Asal Usul Yahudi (2) : Nabi Daud, Nabi Sulaiman dan Bani Israil
Dalam kajian yang lalu telah dibahas bahwa pada abad 17 SM (Sebelum
Masehi), Nabi Yusuf membawa seluruh keluarganya (Nabi Ya’qub, kakak-kakaknya maupun adiknya Bunyamin) untuk pindah
keMesir dari negeri mereka Kan’aan.
Kemudian pada abad 14 atau 13 SM, ketika Bani Isra’iil mengalami
penindasan Fir’aun di Mesir, maka Allah pun mengutus Nabi
Musa untuk menyelamatkan Bani Isra’iil dari perbudakan
Fir’aun tersebut dan pada akhirmnya membawa mereka kembali ke negeri Kan’aan.
Kemudian pada sekitar abad 11 SM, Allah mengutus salah seorang Rosul-Nya lagi yakni Nabi Daud terhadap Bani Israil. Dan setelah Nabi Daud wafat pada abad 10 SM, maka dakwah terhadap Bani Israil
dilanjutkan oleh putra Nabi Daud yang bernama Nabi Sulaiman.
Masa inilah yang akan kita telaah dalam kajian kita kali ini,
berdasarkan tinjauan Wahyu Al Qur’an yang telah Allah
berikan kepada kita melalui firman-firman-Nya.
Nabi Daud adalah seorang Nabi dan
sekaligus seorang Penguasa (Raja) yang Allah pilih untuk
terus menyampaikan dakwah tauhiid terhadap
kaum Bani Isro’iil. Wilayah kekuasaan pada masa Nabi Daud adalah berukuran sekitar 120 mil (panjang) dan 60 mil (lebar) (yang
sebetulnya tidaklah terlalu luas wilayah kerajaannya), terbentang dari
Sungai Eufrat (dalam bahasa Arab disebut : Furot (الفرات) di kawasan Babylonia (Iraq), hingga ke Sungai Nil di Mesir.
Sungai Eufrat |
Sungai Eufrat di kawasan Babylonia (sekarang adalah Iraq) |
Terhadap hamba-Nya yang shaleh, Nabi Daud, Allah memberikan kepadanya berbagai keutamaan antara lain adalah menurunkan Kitab Zabuur kepadanya,
memberinya kebijaksanaan untuk memutuskan perkara dengan keadilan,
memiliki suara tasbih (yang merdu) yang menjadikan gunung-gunung dan
burung-burung tunduk turut bertasbih bersamanya, dan mempunyai kekuatan
yang luar biasa untuk mematahkan, membengkokkan besi serta kemampuan
membuat baju-baju besi untuk berperang.
Perhatikanlah firman Allah dalam Al Qur’an Surat Shood (38) ayat 17-20 sebagai berikut:
…
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ إِنَّهُ أَوَّابٌ ﴿١٧﴾ إِنَّا
سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ
﴿١٨﴾ وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً كُلٌّ لَّهُ أَوَّابٌ ﴿١٩﴾ وَشَدَدْنَا
مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ ﴿٢٠﴾
Artinya:
(17) …dan ingatlah hamba Kami Daawuud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada Rabb-nya).
(18) Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi,
(19) dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masingnya amat ta`at kepada Allooh.
(20) Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.
Juga firman-Nya dalam QS. Saba’ (34) ayat 10-11 berikut ini:
وَلَقَدْ آتَيْنَا
دَاوُودَ مِنَّا فَضْلاً يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ
وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ ﴿١٠﴾ أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي
السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿١١﴾
Artinya:
(10) Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud
karunia dari Kami. (Kami berfirman): “Hai gunung-gunung dan
burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daawuud”, dan Kami
telah melunakkan besi untuknya,
(11) (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan
ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang shoolih. Sesungguhnya
Aku melihat apa yang kamu kerjakan.
Nabi Daud banyak menyertai tentara Bani Isro’iil di bawah pimpinan Thoolut melawan seorang raja yang bengis yang bernama Jaaluut (Goliath). Nabi Daud lah yang berhasil membunuh Jaaluut.
Perhatikanlah firman Allah dalam Al Qur’an Surat Al Baqoroh (2) ayat 246-251:
أَلَمْ تَرَ إِلَى
الْمَلإِ مِن بَنِي إِسْرَائِيلَ مِن بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُواْ
لِنَبِيٍّ لَّهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكاً نُّقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللّهِ
قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِن كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلاَّ
تُقَاتِلُواْ قَالُواْ وَمَا لَنَا أَلاَّ نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللّهِ
وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِن دِيَارِنَا وَأَبْنَآئِنَا فَلَمَّا كُتِبَ
عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْاْ إِلاَّ قَلِيلاً مِّنْهُمْ وَاللّهُ
عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ ﴿٢٤٦﴾ وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللّهَ
قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكاً قَالُوَاْ أَنَّى يَكُونُ لَهُ
الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ
سَعَةً مِّنَ الْمَالِ قَالَ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ
بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَن
يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ﴿٢٤٧﴾ وَقَالَ لَهُمْ نِبِيُّهُمْ إِنَّ
آيَةَ مُلْكِهِ أَن يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِّن
رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَآلُ هَارُونَ
تَحْمِلُهُ الْمَلآئِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لَّكُمْ إِن كُنتُم
مُّؤْمِنِينَ ﴿٢٤٨﴾ فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِالْجُنُودِ قَالَ إِنَّ
اللّهَ مُبْتَلِيكُم بِنَهَرٍ فَمَن شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَن
لَّمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلاَّ مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً
بِيَدِهِ فَشَرِبُواْ مِنْهُ إِلاَّ قَلِيلاً مِّنْهُمْ فَلَمَّا جَاوَزَهُ
هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ قَالُواْ لاَ طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ
بِجَالُوتَ وَجُنودِهِ قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو
اللّهِ كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ
اللّهِ وَاللّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ ﴿٢٤٩﴾ وَلَمَّا بَرَزُواْ لِجَالُوتَ
وَجُنُودِهِ قَالُواْ رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْراً وَثَبِّتْ
أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ ﴿٢٥٠﴾
فَهَزَمُوهُم بِإِذْنِ اللّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللّهُ
الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ وَلَوْلاَ دَفْعُ
اللّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ الأَرْضُ وَلَـكِنَّ
اللّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ ﴿٢٥١﴾
Artinya:
(246) Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Isro’iil sesudah
Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka:
“Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah
pimpinannya) di jalan Allah”.
