Asal-Usul Yahudi (3) : Nabi Yusuf dan Bani Israil

Asal-Usul Yahudi (3) : Nabi Yusuf dan Bani Israil 

Pada zaman Nabi Ibrahim, dimana beliau  disebut sebagai Bapak Para Nabi,  sebelum beliau  diutus oleh Allah maka ketika itu ada 3 kelompok manusia, yaitu:

a. Sekelompok manusia yang menyembah berhala (patung-patung yang terbuat dari batu dan kayu),
b. Sekelompok manusia lain yang menyembah matahari, bulan dan bintang,
c. Sekelompok manusia lainnya yang menyembah raja dan penguasa.

Tiga bentuk peribadatan kepada tuhan yang berbeda-beda itu ternyata masih berlanjut pada masa Yahudi kedepannya.

Nabi Yusuf adalah “Orang yang mulia, anak dari orang yang mulia, anak dari orang yang mulia, anak dari orang yang mulia”.

Rosuulullooh menamakannya “Al Kariim, Ibnul Kariim, Ibnul Kariim, Ibnul Kariim”. Mereka adalah 4 (empat) generasi yang terpuji, mulia dan dermawan.

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory,  bahwa Rosulullah  bersabda :

الْكَرِيمُ ابْنُ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ يُوسُفُ ابْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ – عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ

Artinya:

“Al Kariim, Ibnul Kariim, Ibnul Kariim, Ibnul Kariim, dialah Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrohim.”

Yang dimaksud oleh Rosulullah  adalah Yusuf  bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrohim. Semuanya itu adalah Nabi, dan mereka semuanya adalah orang-orang yang mulia.

Juga didalam Hadits yang lain, diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 3353, dari Shohabat Abu Hurairoh, bahwa ditanyakan kepada Rosulullah  tentang siapakah manusia yang paling mulia, maka beliau  menjawab:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ مَنْ أَكْرَمُ النَّاسِ قَالَ أَتْقَاهُمْ فَقَالُوا لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ قَالَ فَيُوسُفُ نَبِيُّ اللهِ ابْنُ نَبِيِّ اللهِ ابْنِ نَبِيِّ اللهِ ابْنِ خَلِيلِ اللهِ قَالُوا لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ قَالَ فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُونَ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الإِسْلاَمِ إِذَا فَقُهُوا

Artinya:

“Manusia yang paling mulia dari kalian adalah manusia yang paling bertaqwa kepada Allah ”

Para Shahabat berkata, “Bukan itu yang kami maksudkan, ya Rasulullah .”

Maka Rosulullahmenjawab, “Dia adalah Yusuf Nabiyullooh, Ibni Nabiyyillah, Ibni Nabiyyillah, Ibni Kholiilillah.”

(Yang dimaksudkan dalam Hadits diatas adalah Yusuf Nabiyyulloh, putra Nabiyyullooh (Ya’qub), cucu Nabiyyullooh (Ishaq), cicit Kholiilillah (Ibrahim))

Para Shohabat bertanya lagi, “Bukan itu yang kami maksudkan, ya Rasulullah .”

Rasulullah pun menjawab, “Tentang sesuatu yang berharga di kalangan bangsa A’rob adalah terbaik dari mereka dimasa Jahiliyyah, tetapi terbaik dari mereka dimasa Islam, jika mereka paham.”
(Yang dimaksudkan oleh Rosuulullooh dalam Hadits diatas adalah ‘Umar bin Khoththoob)

Dari Hadits diatas, dapatlah diambil pelajaran bahwa Nabi Yusuf ternyata disebut oleh Rasulullah sebagai manusia yang paling mulia. Oleh karena itu, berikut ini kita akan membahas tentang Nabi Yusuf. Dan bahasan kita adalah berdasarkan kepada berita yang datang dari Al Qur’an, karena apabila berbicara tentang sejarah haruslah berlandaskan kepada Wahyu, yakni Al Qur’an Surat Yusuf.

Sebagaimana diberitakan dalam Hadits Riwayat Imaam Al Hakim no: 8196, dan Imaam Al Hakim berkata Hadits ini Shohiih sesuai dengan syarat Al Imaam Muslim hanya saja beliau tidak mengeluarkannya; dari Shohabat Jabir bin ‘Abdillah :

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : جَاءَ شَيْبَانُ الْيَهُودِيُّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ ، هَلْ تَعْرِفُ النُّجُومَ الَّتِي رَآهَا يُوسُفُ يَسْجُدُونَ لَهُ ؟ فَسَكَتَ عَنْهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَتَاهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَأَخْبَرَهُ بِمَا سَأَلَهُ الْيَهُودِيُّ ، فَلَقِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْيَهُودِيَّ فَقَالَ : يَا يَهُودِيُّ لِلَّهِ عَلَيْكَ إِنْ أَنَا أَخْبَرْتُكَ لَتُسْلِمَنَّ ؟ فَقَالَ : نَعَمْ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : النُّجُومُ حَدَثَانُ وَالطَّارِقُ وَالذَّبَّالُ وَقَابِسُ وَالْعُودَانِ وَالْفَلِيقُ وَالنُّصْحُ وَالْقَرُوحُ وَذُو الْكَنَفَانِ وَذُو الْفَرَعِ وَالْوَثَّابُ رَآهَا يُوسُفُ مُحِيطَةً بِأَكْنَافِ السَّمَاءِ سَاجِدَةً لَهُ فَقَصَّهَا عَلَى أَبِيهِ ، فَقَالَ لَهُ أَبُوهُ : إِنَّ هَذَا أَمْرٌ فَلْيُشَتَّتْ وَسَيَجْمَعُهُ اللَّهُ إِنْ شَاءَ بَعْدُ

 Artinya:

Jabir bin ‘Abdillah berkata, “Telah datang seorang Yahudi bernama Syaibaan (“Syaibaan”, artinya adalah “Orang yang sudah sepuh) kepada Nabi , lalu berkata:

“Ya Muhammad, tahukah engkau tentang bintang yang dilihat oleh Yusuf bersujud kepadanya?”

