, bahwa Rasulullah  bersabda, “Haajar menyukai keadaan itu.”

Akhirnya kabilah itu pun singgah di sana, dan memberitahukan kepada keluarga mereka sehingga akhirnya mereka semua pun singgah di tempat itu pula. Dan diantara mereka pun bermukim disekitar Baitulllah. Ismail pun tumbuh menjadi pemuda. Belajar bahasa Arab dari mereka dan membuat mereka (kabilah itu) kagum padanya. Sehingga ketika Ismail menginjak usia pemuda, maka mereka pun menikahkannya dengan seorang wanita dari kalangan mereka. Lalu meninggallah Ummu Ismail. Kemudian setelah Ismail menikah, datanglah Ibrohim  untuk melihat keadaan keluarganya, namun tidak sempat menemui Ismail.

Maka bertanyalah Ibrahim  pada istri Ismail tentang keadaan Ismail . Kemudian istri Ismail menjawab, “Ismail sedang keluar mencari sesuatu untuk kami.”
Kemudian Ibrahim bertanya lagi, “Bagaimana kehidupan kalian?”
Istri Ismail  menjawab, “Kami dalam keadaan buruk, kami dalam keadaan sempit, kesulitan.”
Dan ia pun berkeluh kesah pada Ibrahim.
Maka Ibrahim  berkata, “Sampaikan pada suamimu jika ia datang, salamku untuknya dan katakanlah olehmu padanya agar dia merubah posisi pintu rumahnya.”
Ketika Ismail  pulang ke rumahnya, seolah dia merindukan sesuatu, kemudian bertanya lah ia pada istrinya, “Apakah ada seseorang yang datang pada kalian?”
Istrinya menjawab, “Ya. Telah datang pada kita seorang kakek, begini dan begitu, menanyakan pada kami tentang engkau. Maka aku beritakan padanya. Kemudian kakek itu bertanya padaku bagaimana kehidupan kita, maka aku pun beritakan padanya bahwa kita dalam keadaan kesulitan.”
Ismail bertanya lagi, “Apakah dia berwasiat padamu sesuatu?”
Istrinya menjawab, “Ya. Dia memerintahkanku untuk menyampaikan salam darinya untukmu dan mengatakan, ‘Ubahlah posisi pintu rumahmu’.”
Ismail  berkata, “Itu adalah ayahku dan memerintahkanku untuk menceraikanmu. Maka pulanglah engkau pada keluargamu.”
Maka ia pun menceraikannya, kemudian ia menikah dengan wanita yang lain.
Selang beberapa waktu Ibrohim  kembali mengunjungi mereka, akan tetapi kembali ia tidak bertemu Ismail . Kemudian ditemuinya istri Ismail dan bertanya tentang Ismail. Maka istri Ismail (yang baru) menjawab, “Ia sedang keluar mencari sesuatu untuk kami.”
Kemudian Ibrohim bertanya lagi, “Bagaimanakah kalian dan kehidupan kalian?
Maka istri Ismail menjawab, “Alhamdulillah kami baik-baik saja dan dalam keadaan lapang.”
Dan ia pun memuji Allah.
Kemudian Ibrohim  bertanya, “Bagaimana makanan kalian?”
Istri Ismail  menjawab, “Daging.”
Kemudian Ibrohim bertanya, “Apa minuman kalian?”
Istri Ismail  menjawab, “Air.”
Maka Nabi Ibrohim  berdoa, “Yaa Allah, berkahilah daging dan air mereka.”
Rosulullah bersabda, “Pada saat itu mereka tidak memiliki tepung. Seandainya Ibrahim berdoa agar mereka diberi tepung, niscaya Allah akan mengabulkannya.”
Kemudian Ibrahim berkata kepada istri Ismail ini, “Jika suamimu pulang, sampaikan padanya salam dariku dan perintahkan padanya agar mengokohkan posisi pintu rumahnya.”
Ketika Ismail pulang ke rumahnya, kemudian ia bertanya pada istrinya, “Apakah ada seseorang yang datang pada kalian?
Istrinya menjawab, “Ya. Telah datang pada kita seorang kakek, penampilannya baik.”
Dan istrinya pun memuji ayah Ismail.
Kemudian istri Ismail berkata, “Lalu ia menanyakan padaku tentang engkau. Maka aku beritakan padanya. Kemudian kakek itu bertanya padaku bagaimana kehidupan kita, maka aku pun beritakan padanya bahwa kita dalam keadaan baik.”
Ismail bertanya lagi, “Apakah dia berwasiat padamu sesuatu?”
Istrinya menjawab, “Ya. Dia memerintahkanku untuk menyampaikan salam darinya untukmu dan memerintahkan agar engkau ‘mengokohkan posisi pintu rumahmu’.”
Ismail berkata, “Itu adalah ayahku dan engkau adalah posisi pintu rumah. Dia memerintahkanku agar aku mempertahankanmu.”
Kemudian selang beberapa lama Ibrohim  datang kembali untuk ketiga kalinya. Sedangkan Ismail  sedang mempersiapkan tombaknya dibawah bukit, didekat Zam-Zam. Maka ketika melihatnya, Ismail  pun menyambutnya. Maka mereka melakukan apa yang dilakukan seorang ayah terhadap anaknya dan melakukan apa yang dilakukan seorang anak terhadap ayahnya.
Kemudian Ibrahim  berkata, “Wahai Ismail, sesungguhnya Allah  memerintahkanku dengan suatu perintah.”
Dan Ismail  pun menjawab, “Lakukan apa yang Allah  perintahkan padamu.
Ibrohim  berkata, “Maukah engkau menolongku?”
Ismail menjawab, “Aku akan menolongmu.”
Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membangun disini rumah (Baitullah), sembari menunjuk ke tempat yang tinggi (Ka’bah).”