Nabi mereka menjawab: “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang.”
Mereka menjawab: “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan
Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami
dan dari anak-anak kami?”
Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun
berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha
Mengetahui orang-orang yang dzolim.
(247) Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thoolut menjadi rajamu”.
Mereka menjawab: “Bagaimana Thoolut memerintah kami, padahal kami
lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun
tidak diberi kekayaan yang banyak?”
(Nabi mereka) berkata: “Sesungguhnya Allooh telah memilihnya
menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa.”
Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
(248) Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya
tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya
terdapat ketenangan dari Robb-mu dan sisa dari peninggalan keluarga
Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang
beriman.
(249) Maka tatkala Thoolut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa
di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa
tiada meminumnya, kecuali menciduk seciduk tangan, maka ia adalah
pengikutku".
Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara
mereka. Maka tatkala Thoolut dan orang-orang yang beriman bersama dia
telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata:
“Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jaaluut dan
tentaranya.”
Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allooh
berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan
golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang
yang sabar.”
(250) Tatkala mereka nampak oleh Jaaluut dan tentaranya, mereka pun (Thoolut dan tentaranya) berdo`a: “Ya Robb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kaafir”.
(251) Mereka (tentara Thoolut) mengalahkan tentara
Jaaluut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daawuud membunuh
Jaaluut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan
hikmah, (sesudah meninggalnya Thoolut) dan mengajarkan kepadanya apa
yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allooh tidak menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah
bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta
alam.
Dan setelah mendapatkan kemenangan, maka Nabi Daud dinikahkan dengan putri Thoolut, yang dari pernikahan tersebut akan
terlahir Nabi Sulaiman.
Jasa Nabi Daud, selain daripada membantu Thoolut mengalahkan Jaaluut; adalah beliau membangun Baitul Maqdis.
Tetapi karena Nabi Daud sibuk dalam peperangan, maka
beliau wafat sebelum Baitul Maqdis tuntas dibangun, sehingga
penyelesaiannya pun diwariskan kepada putranya yakni Nabi Sulaiman.
Pada masa Nabi Sulaiman (sekitar abad 10 SM),
diselesaikanlah pembangunan Baitul Maqdis yang kemudian dikenal dengan
sebutan Haikal Sulaiman.
Sebagaimana telah kita bahas dalam kajian lalu tentang “Nabi Musa dan Bani Isro’iil”, maka diantara kaum Bani Isro’iil, mereka itu ada yang telah terpengaruh oleh paganisme (penyembahan berhala) di Mesir, sehingga mereka berpaling dariajaran tauhiid
yang diserukan oleh para Nabi yakni Nabi Ibrohim, Nabi Ishaq, Nabi
Ya’qub dan Nabi Musa. Bahkan ketika mereka berada di
kawasan Babylonia ini, mereka pun tak lepas bahkan bertambah-tambah
kekufurannya dengan berbagai penyembahan berhala terhadap bintang-bintang
dan juga berbagai ajaran sihir di negeri ini. Babylonia adalah negeri
yang subur dan hijau serta makmur wilayahnya, tetapi disisi lain negeri
ini pun adalah negeri yang subur, sangat rentan, dan mahir pula dalam
dunia sihirnya.
Bagan Nasab Sihir Bani Israil di Babylonia
Di Babylonia, kaum Bani Isro’iil menyembah bintang-bintang, dimana bintang-bintang tersebut dirumuskan dalam bentuk berhala-berhala. Apabila seorang Pengikut Tukang Sihir memiliki suatu keperluan, maka ia akan datang memintanya kepada Tukang Sihir;
lalu si Tukang Sihir pun akan meneruskan permintaan tersebut kepada
bintang-bintang melalui berhala mereka dengan memberikan suatu
sesembahan (sesajen, wadal ataupun korban).
Dikala itu mereka mempercayai adanya Dewa Zahl (Zuhal) (atau Saturnus) yakni dewa mereka tempat meminta berbagai keperluan yang berkaitan
dengan peperangan, kematian, ataupun perlindungan terhadap kejahatan.
Sedangkan menurut keyakinan mereka, apabila mereka memiliki kebutuhan
berkaitan dengan kilat, petir, penyakit ataupun perkara-perkara yang
luar biasa; maka mereka mengadukannya kepada Dewa Al Maarikh (atau Mars ).
Demikianlah kaum Bani Isro’iil berpaling dari ajaran tauhiid (monotheisme) kepada penyembahan berhala (polytheisme). Amatlah buruk sikap mereka itu meninggalkan seruan tauhiid para Nabi mereka. Padahal sesungguhnya, bintang-bintang itu hanyalah makhluk ciptaan Allah.
Dan Allah telah menjadikan Syaithan dari kalangan Jin (yang merupakan sekutu dari Tukang Sihir
tersebut) yang apabila mereka hendak mencuri berita dari langit maka
mereka akan dilempari oleh bintang-bintang; sebagaimana difirmankan-Nya
dalam QS Al Jinn ayat 8-9 berikut ini :
وَأَنَّا لَمَسْنَا
السَّمَاء فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَساً شَدِيداً وَشُهُباً ﴿٨﴾
وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَن يَسْتَمِعِ
الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَاباً رَّصَداً ﴿٩﴾
Artinya
(8) dan sesungguhnya kami telah
mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan
penjagaan yang kuat dan panah-panah api,
(9) dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa
tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya).
Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti
itu) tentu akan menjumpai panah api (bintang) yang mengintai (untuk membakarnya).
Pelajaran yang dapat diambil dari QS. Al Jinn ayat 9 diatas adalah bahwa sungguh merupakan suatu kejahilan (kebodohan) dan kesyirikan apabila manusia menyembah bintang-bintang, menjadikan bintang-bintang tersebut sebagai dewa-dewa dan tuhan-tuhan mereka, meminta ramalan nasib kepada bintang-bintang sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian manusia dengan berbagai media kesyirikan seperti: Zodiak, Shio, Kartu-kartu Tarot, Primbon
dan sebagainya; padahal bintang-bintang tersebut hanyalah makhluk
ciptaan Allah, yang Allah jadikan sebagai
alat pelempar untuk membakar Syaithan dari kalangan Jin yang hendak
mencuri berita dari langit. Mengapa manusia meninggalkan penyembahan
kepada Allah? Allah lah pemilik
bintang-bintang tersebut. Mintalah pertolongan kepada Allah, dan berlindunglah dari berbagai keburukan kepada-Nya pula.