Kemudian Rasulullah terdiam sejenak. Lalu datanglah Malaikat Jibril untuk memberitakan tentang apa yang ditanyakan oleh Yahudi tadi.

Setelah itu Rasulullah  menemui Yahudi tadi dan bersabda, “Wahai Yahudi, demi Allooh, kalau aku beritahukan padamu tentang pertanyaanmu, apakah engkau akan menjadi Muslim?”

Syaibaan pun menjawab, “Ya.”

Maka Rosuulullooh bersabda, “Yang dimaksud dengan bintang yang bersujud kepada Yusuf adalah Hadatsaan, Thooriq, Dzabbaal, Qobbis, ‘Uudaan, Faliiq, Nush-hu, Qoruuh, Dzuul Kanafaan, Dzuul Faro’i dan Watsaab. Itulah yang dilihat oleh Yusuf mengelilingi langit bersujud padanya, yang kemudian dikisahkannya kepada bapaknya.

Lalu berkatalah bapaknya padanya, “Ini adalah perkara besar, maka sembunyikanlah dan Allooh akan mengumpulkannya setelahnya jika Allooh kehendaki.”

Hal ini pun adalah sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Al Qur’an Surat Yusuf (12) ayat 4:

إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَباً وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ

Artinya:

“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”

Sebelas bintang itulah yang ditanyakan oleh Yahudi tadi kepada Rasulullah  untuk menguji beliau. Adapun Hadatsaan, Thooriq, Dzabbaal, Qobbis, ‘Uudaan, Faliiq, Nush-hu, Qoruuh, Dzuul Kanafaan, Dzuul Faro’i dan Watsaab adalah nama bintang-bintang yang melambangkan saudara-saudara Nabi Yusuf  yang sebelas orang, anak-anak dari Nabi Ya’qub.

Didalam sejarah, Nabi Ishaq  (putra Nabi Ibrohim), memiliki seorang istri bernama Rifqo. Rifqo memiliki saudara laki-laki bernama Laabaan. Dari Rifqo, terlahir dua orang anak bernama ‘Iesh dan Ya’qub. Kelak Nabi Ya’qub lah yang dikenal dengan nama Isro’iil.

Nabi Ishaq  yang telah tua dan buta pada suatu hari menginginkan makan daging buruan. Maka disuruhlah putranya yang bernama ‘Iesh (‘Iesh adalah putra kesayangan bapaknya, sementara Ya’qub adalah putra kesayangan ibunya) untuk berburu.

Mendengar akan hal ini, maka Rifqo (istri Nabi Ishaq) kemudian menyuruh Ya’qub, putra kesayangannya, untuk segera menyembelih kambing. Lalu dikuliti lah kambing tersebut, dan kulitnya dipakaikan sebagai baju oleh Ya’qub. Kemudian daging kambingnya pun disuguhkan kepada bapaknya (Nabi Ishaq) yang telah buta; dengan maksud agar Ya’qub   pun disayang oleh bapaknya sebagaimana kasih sayang Nabi Ishaq  terhadap ‘Iesh. Hal ini dilakukan oleh karena didalam riwayat diberitakan bahwa ‘Iesh badannya adalah berbulu.

Dengan Ya’qub  memakai baju kulit kambing tersebut, ibunya berharap apabila Nabi Ishaq  merabanya, maka ia akan mengira bahwa itulah ‘Iesh yang datang membawa daging buruan. Dengan demikian diharapkan Ya’qub عليه السلام akan semakin disayangi pula oleh Nabi Ishaq .

Ketika Ya’qubmenghadap kepada bapaknya dengan menghidangkan daging kambing tersebut, maka Nabi Ishaq  bertanya sambil mencium Ya’qub, “Siapakah ini?”

Ya’qub menjawab, “Anakmu !”

Bapaknya (Nabi Ishaq) berkata, “Baumu seperti Ya’qub, tetapi badanmu mirip ‘Iesh.”

Kemudian Nabi Ishaq pun mendo’akan Ya’qub  (yang dikiranya sebagai ‘Iesh), dan diperintahkan putaranya tersebut pergi ke tempat pamannya, saudara dari ibunya, yang bernama Laabaan. Laabaan memiliki dua orang putri.

Putri yang pertama bernama Liyaa, sedangkan putri yang kedua bernama Rokhiil.

Maksud kedatangan Ya’qub  ke tempat Laabaan tersebut, adalah untuk meminang putri Laabaan. Laabaan membolehkan putrinya untuk dinikahi oleh Ya’qub  dengan syarat Ya’qub menggembalakan kambing Laabaan selama 7 (tujuh) tahun. Laabaan memang memiliki kambing yang cukup banyak. Syarat itupun kemudian diterima oleh Ya’qub.

Setelah 7 (tujuh) tahun berlalu, maka Ya’qub  pun dinikahkan dengan putri Laabaan yang bernama Liyaa. Pada malam pertama pernikahannya, barulah Ya’qub  sadar bahwa yang dinikahinya adalah Liyaa. Bukan Rokhiil. Padahal putri Laabaan yang ingin dinikahi oleh Ya’qub  adalah Rokhiil. Didalam riwayat, diberitakan bahwa Liyaa memang berwajah tidak cantik, sementara adiknya Rokhiil lah yang berwajah cantik. Alangkah kecewanya Ya’qub  tetapi akad nikah telah terjadi.