Rasulullah  bersabda, “Pada saat itulah mereka berdua meninggikan pancangan-pancangan Baitullooh dimana Ismail  membawa batu dan Ibrahim ; membangunnya sehingga bangunan pun menjadi tinggi. Dan kemudian datang dengan membawa batu ini serta meletakkannya dan kemudian berdiri diatasnya dan membangunnya. Sedangkan Ismail yang membawa batu. Kemudian keduanya berdoa, “Ya Allah, Rabb kami, terimalah ini dari kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Rasulullah  bersabda, “Keduanya membangun hingga mengelilingi seputar Ka’bah, sembari keduanya berdoa, “Ya Allooh, Robb kami, terimalah ini dari kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (HR Imaam Al Bukhoory no: 3364)

Jadi kembali kepada bahasan kita semula, jelaslah bahwa Nabi Ismail  itu lahir terlebih dahulu daripada Nabi Ishaq. Karena Sarah merasa iri dengan lahirnya seorang anak bagi Nabi Ibrohim  dari Haajar, maka ia pun meminta Nabi Ibrahim untuk membawa Haajar yang telah memiliki anak yakni Nabi Ismail untuk pergi menjauh. Artinya, dikala itu Sarah belum memiliki anak.

Setelah ditinggal pergi jauh dengan membawa Haajar dan anaknya (Ismail) ke Mekkah, maka Nabi Ibrohim  pun pulang kembali ke Palestina kepada Sarah, dan setelahnya Sarah pun dikaruniai seorang putera yang bernama Ishaq. Dengan demikian, jelaslah bahwa urutan yang terlebih dahulu lahir adalah Nabi Ismail, barulah kemudian Nabi Ishaq.

Namun, berita ini diputarbalikkan oleh kaum Yahudi dengan melakukan Tahriif  (pemutarbalikan fakta) sehingga dalam Kitab Perjanjian Lama (Taurat) mereka maka tidak disebutkan seperti diatas kejadiannya. Melainkan yang diunggulkan dalam Kitab itu adalah bahwa anak yang dilihat oleh Nabi Ibrohim dalam mimpinya untuk disembelih itu adalah Ishaq, dan bukannya Ismail. Padahal didalam Al Qur’an dijelaskan bahwa putera yang hendak disembelih oleh Nabi Ibrahim  (atas perintah Allah), sebagaimana dalam mimpinya itu, adalah Nabi Ismail.