Itulah tauhiid.
Kartu Tarot
Shio
Zodiak
Kaitan bahasan kita tentang Nabi Daud dan Bani
Israil ini adalah perlunya kita ketahui bahwa orang Yahudi Bani
Israil membuat suatu klaim yang dusta terhadap Nabi Daud. Orang Yahudi menggunakan lambang Bintang David (Bintang Daud), sebagai simbol dalam berbagai praktek sihir, okultis
ataupun ritual pemanggilan roh halus yang kerap mereka lakukan dan
mereka menisbatkan simbol tersebut kepada Nabi Daud.
Simbol Bintang Daawuud (Bintang David)
Padahal Nabi Daud adalah penyeru ajaran Tauhid dan dia adalah seorang Nabi yang shaleh yang taat pada Allah, dan bukanlah seorang yang mengerjakan sihir (kaafir). Dan apabila ditelusuri dalam sejarah, sesungguhnya Bintang Hexagram ini adalah merupakan simbol yang digunakan oleh para Tukang Sihir, penghitung bintang di langit dan para “astronom” kuno yang berasal dari kebudayaan paganisme di Mesir maupun Babylonia.
Bintang Hexagram terlihat pada segel silinder Sumeria yang berasal dari abad 2500 SM (dipamerkan di Museum Vorderasiatisches, Berlin). Bintang Hexagram tersebut digunakan untuk astrologi (perbintangan) dan astronomi.
Dan ada diantara kalangan orang Yahudi yang mencoba mengkaitkan hubungan antara Yahudi dengan Nabi Daud dengan penggunaan simbol Bintang Daud dimana Bintang Hexagram tersebut mengisyaratkan tentang 12 orang turunan Nabi Ya’qub.
Adapun kaitan antara Nabi Sulaiman dan Bani Israill,
adalah perlunya kita ketahui bahwa orang Yahudi Bani Israil
beranggapan bahwa Nabi Sulaiman adalah penyihir yang sangat
ulung pada masa jayanya, dikarenakan Nabi Sulaiman tidak
hanya dapat berkuasa atas manusia, dan hewan tetapi juga dapat
menundukkan jin-jin. Padahal anggapan tersebut sangatlah keliru. Nabi
Sulaiman adalah seorang Nabi pengemban dakwah tauhiid,
sangatlah jauh beliau dari dunia sihir. Semua ini Allah jelaskan dalam berbagai firman-Nya berikut ini.
Perhatikanlah QS. An Naml (27) ayat 15-16 ini,
dimana Allah menjelaskan bahwa kemampuan Nabi Sulaiman berbicara dan memahami bahasa hewan itu tidak lain adalah
karunia Allah semata-mata :
وَلَقَدْ آتَيْنَا
دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ عِلْماً وَقَالَا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي
فَضَّلَنَا عَلَى كَثِيرٍ مِّنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ ﴿١٥﴾ وَوَرِثَ
سُلَيْمَانُ دَاوُودَ وَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنطِقَ
الطَّيْرِ وَأُوتِينَا مِن كُلِّ شَيْءٍ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْفَضْلُ
الْمُبِينُ ﴿١٦﴾
Artinya:
(15) Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman”.
(16) Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata: “Hai Manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata.”
Adapun kemampuan menaklukkan manusia, hewan dan jin itu pun adalah
atas anugrah dan izin Allah semata-mata terhadap Nabi
Sulaiman, sebagaimana dijelaskan-Nya dalam QS. Saba’ (34) ayat 12-13:
وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ
غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ
وَمِنَ الْجِنِّ مَن يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَمَن
يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ ﴿١٢﴾
يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِن مَّحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ
كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَّاسِيَاتٍ اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْراً
وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ ﴿١٣﴾
Artinya:
(12) “Dan Kami (Allah) (tundukkan) angin bagi Sulaiman,
yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan
perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan
Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Rabb-nya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.”
(13) Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang
dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan
piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap
(berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur
(kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.”
Dan juga firman-Nya dalam QS. An Naml (27) ayat 16-19 berikut ini:
وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ
دَاوُودَ وَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنطِقَ الطَّيْرِ
وَأُوتِينَا مِن كُلِّ شَيْءٍ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْفَضْلُ الْمُبِينُ
﴿١٦﴾ وَحُشِرَ لِسُلَيْمَانَ جُنُودُهُ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ
وَالطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ ﴿١٧﴾ حَتَّى إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِي
النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا
مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا
يَشْعُرُونَ ﴿١٨﴾ فَتَبَسَّمَ ضَاحِكاً مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ
أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى
وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ
فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ ﴿١٩﴾
Artinya:
(16) Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata: “Hai Manusia, kami
telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala
sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata“.
(17) Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan).
(18) Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah
seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar
kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak
menyadari”;
(19) maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo`a: “Ya
Robb-ku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni`mat-Mu yang telah
Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk
mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan
rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh“.
Bahkan Allah pun menganugrahkan ilmu, hikmah dan
kebijaksanaan kepada Nabi Sulaiman, sebagaimana hal itu
telah Allah berikan pula kepada bapaknya yakni Nabi
Daud.
Perhatikanlah firman Allah dalam QS. Al Anbiyaa (21) ayat 78-79 berikut ini:
وَدَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ
إِذْ يَحْكُمَانِ فِي الْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فِيهِ غَنَمُ الْقَوْمِ
وَكُنَّا لِحُكْمِهِمْ شَاهِدِينَ ﴿٧٨﴾ فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ
وَكُلّاً آتَيْنَا حُكْماً وَعِلْماً وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُودَ
الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ وَكُنَّا فَاعِلِينَ ﴿٧٩﴾
Artinya:
(78) Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya
memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh
kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan
yang diberikan oleh mereka itu,
(79) maka Kami telah memberikan pengertian kepada
Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing
mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan
gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan
Kamilah yang melakukannya.
Lalu secara lebih tegas Allah membantah klaim dusta
orang Yahudi (Bani Israil) yang mengkaitkan Nabi Sulaiman
dengan dunia sihir dan pernyataan mereka bahwa Nabi Sulaiman
adalah penyihir yang ulung, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 101-102 berikut ini:
وَلَمَّا جَاءهُمْ رَسُولٌ
مِّنْ عِندِ اللّهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌ مِّنَ
الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ كِتَابَ اللّهِ وَرَاء ظُهُورِهِمْ
كَأَنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ ﴿١٠١﴾ وَاتَّبَعُواْ مَا تَتْلُواْ
الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ
وَلَـكِنَّ الشَّيْاطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا
أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا
يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ
تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ
الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ
بِإِذْنِ اللّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ
وَلَقَدْ عَلِمُواْ لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ
وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْاْ بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُواْ يَعْلَمُونَ
﴿١٠٢﴾
Artinya:
(101) Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi
Allooh yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian
dari orang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah ke
belakang (punggung)-nya seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu
adalah Kitab Allah).