Maka Ya’qub  pun kembali menanyakan perihal tersebut kepada Laabaan.

Laabaan pun memberikan penjelasan, bahwa dalam adat yang ada dikalangan mereka dikala itu, putri tertua lah yang harus dinikahkan terlebih dahulu. Oleh karena itu Laabaan memberikan Liyaa kepada Ya’qub, dan bukannya Rokhiil.

Ya’qub  kembali mengajukan keinginannya untuk menikahi Rokhiil kepada Laabaan. Maka mertuanya, Laabaan, pun menjawab, “Kalau engkau ingin menikahi adiknya (Rokhiil) maka engkau harus menggembalakan kambingku lagi selama 7 tahun.”

Maka disanggupinya lah hal itu oleh Ya’qub, dan beliau kembali menggembala kambing di tempat mertuanya Laabaan selama 7 tahun lagi.

Setelah 7 tahun berlalu, maka Ya’qub pun dinikahkan dengan Rokhiil. Jadi, Ya’qub memiliki 2 orang istri, yaitu kakak-beradik Liyaa dan Rokhiil.

Menurut syari’at yang ada di zaman tersebut, memang diperbolehkan untuk menikahi sekaligus dua orang perempuan kakak beradik. Namun di masa Nabi Muhammad, maka syari’at ini telah dihapus dan telah dinyatakan terlarang untuk menikahi dua orang perempuan kakak beradik bagi ummat Muhammad  sebagaimana Allah firmankan dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 22-23 berikut ini:

وَلاَ تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ النِّسَاء إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتاً وَسَاء سَبِيلاً ﴿٢٢﴾ حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُوراً رَّحِيماً ﴿٢٣﴾

Artinya:

(22) Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allooh dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).

(23) Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allooh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,

Dari istri bernama Liyaa, terlahir empat orang anak bernama Ruubiil, Syam’uun, Laawi dan Yahuudzaa.

Sementara dari istri yang bernama Rokhiil belumlah dikaruniai putra.

Laabaan pun memberikan kepada masing-masing putrinya seorang budak. Budak perempuan bagi Liyaa adalah bernama Balhaa. Sementara budak perempuan bagi Rokhiil, adalah bernama Zulfaa.

Karena adanya kecemburuan diantara Liyaa dan Rokhill, maka didalam riwayat diberitakan Rokhiil “menghadiahkan” budaknya Zulfaa untuk dinikahi oleh Ya’qub , sehingga kemudian terlahirlah dari Zulfaa dua orang anak bernama Jaad dan Asyiir.

Liyaa pun tidak mau kalah, dan selanjutnya ia “menghadiahkan” budaknya yang bernama Balhaa kepada suaminya Ya’qub, agar budak tersebut dinikahi pula oleh Ya’qub. Maka terlahirlah dari Balhaa dua orang anak lagi yang bernama Daani dan Niftalii.

Selanjutnya dari Liyaa, Ya’qub  memiliki anak-anak lagi bernama Iisakhir, seorang putra bernama Zaabiluun dan seorang putri bernama Dun-ya.

Jadi anak Ya’qub pun menjadi 11 orang. Tujuh orang anak dari Liyaa, yaitu: Ruubiil, Syam’uun, Laawi, Yahuudzaa, Iisakhir, Zaabiluun dan Dun-ya.

Serta dua orang anak lagi dari budak perempuannya (Zulfaa), yakni: Jaad dan Asyiir.

Ditambah dua orang anak dari budak perempuannya (Balhaa), yakni: Daani dan Niftalii.

Maka jumlah keseluruhannya adalah 11 (sebelas) orang. Inilah yang dimaksud sebagai 11 orang saudara Yusuf عليه السلام, sebagaimana difirmankan Allah  dalam QS. Yusuf (12) ayat 4 diatas.

Pada suatu ketika Nabi Ya’qub عليه السلام mengajak istri-istri dan anak-anaknya untuk pulang ke negeri asalnya yaitu daerah Kana’an; yang merupakan negeri asal Nabi Ishaq.

Dalam perjalanan, ditengah malam yang gelap gulita, diberitakan bahwa Ya’qub bertemu dengan seseorang (yang sebenarnya ia adalah merupakan Malaikat).

Nabi Ya’qub menyangka Malaikat itu adalah seorang perampok dan dikarenakan kekhawatirannya atas keselamatan keluarganya, maka terjadilah perkelahian (pergulatan) antara Nabi Ya’qub dengan orang tak dikenal (Malaikat) tadi. Perkelahian tersebut berlangsung sampai terbit matahari, dan ketika hari mulai siang perkelahian pun berhenti.

Akibat perkelahian tersebut, Nabi Ya’qub menjadi terluka dan pincang. Akan tetapi lawannya, yang sebenarnya merupakan Malaikat tadi, adalah kalah didalam pertarungan tersebut. Ketika matahari terbit dan suasana telah menjadi terang, maka mereka pun saling melihat satu sama lainnya.

Maka berkatalah Malaikat itu, “Siapakah engkau?”

Maka Nabi Ya’qub  pun menjawab, “Aku adalah Ya’qub.”

Berkatalah Malaikat itu kembali, “Kamu bukan Ya’qub. Sejak hari ini engkau bernama Isroo’iil.”

(Didalam bahasa Ibrani, “Isroo’iil” artinya adalah “Hamba Allooh”, yang pada hakekatnya adalah sama dengan ‘Abdullooh)

Nabi Ya’qub  memang merupakan seorang yang diberkahi; memiliki banyak anak dan menjadi orang kaya. Dan ternyata istrinya yang kedua (Rokhiil) pada akhirnya pun hamil dan melahirkan seorang putra yang sangat tampan bernama Yusuf. Nabi Yusuf terkenal dengan ketampanan wajahnya, karena ia terlahir dari ibunya Rokhiil yang juga berwajah cantik.