Perhatikanlah firman Allah dalam QS. Maryam (19) ayat 54 :
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولاً نَّبِيّاً
Artinya:
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.”

Kemudian dalam QS. Shood (38) ayat 48, Allah SWT berfirman:
وَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ وَكُلٌّ مِّنْ الْأَخْيَارِ

Artinya :Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa’ dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik.”

Dan dalam QS. Al Anbiyaa (21) ayat 85, Allah SWT berfirman :

وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كُلٌّ مِّنَ الصَّابِرِينَ

Artinya:Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar.”

Juga dalam QS. Al An’aam (6) ayat 86, dimana Allah SWT  berfirman :

وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطاً وَكُلاًّ فضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ

Artinya :dan Ismail, Ilyasa`, Yunus dan Luth. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya).”

Dari ayat-ayat diatas dijelaskan bahwa Nabi Ismail, Nabi Ilyasa, Nabi Yunus, Nabi Nuh, Nabi Idris, Nabi Dzulkifli dan Nabi Luth; mereka itu masing-masing memiliki keunggulan di alam semesta ini diantara ummat manusia karena mereka para nabi itu adalah orang-orang yang baik, tepat janji dan orang-orang yang sabar.
Berikutnya kita ketahui dari firman Allah SWT bahwa Nabi Ismail dan Nabi Ishaq  adalah menyeru kepada Islam; dan bukan menyeru agar menjadi Yahudi ataupun Nashrani.

Perhatikanlah firman Allah  SWT dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 135-136 :
وَقَالُواْ كُونُواْ هُوداً أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُواْ قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿١٣٥﴾ قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ ﴿١٣٦﴾

Artinya :
(135) Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nashrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah: “Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrohim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik”.

(136) Katakanlah (hai orang-orang mu’min): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrohim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Robb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya (Muslimun)“.

Jadi, semua nabi dan rosuul adalah Muslimun (Islam). Dan kita (Muslim) tidak membeda-bedakan diantara Nabi Ismail dan Nabi Ishaq  karena mereka adalah dalam posisi yang sama yakni hanya berserah diri kepada Allah SWT dan hanya beriman kepada apa yang Allah SWT  firmankan dalam ayat tersebut. Nabi Ismail dan Nabi Ishaq adalah meneruskan millah Ibrohim; dan mereka bukanlah menjadi Yahudi ataupun Nashrani !

Kemudian dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 140, Allah SWT berfirman:

أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطَ كَانُواْ هُوداً أَوْ نَصَارَى قُلْ أَأَنتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللّهُ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن كَتَمَ شَهَادَةً عِندَهُ مِنَ اللّهِ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

Artinya :Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nashroni) mengatakan bahwa Ibrohim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nashroni? Katakanlah: “Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allooh, dan siapakah yang lebih dzolim daripada orang yang menyembunyikan syahadah* dari Allooh yang ada padanya?” Dan Allooh sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.”

*] Syahadah dari Allah adalah persaksian Allah  yang tertera dalam Taurat dan Injil bahwa Ibrahim dan anak cucunya bukanlah penganut agama Yahudi ataupun Nashrani dan bahwa Allah  akan mengutus Nabi Muhammad SAW.

Allah SWT tahu benar bahwa mereka (Yahudi dan Nashrani) memalsukan ayat-ayat Taurat dan Injil, sehingga bahwa seolah-olah Nabi Ibrahim, Nabi Ismail  dan Nabi Ishaq  adalah Yahudi atau Nashroni. Padahal yang benar adalah bahwa mereka (Ibrahim, Ismail, Ishaq) adalah Muslimun (Islam), satu millah, satu ajaran sebagaimana ajaran yang dibawakan oleh Nabi Ibrahim.

Juga dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 163, Allah SWT berfirman:

إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِن بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأَسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُوراً

Artinya :“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrohim, Isma`il, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, `Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.”

Ayat tersebut menunjukkan bahwa semua nabi-nabi yang Allah beritakan itu adalah diberi wahyu oleh Allah , dan mereka semua berdakwah dengan dakwah yang satu yakni Dienul Islam; dan bukan Yahudi atau Nashrani.