(102) Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh
syaithan-syaithan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan
bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir
(tidak mengerjakan sihir), hanya syaithoon-syaithoon itulah yang kafir
(mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa
yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut
dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun
sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu
janganlah kamu kafir”.
Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan
sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan
isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat
dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka
mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi
manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang
menukarnya (kitab Allooh) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan
di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan
sihir, kalau mereka mengetahui.”
Pelajaran yang dapat kita ambil dari QS. Al Baqoroh (2) ayat 101
diatas adalah bahwa Bani Isro’iil itu memiliki sifat berpaling dari
perintah Allah. Padahal mereka telah diberi Kitab Taurat
dan diperintahkan untuk bertauhiid dan hanya menyembah Allah , tetapi mereka bahkan membelakangi dan tidak mengacuhkan
Kitab Taurat itu dan justru mengerjakan apa-apa yang dilarang oleh
Allah, antara lain adalah perkara sihir.
Oleh karena itu dalam menafsirkan Surat Al Faatihah,perhatikanlah QS. Al Faatihah (1) ayat 5-7 berikut ini :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿٥﴾ اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ ﴿٦﴾
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ
الضَّالِّينَ ﴿٧﴾
(5) Hanya kepada Engkau (Allah) lah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.
(6) Tunjukilah kami jalan yang lurus,
(7) (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Para ‘Ulama Ahlus Sunnah menafsirkan “Maghduubi ‘alaihim (المَغضُوبِ عَلَيهِمْ)(orang-orang yang dimurkai atas mereka)” itu yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi (Bani Israil) karena mereka telah diberi ilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmunya.
Sedangkan yang dimaksud dengan “Waladhdhoolliin” (وَلاَ الضَّالِّينَ)(orang-orang yang sesat) adalah orang-orang Nashrani, karena mereka itu beramal tanpa ilmu.
Dengan demikian hendaknya kaum Muslimin dapat memetik hikmah ini dengan menjauhi berbagai Bid’ah, dan berpedoman hanya pada Al Qur’an dan As Sunnah yang Shohiihah.
Janganlah menjadi orang yang beramal tanpa ilmu sebagaimana orang-orang
Nashrani, dan jangan pula menjadi seperti orang-orang Yahudi yang telah
dianugrahi ilmu (dien) tetapi lalu tidak mengamalkan ilmu (dien)-nya,
bahkan malah berpaling dari tuntunan Allah dan
Rasul-Nya. Yang demikian itu adalah kekeliruan dan ketersesatan.
Kemudian dari QS. Al Baqoroh (2) ayat 102 diatas, dapat kita ambil pelajaran bahwa Nabi Sulaiman itu tidak kaafir, beliau tidak mengajarkan sihir. Yang kaafir itu adalah syaithan, karena syaithoon lah yang mengajarkan perkara sihir kepada manusia.
Oleh karena itu hendaknya kaum Muslimin memahami ayat ini dengan sebenar-benarnya bahwa menurut Allah, Sihir itu sama dengan Kufur. Dan Tukang Sihir itu adalah Kaafir dan Murtad (keluar) dari Islam.
Mereka itu kaafir dan murtad karena tidak meyakini bahwa manfaat dan
madhorot (bahaya) itu hanya bisa terjadi atas izin Allah.
Tukang Sihir (atau di zaman sekarang dikenal dengan berbagai sebutan antara lain: Paranormal, Tukang Ramal, “Orang Pintar”
dan sebagainya) dan manusia yang terpedaya oleh Tukang Sihir
menganggap bahwa keberuntungan ataupun perlindungan terhadap bahaya itu
adalah berasal dari jin, dari syaithan dari dewa-dewi, ataupun dari
matahari, bintang-bintang dan sebagainya; sehingga mereka menanyakan
perihal perjodohan, perihal pekerjaan atau bisnisnya kepada dukun-dukun
dan tukang-tukang sihirnya, ataupun mereka menganggap adanya hari baik
dan hari sial dalam melaksanakan suatu acara ini dan itu kepada tukang
ramal-tukang ramal mereka. Sesungguhnya hal itu dilakukan karena mereka
tidak beriman kepada Allah Sihir itu nyata adanya,
tetapi Sihir itu tidaklah bisa memberikan manfaat ataupun mendatangkan
madhorot (bahaya) terhadap seseorang kecuali atas izin Allah, dimana dengan hal itu Allah menguji adakah
seseorang itu beriman pada-Nya ataukah tidak.
Dalam Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 2516, dan beliau berkata bahwa Hadits ini Hasanun Shohiih, juga Syaikh Nashiruddin Al Albaany men-shohiihkannya,
dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Abbaas , bahwa Rasulullah mengajarkan kepada ‘Abdullah bin Abbas
dengan sabdanya sebagaimana berikut ini:
يا غلام إني أعلمك كلمات
احفظ الله يحفظك احفظ الله تجده تجاهك إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت
فاستعن بالله واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا
بشيء قد كتبه الله لك ولو اجتمعواعلى أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد
كتبه الله عليك
Artinya:
“ Wahai anak kecil sesungguhnya aku ajarkan padamu beberapa kalimat …. Dan ketahuilah
olehmu bahwa jika ummat ini bersepakat untuk memberimu manfaat, maka
mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali sesuai dengan apa yang
Allah telah takdirkan untukmu. Dan seandainya mereka bersepakat untuk
memberimu bahaya, maka sungguh hal itu tidak bisa kecuali sesuai dengan
apa yang Allooh takdirkan.”
Oleh karena itu hendaknya kaum Muslimin bergantung semata-mata kepada
Allah yang menguasai jin dan syaitan itu sendiri, yang
menetapkan qodho dan qadar, yang menguasai seluruh alam semesta ini,
karena Dia lah Allah, satu-satunya Penolong dan Pelindung
bagi kita.
Tidaklah Allah menurunkan dua malaikat di Babylonia bernama Haarut dan Maarut (*) melainkan dua malaikat itu adalah untuk menjelaskan bahwa “Sesungguhnya (ini adalah sihir) dan kami hanyalah ujian bagi kalian. Karena itu jangan kalian kaafir.”