Demikianlah, Nabi Ya’qub  yang terlah beranak-pinak didaerah Haaroon (daerah tempat mertuanya, Laabaan, berada) yang berjarak sekitar 500 Km dari Kana’an, pada akhirnya membawa seluruh istri-istri dan anak-anaknya kembali ke negeri asalnya yakni Kana’an. Setibanya di Kana’an, Nabi Ya’qub beserta keluarga besarnya pun disambut oleh kakak laki-lakinya, yaitu ‘Iesh.

Pada suatu waktu, Nabi Yusuf yang ketika itu berusia sekitar 11 tahun, kemudian bermimpi bahwa sebelas bintang bersujud kepadanya, sebagaimana dalam QS. Yusuf (12) ayat 4 diatas. Ketika mimpinya itu diberitakannya kepada bapaknya (Nabi Ya’qub), dan terdengarlah pula hal ini oleh ibu tirinya (Liyaa). Maka Nabi Ya’qub melarang Nabi Yusuf  serta istrinya Liyaa (ibu tiri Nabi Yusuf) agar mereka tidak memberitakan mimpi tersebut kepada kakak-kakak Nabi Yusuf.

Namun terjadi ketidak –jujuran dimana Liyaa membocorkan berita tersebut kepada kakak-kakak Nabi Yusuf yang berjumlah 11 orang tersebut. Akibat berita tersebut, maka muncullah rasa iri di hati kakak-kakak Nabi Yusuf, terutama anak tertua yang bernama Ruubiil.

Didalam riwayat, memang Nabi Ya’qub  lebih menyayangi Nabi Yusuf dibandingkan kakak-kakaknya. Hal ini dikarenakan ibu Nabi Yusuf (Rokhiil) yang kemudian meninggal setelah melahirkan anak terakhir yakni Bunyamin.

Karena Nabi Yusuf serta adiknya Bunyamin, tidak memiliki ibu lagi sedari kecil, maka wajarlah apabila kasih sayang Nabi Ya’qub adalah lebih besar tercurahkan kepada Nabi Yusuf dan Bunyamin daripada terhadap kakak-kakaknya yang sudah dewasa. Hal ini tidaklah dimaklumi oleh saudara-saudara dari Nabi Yusuf  dan Bunyamin. Bahkan mereka menyebutkan bahwa bapak mereka berada dalam kesesatan. Tampaknya, bibit sifat iri inilah yang menjadi bibit watak Bani Isro’iil.

(Kisah ini disarikan antara lain dari Kitab “Al Kaamil” karya Al Imaam Ibnul ‘Atsiir)

Kisah Nabi Yusuf yang didalam mimpinya melihat sebelas bintang bersujud kepadanya itulah yang didalam Hadits ditanyakan oleh seorang Yahudi bernama Syaibaan kepada Rosuulullooh sebagaimana telah diuraikan diatas. Sehingga Allah  pun menurunkan firman-Nya sebagaimana dalam QS. Yusuf (12) ayat 4. Sedangkan Hadits diatas adalah menjadi Asbaabun Nuzuul dari sebab diturunkannya firman Allah  tersebut.

Kemudian Allah berfirman didalam QS Yusuf (12) ayat 5-7 sebagai berikut:

قَالَ يَا بُنَيَّ لاَ تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُواْ لَكَ كَيْداً إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلإِنسَانِ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٥﴾ وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِن تَأْوِيلِ الأَحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِ يَعْقُوبَ كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِن قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿٦﴾ لَّقَدْ كَانَ فِي يُوسُفَ وَإِخْوَتِهِ آيَاتٌ لِّلسَّائِلِينَ ﴿٧﴾

Artinya:

(5) Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaithoon itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”

(6) Dan demikianlah Robb-mu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta`bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya ni`mat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya`qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan ni`mat-Nya kepada dua orang bapakmu*] sebelum itu, (yaitu) Ibrohim dan Ishaq. Sesungguhnya Robb-mu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

(7) Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allooh pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya.

*) Yang dimaksudkan dengan “dua orang bapak” adalah kakek (Ishaq) dan bapak dari kakek (Ibrohim)

Dari QS. Yusuf (12) ayat 7, yang dimaksud dengan “bagi orang-orang yang bertanya” adalah sebagaimana diberitakan dalam Hadits diatas yakni Syaibaan, seorang Yahudi yang bertanya kepada Rasulullah. Dan Surat Yusuf menjadi jawaban bagi pertanyaan orang Yahudi tersebut.

Adapun kakak-kakak Nabi Yusuf  yang merasa iri terhadapnya ketika mereka mendengar berita tentang mimpi tersebut dan kemudian mereka mulai merencanakan makar terhadap Nabi Yusuf  dikala Nabi Yusuf berusia 17 tahun, maka hal ini adalah sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an Surat Yusuf (12) ayat 8-10 berikut ini:

إِذْ قَالُواْ لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ ﴿٨﴾ اقْتُلُواْ يُوسُفَ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضاً يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُواْ مِن بَعْدِهِ قَوْماً صَالِحِينَ ﴿٩﴾ قَالَ قَآئِلٌ مَّنْهُمْ لاَ تَقْتُلُواْ يُوسُفَ وَأَلْقُوهُ فِي غَيَابَةِ الْجُبِّ يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ السَّيَّارَةِ إِن كُنتُمْ فَاعِلِينَ ﴿١٠﴾

Artinya:

(8) (Yaitu) ketika mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.

(9) Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayah tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.”

(10) Seseorang di antara mereka berkata: “Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dasar sumur supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kamu hendak berbuat.”