Lalu didalam Al Qur’an, Allah pun menjelaskan kepada kita bahwa Nabi Ibrahim dan puteranya bernama Ismail  lah yang membangun (merenovasi) Ka’bah. Jadi jelaslah bahwa tidak ada dari Yahudi ataupun Nashroni yang membangun Ka’bah, karena Yahudi itu berasal dari putera Ishaq. Dan Ishaq   bertempat tinggal di wilayah sekitar Palestina, sehingga para nabi-nabi yang merupakan anak keturunannya pun juga bertempat tinggal di sekitar wilayah Palestina. Sementara Nabi Isma’il  lah yang bertempat tinggal di Mekkah yakni di Jazirah ‘Arab.

Perhatikanlah firman Allah dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 125-129:

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْناً وَاتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ ﴿١٢٥﴾ وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ ﴿١٢٦﴾ وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ﴿١٢٧﴾ رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ ﴿١٢٨﴾ رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ العَزِيزُ الحَكِيمُ ﴿١٢٩﴾
Artinya:
(125) Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqom* Ibrohim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrohim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i`tikaaf, yang ruku` dan yang sujud“. 
(126) Dan (ingatlah), ketika Ibrohim berdo`a: “Yaa Rabbku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rizqyi dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allooh dan hari kemudian.” Allooh berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”.
(127) Dan (ingatlah), ketika Ibrohim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdo`a): “Ya Robb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“.
(128) Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami ummat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
(129) Ya Rabb kami, utuslah untuk mereka seorang Rosuul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

*] Maqom adalah tempat berdiri Nabi Ibrahim diwaktu membangun Ka’bah.
Dalam ayat 129 QS. Al Baqoroh diatas, jelaslah bahwa Allah  mengabulkan do’a Nabi Ibrohim dan Nabi Ismail  yang memohon untuk didatangkan seorang Rasul yakni Nabi Muhammad, dari kalangan mereka (bangsa ‘Arob, keturunan dari Ismail) yang kemudian akan membacakan ayat-ayat Allah dan mengajarkan Al Qur’an, As Sunnah serta mensucikan mereka.

Adapun penjelasan Allah  di dalam Al Qur’an bahwa yang diperintahkan untuk disembelih (dikurbankan) oleh Nabi Ibrahim adalah puteranya yang bernama Ismail ; dan bukannya Ishaq  sebagaimana yang telah diputarbalikkan faktanya oleh kaum Yahudi dalam Kitab mereka; maka perhatikanlah firman Allah dalam QS. Ash Shoffaat (37) ayat 101-113 :
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ ﴿١٠١﴾ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾ فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ ﴿١٠٣﴾ وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ ﴿١٠٤﴾ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ﴿١٠٥﴾ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاء الْمُبِينُ ﴿١٠٦﴾ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ ﴿١٠٧﴾ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ ﴿١٠٨﴾ سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ﴿١٠٩﴾ كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ﴿١١٠﴾ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ ﴿١١١﴾ وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيّاً مِّنَ الصَّالِحِينَ ﴿١١٢﴾ وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِن ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ مُبِينٌ ﴿١١٣﴾

Artinya:
(101) Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.*]
(102) Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrohim, Ibrohim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allooh kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar“.
(103) Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrohim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).
(104) Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrohim,
(105) sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”**], sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
(106) Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
(107)  Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
(108) Kami abadikan untuk Ibrohim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,
(109) (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrohim”.
(110) Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
(111) Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.
(112) Dan Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang shaleh.
(113) Kami limpahkan keberkahan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang dzolim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.
*] Yang dimaksud adalah Nabi Ismail.
**] Yang dimaksud dengan membenarkan mimpi itu adalah mempercayai bahwa mimpi itu benar berasal dari Allah dan wajib untuk melaksanakannya
***] Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail, maka Allah pun melarang Ibrahim  untuk menyembelih Ismail dan menyuruhnya untuk menggantinya denga berkurban seekor sembelihan (kambing). Peristiwan inilah yang menjadi dasar disyari’atkannya Ibadah Qurban untuk dilakukan pada Hari Raya Haji (Iedul Adha).