Hikmahnya adalah agar manusia dapat membedakan bahwa apa yang Allah turunkan kepada Nabi Sulaiman itu adalah mu’jizat dari-Nya kepada hamba-Nya yang shalih tersebut, dan apa yang Allah turunkan kepada malaikat Haarut dan Maarut itu adalah Sihir yang Allah larang; dan agar manusia jangan mempelajari Sihir agar jangan menjadi orang-orang yang kaafir.
(*) Asal-usul penamaan Kartu Tarot itu antara lain dikatakan berasal dari nama malaikat Haarut dan Maarut ini.
Penjelasan ‘Ulama Ahlus Sunnah terhadap ayat 102 QS. Al Baqoroh
Dalam Tafsir Al Imaam Al Baghowy (beliau adalah seorang ‘Ulama madzab Syaafi’i) berkaitan dengan ayat 102 QS. Al Baqoroh ini beliau menukil pendapat pertama yakni dari Al Kalby sebagaimana berikut :
“Kisah ayat ini adalah bahwa syaithan menuliskan sihir dan mantra-mantranya melalui mulut Aashif bin Barkhiya, dimana dia (Aashif)
ini dikala itu tidak mengetahui bahwa Nabi Sulaiman adalah sebagai
raja. Kemudian mereka memendam tulisan tersebut dibawah tempat ibadah
Nabi Sulaiman, hingga Allah mencabut kerajaan
dan nyawa Nabi Sulaiman namun Nabi Sulaiman
tidak mengetahui tentang hal ini. Ketika Nabi Sulaiman meninggal, maka mereka mengeluarkan Kitab Sihir tersebut, dan mengatakan kepada manusia, “Sesungguhnya Sulaiman, dengan Kitab Sihir ini lah Sulaiman itu merajai atau menguasai kalian. Maka ketahuilah hal tersebut.”
Adapun para ‘Ulama dari kalangan Bani Isro’iil dan orang-orang shalih diantara mereka, maka mereka itu mengatakan, “Kami berlindung kepada Allooh bahwa (Kitab Sihir) yang demikian itu adalah bagian dari ilmu Allah.”
Sedangkan orang-orang jaahil (bodoh) di kalangan Bani Israil, mereka itu mengatakan, “Inilah ilmunya Sulaiman.”
Sehingga kemudian mereka pun mempelajarinya dan menolak Kitab para
Nabi mereka, lalu tersebarlah ketercelaan (kedustaan) atas Nabi
Sulaiman.
Demikianlah hal ini berlangsung terus-menerus keadaan dan perbuatan
mereka itu sampai akhirnya Allah mengutus Nabi Muhammad dan kepadanya Allah jelaskan bahwa
Nabi Sulaiman terbebas dari semua fitnah tersebut. Inilah
yang dikatakan oleh Al Kalby.” (“Tafsir Al Imaam Al Baghowy”Jilid I/126-127).
Jadi hendaknya kaum Muslimin memahami bahwa seluruh pemikiran dan
konsep global orang-orang Yahudi (Bani Israil) yang ingin merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum Muslimin itu sebenarnya adalah bertitik-tolak dari kisah tersebut. Mereka beranggapan bahwa yang membangun Baitul Maqdis dan Haikal Sulaiman
itu adalah Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, dan mereka
menganggap bahwa kejayaan Bani Israil dikala itu adalah karena Sihir
yang dimiliki oleh Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. Sehingga
orang-orang Yahudi berkeras untuk memberikan kesan kepada dunia bahwa
Yahudi (Bani Israil) ingin kembali ke Palestina itu adalah dalam
rangka mengembalikan kejayaan Nabi Sulaiman. Oleh karena
itu, bahkan pada zaman kita sekarang pun kaum Muslimin dapat menyaksikan
betapa ganasnya orang-orang Yahudi tersebut bekerja keras untuk
meruntuhkan Masjidil Aqsha dan menggantinya dengan Haikal Sulaiman.
Dan proyek mereka dalam hal ini adalah proyek mega besar.(Silakan anda klik atau tonton video youtube berjudul “3rd Temple Model Going Up” pada http://www.youtube.com/watch?v=EEqQMuTh_BE&feature=related, yang merupakan suatu situs Yahudi yang menjelaskan tentang proyek besar-besaran pembangunan Haikal Sulaiman oleh mereka saat ini). Jadi orang-orang Yahudi tersebut terus berusaha secara serius merebut
Palestina, karena mereka beranggapan bahwa disanalah tanah kelahiran
Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, Nabi Ya’qub, Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.
Mereka (kaum Yahudi) itu tidak sadar bahwa mereka sebenarnya tidak
memiliki kebangsaan dan negara yang tetap. Bahkan sampai ketika di
Babylonia (setelah wafatnya Nabi Sulaiman) pun, wilayah
mereka terpecah menjadi dua yaitu Kerajaan Yahuudzaa dan Kerajaan Saamiroh.
Dan mereka terus berada dalam keadaan kisruh dan tidak menetap serta
bahkan akhirnya diusir dan diperbudak oleh Babylonia. Dan ini terjadi
pada sekitar abad ke-6 SM.
Kemudian dalam Tafsir Al Imaam Al Baghowy selanjutnya beliau menjelaskan pendapat yang kedua yakni pendapat Al Imaam As Suddy sebagai berikut :
“Adapun Al Imaam As Suddy
mengatakan bahwa syaitan itu naik ke langit untuk mencuri-curi dengar
perkataan malaikat tentang apa yang akan terjadi di bumi, baik berupa
kematian ataupun selainnya. Kemudian syaithan itu mendatangi pada
dukun, sembari mencampur-adukkan apa yang mereka dengar tadi dari setiap
perkataan dengan 70 (tujuh puluh) kedustaan. Kemudian mereka
memberitakannya kepada para dukun tersebut, sehingga setelah tertulis
maka tersebarlah ditengah-tengah Bani Isro’iil itu bahwa Jin adalah
mengetahui perkara yang ghaib.
Oleh karena itu, maka Nabi Sulaiman pun mengutus pada
orang-orang kemudian mengumpulkan Kitab-Kitab tersebut dan menjadikannya
didalam kotak serta memendamnya dibawah kursinya, seraya mengatakan, “Aku
tidak ingin mendengar seorang pun mengatakan bahwa syaithan mengetahui
perkara yang ghoib, kecuali akan aku penggal lehernya.”