Yang mengusulkan agar Nabi Yusuf  dibunuh adalah kakak tertua yang bernama Ruubiil. Adapun yang menyatakan agar Nabi Yusuf   jangan dibunuh melainkan dimasukkan kedalam sumur saja adalah kakak laki-lakinya yang bernama Yahuudzaa.

Dengan demikian kakak-kakak Nabi Yusuf   pun berdusta terhadap bapak mereka, yakni Nabi Ya’qub, dengan menyembelih seekor domba yang darahnya kemudian ditorehkan kepada baju Nabi Yusuf. Kemudian di malam harinya, mereka datang menghadap bapak mereka (Nabi Ya’qub) dengan membawa baju Nabi Yusuf yang telah diberi darah domba tersebut. Ditunjukkanlah baju tersebut kepada bapaknya sambil mengatakan bahwa Nabi Yusuf   telah mati diterkam dan dimakan oleh serigala. Sesungguhnya Nabi Ya’qub meragukan cerita anak-anaknya itu, karena mereka mengatakan bahwa Nabi Yusuf diterkam serigala namun mengapakah bajunya masih tampak utuh, tidaklah robek.

Beberapa hari setelahnya Yahuudzaa melihat kedalam sumur dimana Nabi Yusuf  dibuang, ternyata Nabi Yusuf  sudah tidak ada lagi didalam sumur tersebut, karena ia telah diangkat oleh seorang musafir yang kemudian dibeli oleh orang Mesir seharga 40 dirham.

Perhatikanlah firman Allah dalam QS. Yusuf (12) ayat 11-21 berikut ini:

قَالُواْ يَا أَبَانَا مَا لَكَ لاَ تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ ﴿١١﴾ أَرْسِلْهُ مَعَنَا غَداً يَرْتَعْ وَيَلْعَبْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ﴿١٢﴾ قَالَ إِنِّي لَيَحْزُنُنِي أَن تَذْهَبُواْ بِهِ وَأَخَافُ أَن يَأْكُلَهُ الذِّئْبُ وَأَنتُمْ عَنْهُ غَافِلُونَ ﴿١٣﴾ قَالُواْ لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْبُ وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّا إِذاً لَّخَاسِرُونَ ﴿١٤﴾ فَلَمَّا ذَهَبُواْ بِهِ وَأَجْمَعُواْ أَن يَجْعَلُوهُ فِي غَيَابَةِ الْجُبِّ وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُم بِأَمْرِهِمْ هَـذَا وَهُمْ لاَ يَشْعُرُونَ ﴿١٥﴾ وَجَاؤُواْ أَبَاهُمْ عِشَاء يَبْكُونَ ﴿١٦﴾ قَالُواْ يَا أَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِندَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ وَمَا أَنتَ بِمُؤْمِنٍ لِّنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ ﴿١٧﴾ وَجَآؤُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنفُسُكُمْ أَمْراً فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ ﴿١٨﴾ وَجَاءتْ سَيَّارَةٌ فَأَرْسَلُواْ وَارِدَهُمْ فَأَدْلَى دَلْوَهُ قَالَ يَا بُشْرَى هَـذَا غُلاَمٌ وَأَسَرُّوهُ بِضَاعَةً وَاللّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَعْمَلُونَ ﴿١٩﴾ وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ وَكَانُواْ فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ ﴿٢٠﴾ وَقَالَ الَّذِي اشْتَرَاهُ مِن مِّصْرَ لاِمْرَأَتِهِ أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَى أَن يَنفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَداً وَكَذَلِكَ مَكَّنِّا لِيُوسُفَ فِي الأَرْضِ وَلِنُعَلِّمَهُ مِن تَأْوِيلِ الأَحَادِيثِ وَاللّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ ﴿٢١﴾

Artinya:

(11) Mereka berkata: “Wahai ayah kami, apa sebabnya engkau tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menginginkan kebaikan baginya.

(12) Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat) bersenang-senang dan (dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami pasti menjaganya.”

(13) Berkata Ya`qub; “Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedang kamu lengah daripadanya.”

(14) Mereka berkata: “Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi.”

(15) Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf: “Sesungguhnya engkau kelak akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi.”

(16) Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di petang harinya sambil menangis.

(17) Mereka berkata: “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala, dan engkau sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.”

(18) Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya`qub berkata: “Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allooh sajalah (aku) memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.”

(19) Kemudian datanglah sekelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang pengambil air, maka dia menurunkan timbanya. Dia berkata: “Oh, kabar gembira, ini seorang anak muda!” Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allooh Maha Mengetahui terhadap apa yang mereka kerjakan.

(20) Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah,  yaitu beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik padanya.

(21) Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: “Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya ta`bir mimpi. Dan Allooh berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.

Nabi Yusuf  kemudian dipelihara oleh seorang Raja Mesir, yang konon istri raja itu sangatlah cantik dan ia tertarik dengan ketampanan Nabi Yusuf . Akhirnya istri raja itu pun membujuk kepada Nabi Yusuf , mengajaknya untuk berbuat yang tidak baik, namun dengan pertolongan Allah, Nabi Yusuf  pun dapat terhindar dari perbuatan buruk tersebut dan beliau عليه السلام lebih memilih untuk dipenjara daripada terjatuh kepada ke-ma’shiyatan.