Sebagaimana didalam penjelasan Tafsir Imaam Ibnu Katsiir, bahwa yang dimaksud sebagai anak yang sabar (halus) tersebut adalah Ismail, yang merupakan anak pertama yang diberikan oleh Allah  kepada Nabi Ibrohim sebagai kegembiraan baginya.

Terdapat secara redaksional dalam Kitab mereka bahwa Ismail  adalah anak dari Nabi Ibrahim  yang ketika itu umur Nabi Ibrahim  adalah 86 tahun. Dan ketika Ishaq  lahir, umur Nabi Ibrahim  adalah 99 tahun. Jadi selisihnya adalah tidak kurang dari 15 tahun dimana Nabi Ismail adalah lebih tua daripada Nabi Ishaq.
Lalu sesuai dengan ayat 102 QS. Ash Shoffaat diatas, Qurban itu diperintahkan oleh Allah  kepada Nabi Ibrahim untuk melakukan penyembelihan terhadap puteranya yang bernama Ismail, dan bukannya Ishaq. Kemudian setelah Nabi Ibrahim berhasil melalui ujian itu maka di ayat 112 QS. Ash Shoffaat diatas, barulah Allah SWT  memberitakan tentang kelahiran Nabi Ishaq . Artinya, bahwa Nabi Ishaq  adalah terlahir belakangan, sesudah Nabi Ismail. Sungguh berita ini sangatlah jelas!

Adapun adanya berita-berita syubhat yang dihembus-hembuskan oleh kaum Yahudi dalam Kitab Perjanjian Lama, bahwa yang diperintahkan untuk disembelih itu adalah Nabi Ishaq  yang merupakan anak tunggal (satu-satunya) dari Nabi Ibrahim ; maka ini adalah Tahriif (manipulasi fakta) yang terjadi akibat kedengkian, atau rasa hasad (iri) terhadap orang-orang Arab, yang merupakan keturunan dari Ismail.

Orang Arab mengatakan bahwa Mesir adalah Ummul ‘Arob, karena Haajar, ibu daripada Ismail  adalah wanita yang berasal dari Mesir. Adapun Ismail menikah dengan wanita dari Bani Jurhum (orang Yaman); sehingga Ismail disebut sebagai Abul ‘Arob.

Demikianlah, oleh karena itu dapatlah kita ketahui asal-usul dari kebencian kaum Yahudi terhadap orang-orang Islam yang berlangsung terus sampai hari ini.

Bahkan bila anda membuka internet, dapat ditemukan Website atau Blog Anti Arabisasi”, yang isinya adalah menyiarkan paham Pluralisme. Syubhat-syubhat itulah yang mereka katakan dalam Kitab-Kitab mereka (Yahudi ataupun Nashrani), karena kedengkian mereka terhadap Nabi Ismail dan keturunannya orang-orang ‘Arob yang daripadanya muncul Nabi Penutup yakni Nabi Muhammad serta terhadap orang-orang Islam; sehingga mereka pun bertekad untuk berpisah dari ajaran Nabi Ibrahim yang sejak semula senantiasa menyerukan Islam kepada ummat manusia. Dari sinilah sesungguhnya Yahudi itu mulai menjauh dari kebenaran dan mulai berani untuk memalsukan dan mengubah-ubah Kitab mereka ataupun memutar balikkan fakta-fakta. Jadi asal muasal Yahudi itu terlahir antara lain atas dasar kedengkian (hasad), sehingga mereka pun mengubah-ubah Kitab mereka sesuai selera mereka, serta melakukan manipulasi dan penggelapan demi penggelapan sejarah. Hal ini akan terus berlangsung dalam berbagai tahapannya. Perjuangan dan kiprah kaum Yahudi akan nampak jelas dalam perkara ini. Bukan saja sekedar “gen”-nya Yahudi, namun memang segala upaya Yahudi tidaklah terlepas dari bibit karakter yang demikian. Benarlah firman Allah dalam ayat 113 QS. Ash Shoffaat diatas, bahwa diantara anak cucu keturunan Nabi Ishaq ada yang berbuat kedzoliman dengan kedzoliman yang nyata.