Dan ketika Nabi Sulaiman meninggal dan para ‘Ulama Bani
Isro’iil yang mengetahui tentang perkara Nabi Sulaiman dan
pemendaman Kitab-Kitab (Sihir dan Mantra) ini meninggal; lalu datanglah
setelah mereka itu generasi dimana syaithoon menyerupai sebagai seorang
manusia dan mendatangi sekelompok kaum Bani Isro’iil seraya berkata, “Maukah aku tunjukkan kepada kalian pendaman yang berharga yang kalian belum pernah menikmatinya selama ini?”
Mereka (Bani Isro’iil) menjawab, “Ya.”
Maka pergilah syaithan bersama mereka dan diperlihatkannyalah tempat
dibawah kursi Nabi Sulaiman tersebut, lalu mereka pun
menggalinya dan Bani Isro’iil pun berkata kepada syaithoon, “Mendekatlah engkau (kemari).”
Tetapi syaitan menjawab, “Aku tidak akan datang (kesitu), akan tetapi jika kalian tidak menemuinya (tidak menemukan Kitab tersebut), maka bunuhlah aku.”
(Hal ini dikatakan syaitan demikian), karena tidak ada satu
syaithoon pun yang mendekat pada kursi Nabi Sulaiman,
melainkan dia akan terbakar.
Akhirnya kaum Bani Israil menggali dan mengeluarkan Kitab-Kitab itu, dan syaithan pun berkata kembali, “Sesungguhnya Sulaiman menguasai jin, manusia, syaithan dan burung adalah dengan (Kitab) ini.”
Kemudian menghilang (berlalu) lah syaithoon itu dari mereka, dan
tersebar lah pada Bani Isro’iil bahwa Nabi Sulaiman adalah
seorang penyihir; kemudian mereka mengambil Kitab-Kitab (Sihir &
Mantra) tersebut serta menggunakannya.
Kebanyakan sihir ditemukan di kalangan Yahudi dan ketika Nabi
Muhammad datang, maka Allah membersihkan fitnah ini dari Nabi Sulaiman.”
(“Tafsir Al Imaam Al Baghowy”Jilid I/128)
Jadi demikianlah, sesungguhnya Iblis lah yang menurunkan ajaran Sihir
dan Mantra-Mantra itu kepada syaithan dan kemudian syaithan
menurunkannya kepada Bani Israil, mula-mula melalui Kitab (catatan)
yang ditulis oleh Aashif bin Barkhiya, lalu
pada akhirnya sampai kepada Bani Israil. Dan syaithan memfitnah Nabi
Sulaiman dengan menyatakan bahwa dengan Kitab Sihir itu lah
Nabi Sulaiman menguasai manusia, burung, jin dan syaithan.
Fitnah ini berlangsung terus-menerus hingga diturunkannya Nabi Muhammad SAW untuk membersihkan keyakinan yang keliru tersebut
dari jiwa-jiwa manusia, dan menjelaskan bahwa Nabi Sulaiman
berlepas diri dari hal tersebut dan beliau tidak lah kaafir (tidak mempelajari ilmu Sihir), melainkan syaitan lah yang menyebarkan kebathilan tersebut.
Bagan Nasab Sihir Yahudi (Bani Israil)
Apakah Syaithan Mengetahui Perkara yang Ghoib?
Allah menjelaskan dalam QS. Saba’ (34) ayat 14 berikut ini, bahwa Jin itu tidak mengetahui perkara yang ghoib:
فَلَمَّا قَضَيْنَا
عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ
الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَن
لَّوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ
الْمُهِينِ
Artinya:
“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman,
tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap
yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin
itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghoib tentulah mereka
tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.”
Jadi Jin itu sebenarnya tidak mengetahui perkara yang ghoib,
karena Jin tersebut bahkan terus-menerus bekerja akibat tidak
mengetahui bahwa Nabi Sulaiman telah meninggal, dan barulah
menyadarinya ketika jenazah Nabi Sulaiman jatuh tersungkur
dari atas kursi singgasananya akibat tongkat yang menyanggah tubuhnya
rapuh dimakan rayap.
Maka sungguh sangatlah mengherankan apabila ada diantara kalangan
manusia yang meminta bantuan Jin berkaitan dengan (ramalan)
perkara-perkara nasibnya di masa yang akan datang, baik dalam perkara
perjodohan, pekerjaan dan berbagai urusan kehidupannya; sementara Jin
itu sendiri bahkan tidak mengetahui tentang meninggalnya Nabi Sulaiman sehingga ia berada dalam kehinaan dengan terus menerus
bekerja bagi Nabi Sulaiman padahal Nabi Sulaiman telah meninggal.
Dengan demikian orang-orang yang meyakini bahwa syaithan dan jin itu
bisa mengetahui perkara-perkara yang ghoib, hanyalah merupakan
kebodohan dan kedustaan belaka. Bahkan kalaupun ada diantara Jin yang
berhasil mencuri-curi dengar berita di langit, maka tatkala ia membawa
berita tersebut kepada Dukun-dukun atau Tukang-Tukang Sihir sekutunya,
berita itu telah dicampurnya dengan 70 kedustaan, sehingga kebenarannya
hanyalah 1 berbanding 70 kedustaan. Sebagaimana hal ini pun telah
diberitakan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Hakim no: 3050, dan di-shohiihkan oleh Al Imaam Adz Dzahaby sebagaimana dalam Kitab beliau bernama “At Talkhiish”, dari ‘Imron bin Al Haarits bahwa Shohabat ‘Abdullah bin ‘Abbaas berkata kepadanya:
أَنَا سَأُحَدِّثُكَ عَنْ
ذَلِكَ إِنَّ الشَّيَاطِينَ كَانُوا يَسْتَرِقُونَ السَّمْعَ ، وَكَانَ
أَحَدُهُمْ يَجِيءُ بِكَلِمَةِ حَقٍّ قَدْ سَمِعَهَا النَّاسُ ، فَيَكْذِبُ
مَعَهَا سَبْعِينَ كِذْبَةً …
Artinya:
“… Aku akan menyampaikan padamu: ‘Sesungguhnya syaithan
mencuri-curi pendengaran dan satu diantara mereka (syaithan) membawa
kebenaran yang sudah didengar orang kemudian dia menggabungkannya dengan
70 (tujuh puluh) kedustaan’...”