Allah memberitakan tentang keteguhan dan sifat mulia Nabi Yusuf ini di dalam firman-Nya dalam Surat Yusuf (12) ayat 23-34 berikut ini :

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَن نَّفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ ﴿٢٣﴾ وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَن رَّأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ ﴿٢٤﴾ وَاسُتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِن دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ مَا جَزَاء مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوَءاً إِلاَّ أَن يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿٢٥﴾ قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِي عَن نَّفْسِي وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِّنْ أَهْلِهَا إِن كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِن قُبُلٍ فَصَدَقَتْ وَهُوَ مِنَ الكَاذِبِينَ ﴿٢٦﴾ وَإِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِن دُبُرٍ فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِن الصَّادِقِينَ ﴿٢٧﴾ فَلَمَّا رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِن دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِن كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ ﴿٢٨﴾ يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَـذَا وَاسْتَغْفِرِي لِذَنبِكِ إِنَّكِ كُنتِ مِنَ الْخَاطِئِينَ ﴿٢٩﴾ وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ امْرَأَةُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَن نَّفْسِهِ قَدْ شَغَفَهَا حُبّاً إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ ﴿٣٠﴾ فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً وَآتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِّنْهُنَّ سِكِّيناً وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَاشَ لِلّهِ مَا هَـذَا بَشَراً إِنْ هَـذَا إِلاَّ مَلَكٌ كَرِيمٌ ﴿٣١﴾ قَالَتْ فَذَلِكُنَّ الَّذِي لُمْتُنَّنِي فِيهِ وَلَقَدْ رَاوَدتُّهُ عَن نَّفْسِهِ فَاسَتَعْصَمَ وَلَئِن لَّمْ يَفْعَلْ مَا آمُرُهُ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُوناً مِّنَ الصَّاغِرِينَ ﴿٣٢﴾ قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ الْجَاهِلِينَ ﴿٣٣﴾ فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ﴿٣٤﴾

Artinya:

(23) Dan wanita yang Yusuf  tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya). Dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang dzolim tiada akan beruntung.

(24) Dan sungguh, wanita iu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Robb-nya. Demikianlah, Kami palingkan daripadanya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.

(25) Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan keduanya mendapati suami wanita itu di depan pintu. Wanita itu pun berkata: “Apakah balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksa yang pedih?”

(26) Yusuf  berkata: “Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)”. Seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: “Jika baju gamisnya koyak di muka, maka wanita itu benar dan Yusuf  termasuk orang-orang yang dusta.

(27) Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang dusta, dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.”

(28) Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang, berkatalah dia: “Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu dayamu, sesungguhnya tipu dayamu adalah benar-benar hebat.”

(29) (Hai) Yusuf: “Lupakanlah ini dan (kamu hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah.”

(30) Dan wanita-wanita di kota berkata: “Isteri Al-‘Aziz menggoda pelayannya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), dan sesungguhnya cintanya kepada pelayannya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.”

(31) Maka tatkala wanita itu mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf): “Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka.” Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)-nya dan mereka (tanpa sadar) melukai (jari) tangannya sendiri seraya berkata: “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.”

(32) Wanita itu (istri Al-‘Aziz) berkata: “Itulah dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina.”

(33) Yusuf  berkata: “Wahai Robb-ku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan diriku dari tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.”

(34) Maka Robb-nya memperkenankan do`a Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Demikianlah, Nabi Yusuf dengan keteguhan imannya, lebih memilih untuk dipenjara daripada terjatuh kepada kema’shiyatan.

Berdasarkan riwayat, Raja Mesir yang memenjarakan Nabi Yusuf  itu bernama Ar Royyaan bin Al Waliid bin Al Harowaan bin Ar Roosyih bin Faaroon bin ‘Amr bin ‘Amlaaq bin Laawidz bin Saam bin Nuuh (keturunan dari Nabi Nuh) yang memang merupakan seorang yang lemah syahwatnya terhadap wanita. Sehingga ketika peristiwa itu terjadi, Nabi Yusuf  عليه السلام adalah berusia sekitar 35 tahun, usia dimana seorang pemuda sedang dalam puncak kegagahan fisiknya. Adapun wanita istri Raja Mesir tersebut, yang bernama Roo’iil, usianya adalah sebanding dengan Nabi Yusuf, maka wajarlah bila istri Raja Mesir (istri Al-‘Aziz) tersebut kemudian tertarik kepada Nabi Yusuf. Hal ini dikarenakan suaminya sendiri (Raja Mesir yang bernama Ar Royyaan) tersebut adalah seorang yang lemah syahwatnya. Didalam riwayat, setelah Nabi Yusuf keluar dari penjara dan pada akhirnya diangkat menjadi Menteri Keuangan (Bendaharawan) negeri Mesir, maka Raja Mesir itupun didakwahinya sehingga akhirnya Raja Mesir itu masuk kedalam Islam, dan tidak lama setelahnya ia pun meninggal dunia. Setelah Raja Mesir (Ar Royyaan) tersebut meninggal dunia, maka pada akhirnya bekas istri Raja Mesir, yakni Roo’iil (yang menggoda Nabi Yusuf) tersebut pun menikah dengan Nabi Yusuf. Dan ketika ia menikah dengan Nabi Yusuf  adalah masih dalam keadaan perawan, karena selama menjadi istri Al’Aziz tersebut, ia belum lah “disentuh” oleh suaminya.

Sepeninggal Raja Mesir yang bernama Ar Royyaan tersebut, maka penggantinya yakni Raja Mesir berikutnya bernama Qoobuus bin Mush’ab bin Mu’aawiyah bin Numair bin As Salwaas bin Faaroon bin ‘Amr bin ‘Amlaaq, yang masih merupakan saudara dari Ar Royyaan; maka ia pun juga didakwahi oleh Nabi Yusuf tetapi ia tetap tidak mau masuk kedalam Islam.