Selanjutnya didalam sejarah, Nabi Ishaq  memiliki putera yang bernama Ya’qub. Dalam QS. Huud (11) ayat 71, Allah SWT  berfirman :

وَامْرَأَتُهُ قَآئِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِن وَرَاء إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ

Artinya :“Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari Ishaq (akan lahir puteranya) Ya`qub.”

Kemudian dari Nabi Ya’qub akan terlahir keturunannya yang bernama Yusuf, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam QS. Yusuf (12) ayat 4-6:

إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَباً وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ ﴿٤﴾ قَالَ يَا بُنَيَّ لاَ تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُواْ لَكَ كَيْداً إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلإِنسَانِ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٥﴾ وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِن تَأْوِيلِ الأَحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِ يَعْقُوبَ كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِن قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿٦﴾

Artinya:
(4) (Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku*], sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”
(5) Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaithoon itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
(6) Dan demikianlah Robb-mu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta`bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya ni`mat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya`qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan ni`mat-Nya kepada dua orang bapakmu**] sebelum itu, (yaitu) Ibrohim dan Ishaq. Sesungguhnya Robb-mu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

*] Bapak Yusuf  adalah Ya’qub, putera dari Ishaq, dimana Ishaq adalah putera dari Ibrahim.
**] Yang dimaksud dengan “dua orang bapak” disini, adalah kakek dan ayah dari kakek.
Perhatikanlah betapa terhadap Yusuf pun Yahudi hendak berbuat makar yang diakibatkan oleh rasa dengki (hasad) mereka.

Demikianlah, tentang Nabi Ya’qub  dan Nabi Yusuf ; kemudian Nabi Musa  dan Nabi Harun; dan berikutnya adalah Nabi Sulaiman  dan Nabi Daawud  akan kita bahas lebih lanjut dalam kajian-kajian mendatang; agar lebih jelas bagaimana kaitannya dengan Bani Isroil, Fir’aun dan berbagai kerusakan yang terjadi hingga zaman kita sekarang ini. Pada intinya, makar-makar Yahudi yang merupakan karakter mereka akan senantiasa terlihat dalam berbagai tahapannya. Dan hendaknya kita sebagai kaum Muslimin mewaspadai hal ini, agar janganlah kita menjadi korban mereka; karena kaum Yahudi telah berketetapan bahwa selain Yahudi akan dijadikan sebagai korban oleh mereka.

TANYA JAWAB
Pertanyaan:
Dalam kisah perjalanan Nabi Ibrohim  dan Nabi Luth ke Mesir, beliau singgah di suatu tempat dimana kaum Sabi’in hidup. Mohon dijelaskan bagaimana tentang ‘Aqidah kaum Sabi’in tersebut. Dan bagaimanakah dakwah Nabi Luth?

Jawaban:
Tentang kaum Sabi’in atau Saba’iyyah yang ada di Mesir, erat kaitannya dengan ‘aqidah yang memanjang dan mata-rantainya tidak terputus dengan Yahudi hari ini, yaitu penyembah berhala. Misalnya piramida-piramida di Mesir adalah bagian kisah yang tidak terpisahkan dengan kaum Sabi’in ini. Insya Allah nanti dalam kajian-kajian berikutnya akan kita amati  dan kita bahas bahwa semua yang berkaitan dengan segitiga 60 derajat (logo segitiga piramid bersudut 60 derajat) adalah perpanjangan dari misi dan ideologi Yahudi, yang sebenarnya hal ini tidak boleh ada dalam jiwa kaum Muslimin. Bahkan kalau kita cermati di internet, maka kode internet adalah selalu diawali dengan WWW.


Kalau kita rangkaikan ketiga huruf  “W” tersebut, maka akan membentuk enam bintang yang merupakan simbol dari Bintang David (Bintang Daud) yang merupakan simbol dari bendera Yahudi  (Israel). Seolah kalau kita memasuki internet maka kita sudah masuk kedalam dunia Yahudi.

Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat


Tidak ada komentar

Posting Komentar