Oleh karena itu hendaknya seseorang mencukupkan diri dengan beriman
kepada Allah, karena hanya Allah lah
tempat kita berlindung dari berbagai bahaya dan kesulitan dan hanya
pada-Nya lah seorang hamba meminta pertolongan; juga hanya Dia-lah, Allah, yang mengetahui perkara yang ghoib itu.
Perhatikanlah firman-Nya dalam QS. Al An’aam (6) ayat 59:
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ
الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ
فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ
مُّبِينٍ
Artinya:
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghoib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri,
dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai
daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh
sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau
yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
Kitab Sihir dan Mantra yang asal-muasalnya sebenarnya adalah dari catatan Aashif bin Barkhiya tersebut kemudian berkembang di kalangan Yahudi, yang kemudian disebut Kabbala. Berasal dari bahasa Arab “Kabbala (كابلة)”, yang artinya adalah “Menerima” (Menerima riwayat secara lisan).
Kitab Taurat yang mereka sebut sebagai “Zuhaar” (“Cahaya”)
pun kemudian bercampur dengan sihir dan jampi-jampi, dimana mereka
(orang-orang Yahudi) menyisipkan mizmar (seruling), kidung (nyanyian)
kedalamnya, lalu ditambahkan pula berbagai rumus-rumus atau
simbol-simbol yang mereka katakan bahwa itulah landasan untuk
menjelaskan Kitab Taurat. Bahkan Bintang Daawuud (Bintang David) yang merupakan bintang berbentuk hexagram dan Stempel Sulaiman mereka
itu sebenarnya juga adalah merupakan simbol-simbol dan rumus-rumus
sihir yang ulung, yang mereka gunakan untuk menyembah pada tuhan mereka,
yakni Syaithoon. Bahkan apabila diteliti lebih lanjut, Bintang Hexagram (Bintang David) tersebut sudah digunakan pula oleh kaum Hindu, pengikut Fir’aun dan oleh tukang-tukang sihir di Mesir Kuno ataupun Babylonia.
Dalam sebuah buku yang ditulis oleh orang Barat sendiri, yakni oleh Texe Marrs, yang berjudul “Demons, Magic And Mysticism In The Cabala”; dikatakannya bahwa :
“Kabalisme adalah murni paham “Illuminati”, karena mengajarkan doktrin rahasia yang menyesatkan dan berbelit-belit (twisted and perverted secret doctrine) – yang
akhirnya dipegang kuat-kuat oleh ahli yang tingkatannya lebih tinggi
(The Holy Serpent) yang merupakan tuhan mereka yang sebenarnya. Semua yang dilakukan itu adalah perbuatan setan, melalui alkemia, dengan sihir yang ditransformasikan seakan kebajikan; dan mereka meyakini Lucifer (Syaithoon) sebagai Tuhan. Hanya Syaithoon tuhan (mereka) yang sebenarnya. Itulah doktrin penting Kabalisme. Itulah, sahabat-sahabatku, horor dan yang memalukan dari Yahudi Kabala.”
Ilmu sihir merupakan hal yang biasa dalam ritus agama Yahudi Kabbalistis yang menyesatkan. Dalam gambar di atas nampak seorang rabbi (pendeta Yahudi) membawa seekor ayam mati untuk dikorbankan dengan membacakan guna-guna /voodoo/jenis ritual Santeria sewaktu pesta Yom Kippur Yahudi. (Photo: Israel, A Photobiography, by Micha Bar-Am, New York: Simon & Schuster, 1998)
Di bawah ini beberapa komentar orang yang mempunyai otoritas keilmuan mengenai Kabbala Yahudi:
Kabbala berisi pengajaran dan kekuatan
jahat / setan, dan lebih dari cukup untuk memberikan ideologi dan
sebagai daya penggerak yang diperlukan untuk memimpin dunia sesat, serta
untuk tetap menghidupkan konspirasi jahat yang telah berlangsung selama
berabad-abad. Kabbala adalah merupakan sebuah sumber pengajaran
Freemasons, juga kelompok-kelompok lainnya. – (John Torrell, Publisher,
The Dove).
Kabbala: Buku Sihir Hitam yang
disucikan oleh kelompok agama Yahudi Orthodox yang membentuk sebagian
besar dasar-dasar masyarakat rahasia Barat, dari Rosicrucianisme sampai
ke Freemasonry dan OTO. Kabbalisme sendiri berasal dari ilmu sihir dari
zaman Babylonia dan …Fir’aun Mesir (Craig Heimbichner, Blood On The
Altar).
Kabbala Ibrani itu adalah serangkaian tulisan okultis yang sama
dengan mantera yang dirapalkan dalam ilmu sihir. Kamus Webster
mengatakan kepada kita (Cabala kadang-kadang dieja Kabbala) adalah
“sebuah filsafat keagamaan okult yang dikembangkan oleh rabbi-rabbi
Yahudi tertentu …” (James Lloyd, The Apocalypse Chronicles, Vol VII,
No.1, 2005).”
Demikianlah yang ditulis oleh orang Barat sendiri terhadap Kabbala
kaum Yahudi. Pada intinya, bahwa orang-orang Yahudi itu meyakini bahwa
keajaiban Nabi Sulaiman itu adalah Sihir (dimana ini adalah keyakinan yang sangat keliru, sebagaimana telah kita bahas diatas), dan Sihir itulah yang kemudian mereka sebut sebagai Kabbala.
Upaya Yahudi Meruntuhkan Masjid Al Aqsha dan Menggantinya Dengan Haikal Sulaiman
Masjid Al Aqsho (المسجد الاقصى)
adalah salah satu bangunan yang menjadi bagian dari kompleks bangunan
suci di Kota Lama Yerusalem (Yerusalem Timur) yang dikenal dengan nama Al-Harom asy-Syariif.
Masjid Al-Aqsho yang dahulunya dikenal sebagai Baitul Maqdis,
merupakan kiblat sholat ummat Islam yang pertama sebelum dipindahkan ke
Ka’bah di dalam Masjidil Harom. Ummat Muslim berkiblat ke Baitul Maqdis
selama Nabi Muhammad mengajarkan Islam di Makkah (13
tahun) hingga 17 bulan setelah hijrah ke Madinah. Setelah itu kiblat
sholat adalah Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah hingga sekarang.
Dalam kisah Isro’ Nabi Muhammad ke Baitul Maqdis, maka beliau menjadi Imaam Sholat di Masjid Al Aqsho terlebih dahulu. Kemudian beliau naik ke langit (Al Mi’roj), yang dimulai dari atas sebuah batu besar (Ash Shokhrokh),
lalu keatas langit bersama Malaikat Jibril. Karena momentum itu lah
maka pada masa-masa berikutnya diatas batu besar tersebut, dibangun
suatu Masjid yang bernama Masjid Ash Shokhroh (مسجد قبة الصخرة) atau “The Dome of The Rock”.