Perhatikanlah firman Allah  yang memberitakan tentang kemuliaan Nabi Yusuf  di dalam Al Qur’an Surat Yusuf (12) ayat 35-57 berikut ini:


ثُمَّ بَدَا لَهُم مِّن بَعْدِ مَا رَأَوُاْ الآيَاتِ لَيَسْجُنُنَّهُ حَتَّى حِينٍ ﴿٣٥﴾ وَدَخَلَ مَعَهُ السِّجْنَ فَتَيَانَ قَالَ أَحَدُهُمَا إِنِّي أَرَانِي أَعْصِرُ خَمْراً وَقَالَ الآخَرُ إِنِّي أَرَانِي أَحْمِلُ فَوْقَ رَأْسِي خُبْزاً تَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْهُ نَبِّئْنَا بِتَأْوِيلِهِ إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٣٦﴾ قَالَ لاَ يَأْتِيكُمَا طَعَامٌ تُرْزَقَانِهِ إِلاَّ نَبَّأْتُكُمَا بِتَأْوِيلِهِ قَبْلَ أَن يَأْتِيكُمَا ذَلِكُمَا مِمَّا عَلَّمَنِي رَبِّي إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ لاَّ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَهُم بِالآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ ﴿٣٧﴾ وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَآئِـي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَن نُّشْرِكَ بِاللّهِ مِن شَيْءٍ ذَلِكَ مِن فَضْلِ اللّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَشْكُرُونَ ﴿٣٨﴾ يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ ﴿٣٩﴾ مَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِهِ إِلاَّ أَسْمَاء سَمَّيْتُمُوهَا أَنتُمْ وَآبَآؤُكُم مَّا أَنزَلَ اللّهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ ﴿٤٠﴾ يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَمَّا أَحَدُكُمَا فَيَسْقِي رَبَّهُ خَمْراً وَأَمَّا الآخَرُ فَيُصْلَبُ فَتَأْكُلُ الطَّيْرُ مِن رَّأْسِهِ قُضِيَ الأَمْرُ الَّذِي فِيهِ تَسْتَفْتِيَانِ ﴿٤١﴾ وَقَالَ لِلَّذِي ظَنَّ أَنَّهُ نَاجٍ مِّنْهُمَا اذْكُرْنِي عِندَ رَبِّكَ فَأَنسَاهُ الشَّيْطَانُ ذِكْرَ رَبِّهِ فَلَبِثَ فِي السِّجْنِ بِضْعَ سِنِينَ ﴿٤٢﴾ وَقَالَ الْمَلِكُ إِنِّي أَرَى سَبْعَ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعَ سُنبُلاَتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ يَا أَيُّهَا الْمَلأُ أَفْتُونِي فِي رُؤْيَايَ إِن كُنتُمْ لِلرُّؤْيَا تَعْبُرُونَ ﴿٤٣﴾ قَالُواْ أَضْغَاثُ أَحْلاَمٍ وَمَا نَحْنُ بِتَأْوِيلِ الأَحْلاَمِ بِعَالِمِينَ ﴿٤٤﴾ وَقَالَ الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَاْ أُنَبِّئُكُم بِتَأْوِيلِهِ فَأَرْسِلُونِ ﴿٤٥﴾ يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنبُلاَتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ لَّعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ ﴿٤٦﴾ قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَباً فَمَا حَصَدتُّمْ فَذَرُوهُ فِي سُنبُلِهِ إِلاَّ قَلِيلاً مِّمَّا تَأْكُلُونَ ﴿٤٧﴾ ثُمَّ يَأْتِي مِن بَعْدِ ذَلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلاَّ قَلِيلاً مِّمَّا تُحْصِنُونَ ﴿٤٨﴾ ثُمَّ يَأْتِي مِن بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ ﴿٤٩﴾ وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ فَلَمَّا جَاءهُ الرَّسُولُ قَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ مَا بَالُ النِّسْوَةِ اللاَّتِي قَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ إِنَّ رَبِّي بِكَيْدِهِنَّ عَلِيمٌ ﴿٥٠﴾ قَالَ مَا خَطْبُكُنَّ إِذْ رَاوَدتُّنَّ يُوسُفَ عَن نَّفْسِهِ قُلْنَ حَاشَ لِلّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ مِن سُوءٍ قَالَتِ امْرَأَةُ الْعَزِيزِ الآنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ أَنَاْ رَاوَدتُّهُ عَن نَّفْسِهِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ ﴿٥١﴾ ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ وَأَنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ ﴿٥٢﴾ وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٥٣﴾ وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مِكِينٌ أَمِينٌ ﴿٥٤﴾ قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَآئِنِ الأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ ﴿٥٥﴾ وَكَذَلِكَ مَكَّنِّا لِيُوسُفَ فِي الأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَن نَّشَاء وَلاَ نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٥٦﴾ وَلَأَجْرُ الآخِرَةِ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ ﴿٥٧﴾

Artinya:

(35) Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai sesuatu waktu.

(36) Dan bersama dengan dia masuk pula kedalam penjara dua orang pemuda. Berkatalah salah seorang di antara keduanya: “Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku memeras anggur.” Dan yang lainnya berkata: “Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku membawa roti di atas kepalaku, sebahagiannya dimakan burung.” Berikanlah kepada kami ta`birnya; sesungguhnya kami memandangmu termasuk orang-orang yang pandai (mena`birkan mimpi).”

(37) Yusuf berkata: “Tidaklah disampaikan kepada kamu berdua makanan apa yang akan diberikan kepadamu, melainkan aku telah dapat menerangkan jenis makanan itu, sebelum makanan itu sampai kepadamu. Yang demikian itu adalah sebagian dari apa yang diajarkan kepadaku oleh Robb-ku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allooh, sedang mereka ingkar kepada hari kemudian.