Sebagaimana telah kita bahas diatas, orang-orang Yahudi mempunyai
anggapan yang keliru terhadap Nabi Sulaiman , bahwa Nabi
Sulaiman adalah seorang penyihir ulung yang dapat menguasai
manusia, hewan, jin dan syaithoon dengan keampuhan sihirnya. Oleh karena
itu mereka (orang-orang Yahudi) berupaya untuk membangun Haikal Sulaiman untuk mengembalikan masa kejayaan Nabi Sulaiman , yang mereka klaim sebagai milik kaum Yahudi. (Padahal perlu dicatat, bahwa Nabi Adam lah yang pertama kali membangunnya, dan ribuan tahun sesudahnya Nabi Sulaiman hanyalah membangun kembali Masjid tersebut, sebagaimana Nabi Ibrohim membangun kembali Ka’bah di Makkah)
Orang-orang Yahudi berencana membangun kembali Haikal Sulaiman tersebut dengan cara meruntuhkan Masjid Al Aqsho di Yerusalem. Berbagai upaya telah mereka lakukan saat ini, antara lain upaya untuk menghapus ingatan kaum Muslimin terhadap Masjid Al Aqsho dengan cara menampilkan gambar atau foto Masjid Ash Shokhrokh (The Dome of The Rock) pada berbagai bingkisan hadiah (souvenir), buku-buku, majalah dan sebagainya; bukannya gambar atau foto Masjid Al Aqsho yang sebenarnya. Sehingga Masjid Al Aqsho yang sebenarnya semakin lama akan semakin tidak dikenal dan dilupakan oleh generasi muda kaum Muslimin.
Masjid Ash Shokhrokh (The Dome of The Rock) |
Upaya lain yang sedang mereka melakukan saat ini adalah melakukan pengeboran di lorong-lorong dibawah Masjid Al Aqsho serta menyiapkan gempa buatan agar Masjid Al Aqsho tersebut runtuh dan dapat mereka ganti dengan Haikal Sulaiman.
Retaknya pilar, dinding dan lantai halaman Masjid Al Aqsho akibat dari penggalian yang dilakukan dibawahnya
(Sumber Foto = http://prisonerofjoy.blogspot.com/2010/05/masjid-al-aqsa-sinister-plans-exposed.html)
Demikianlah, hendaknya kaum Muslimin menyadari hal ini, dan melakukan berbagai upaya pembelaan terhadap masjid sucinya, yakni Masjid Al Aqsha dari keganasan kaum Yahudi dan Zionis-nya. Dan sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, hendaknya kaum Muslimin mencamkan dalam dirinya bahwa Sihir adalah bagian dari kekufuran; sebagaimana menurut penjelasan Al Imaam Al Baghowy bahwa, “Sihir merupakan penipuan/tipu-daya. Adanya sihir memang dibenarkan menurut Ahlus Sunnah, tetapi mengamalkan dan menggunakan sihir adalah Kufur.”
Pertanyaan:
Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Iblis (termasuk Sihir) itu tidak
berdaya ketika berhadapan dengan orang beriman yang bertawakkul kepada
Allah. Bentuk tawakkul seperti apakah yang harus kita
lakukan agar Sihir, termasuk Hipnotis tidak bisa mengenai diri kita?
Jawaban:
Syaitan memiliki kemampuan untuk menjadi fitnah (ujian) dan bala’ bagi
manusia. Manusia itu sendiri diuji keimanannya oleh Allah, dimana ujian tersebut adalah berupa syaithoon yang menggoda dan
berusaha untuk menjerumuskannya ataupun membuat tipu daya padanya agar
manusia itu terjerumus kedalam Jahannam. Bahkan sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam QS. Shood (38) ayat 82-83,
maka Iblis telah bersumpah dihadapan Allah dahulu ketika
Nabi Adam diciptakan, bahwa ia akan menggoda seluruh
manusia agar dapat dijerumuskannya kedalam api neraka:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٨٢﴾ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ ﴿٨٣﴾
Artinya:
(82) “Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,
(83) kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.”
Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa ter-imunisasi dari godaan syaithan? Ternyata Iblis (Syaithan) itu sangat lemah tipu dayanya, sebagaimana yang Allah firmankan dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 76 berikut ini:
الَّذِينَ آمَنُواْ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ يُقَاتِلُونَ فِي
سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُواْ أَوْلِيَاء الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ
الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفاً
Artinya:
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan
orang-orang yang kafir berperang di jalan thoghut, sebab itu perangilah
kawan-kawan syaithan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaithan itu adalah lemah.”
Dan firman Allah itu pastilah benar.
Bahkan Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 389, dari Abu
Hurairoh, bahwa Rasulullah bersabda,
إِذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ …
Artinya:
“Syaithan berpaling sampai terkentut-kentut sehingga dia
tidak lagi mendengar adzan, dan ketika adzan selesai maka dia kembali
lagi…..”
Dari Hadits diatas dapatlah kita pelajari bahwa mendengar suara adzan saja, syaitan itu ketakutan dan lari menjauh.
Ada pula berbagai cara lain agar terhindar dari godaan syaithan antara lain adalah membaca do’a ketika hendak masuk Kamar Mandi/WC. Atau bisa juga dengan membaca Surat Al Ikhlaas, Surat Al Falaq dan Surat An Naas. Bahkan dengan membaca “Bismillaahit tawakkaltu ‘alallah” saja syaithan sudah lari menghindar. Artinya, syaithan itu sebenarnya lemah.
Oleh karena itu, agar kita selalu terhindar dari godaan dan tipu daya syaithan
tersebut, maka hendaknya kita selalu meminta perlindungan, berdo’a dan
berdzikir kepada Allah dengan hati yang yakin. Kalau hati
kita ragu-ragu atau tidak yakin kepada Allah, maka
tentunya do’a yang merupakan senjata kita itu tidak akan membawa hasil.
Agar senjata do’a kita itu tajam, maka perbanyaklah sujud, taat dan
berdzikir kepada Allah; serta menjauhkan diri dari
perkara ma’shiyat, Bid’ah dan terutama adalah Syirik. Karena Syirik, Bid’ah dan maksiyat itu dapat menumpulkan senjata do’a kita.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat.
Post a Comment