(38) Dan aku mengikuti agama bapak-bapakku yaitu Ibrohim, Ishaq dan Ya`qub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia itu tidak mensyukuri-(Nya).

(39) Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allooh Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?

(40) Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat, baik olehmu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allooh tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

(41) Hai kedua penghuni penjara, “Adapun salah seorang di antara kamu berdua, akan memberi minum tuannya dengan khamr; adapun yang seorang lagi maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku).”

(42) Dan Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua: “Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu.” Maka syaithoon menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya.

(43) Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.” Hai orang-orang yang terkemuka: “Terangkanlah kepadaku tentang ta`bir mimpiku itu jika kamu dapat mena`birkan mimpi.”

(44) Mereka menjawab: “(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu menta`birkan mimpi itu.”

(45) Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya: “Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) menta`birkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya).”

(46) (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.”

(47) Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.

(48) Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.

(49) Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras anggur.”

(50) Raja berkata: “Bawalah dia kepadaku.” Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: “Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Robb-ku Maha Mengetahui tipu daya mereka.”

(51) Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?” Mereka berkata: Maha Sempurna Allooh, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan daripadanya. Berkata isteri Al-‘Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.”

(52) (Yusuf berkata): “Yang demikian itu agar dia (Al-‘Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allooh tidak meridhoi tipu daya orang-orang yang berkhianat.

(53) Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Robb-ku. Sesungguhnya Robb-ku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

(54) Dan Raja berkata: “Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang dekat kepadaku”. Maka tatkala Raja telah bercakap-cakap dengannya, maka dia (Raja) pun berkata: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami”.

(55) Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.”

(56) Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja yang ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.

(57) Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertaqwa.

Selanjutnya Allah memberitakan tentang pertemuan kembali Nabi Yusuf dengan saudara-saudaranya yang dikala itu berada di Palestina, yang datang kepadanya (ke Mesir) berjumlah 10 orang, untuk meminta bantuan pangan, sebagaimana firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Yusuf (12) ayat 58-68 berikut ini:

وَجَاء إِخْوَةُ يُوسُفَ فَدَخَلُواْ عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنكِرُونَ ﴿٥٨﴾ وَلَمَّا جَهَّزَهُم بِجَهَازِهِمْ قَالَ ائْتُونِي بِأَخٍ لَّكُم مِّنْ أَبِيكُمْ أَلاَ تَرَوْنَ أَنِّي أُوفِي الْكَيْلَ وَأَنَاْ خَيْرُ الْمُنزِلِينَ ﴿٥٩﴾ فَإِن لَّمْ تَأْتُونِي بِهِ فَلاَ كَيْلَ لَكُمْ عِندِي وَلاَ تَقْرَبُونِ ﴿٦٠﴾ قَالُواْ سَنُرَاوِدُ عَنْهُ أَبَاهُ وَإِنَّا لَفَاعِلُونَ ﴿٦١﴾ وَقَالَ لِفِتْيَانِهِ اجْعَلُواْ بِضَاعَتَهُمْ فِي رِحَالِهِمْ لَعَلَّهُمْ يَعْرِفُونَهَا إِذَا انقَلَبُواْ إِلَى أَهْلِهِمْ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ﴿٦٢﴾ فَلَمَّا رَجِعُوا إِلَى أَبِيهِمْ قَالُواْ يَا أَبَانَا مُنِعَ مِنَّا الْكَيْلُ فَأَرْسِلْ مَعَنَا أَخَانَا نَكْتَلْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ﴿٦٣﴾ قَالَ هَلْ آمَنُكُمْ عَلَيْهِ إِلاَّ كَمَا أَمِنتُكُمْ عَلَى أَخِيهِ مِن قَبْلُ فَاللّهُ خَيْرٌ حَافِظاً وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ ﴿٦٤﴾ وَلَمَّا فَتَحُواْ مَتَاعَهُمْ وَجَدُواْ بِضَاعَتَهُمْ رُدَّتْ إِلَيْهِمْ قَالُواْ يَا أَبَانَا مَا نَبْغِي هَـذِهِ بِضَاعَتُنَا رُدَّتْ إِلَيْنَا وَنَمِيرُ أَهْلَنَا وَنَحْفَظُ أَخَانَا وَنَزْدَادُ كَيْلَ بَعِيرٍ ذَلِكَ كَيْلٌ يَسِيرٌ ﴿٦٥﴾ قَالَ لَنْ أُرْسِلَهُ مَعَكُمْ حَتَّى تُؤْتُونِ مَوْثِقاً مِّنَ اللّهِ لَتَأْتُنَّنِي بِهِ إِلاَّ أَن يُحَاطَ بِكُمْ فَلَمَّا آتَوْهُ مَوْثِقَهُمْ قَالَ اللّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ ﴿٦٦﴾ وَقَالَ يَا بَنِيَّ لاَ تَدْخُلُواْ مِن بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُواْ مِنْ أَبْوَابٍ مُّتَفَرِّقَةٍ وَمَا أُغْنِي عَنكُم مِّنَ اللّهِ مِن شَيْءٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ ﴿٦٧﴾ وَلَمَّا دَخَلُواْ مِنْ حَيْثُ أَمَرَهُمْ أَبُوهُم مَّا كَانَ يُغْنِي عَنْهُم مِّنَ اللّهِ مِن شَيْءٍ إِلاَّ حَاجَةً فِي نَفْسِ يَعْقُوبَ قَضَاهَا وَإِنَّهُ لَذُو عِلْمٍ لِّمَا عَلَّمْنَاهُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ ﴿٦٨﴾ وَلَمَّا دَخَلُواْ عَلَى يُوسُفَ آوَى إِلَيْهِ أَخَاهُ قَالَ إِنِّي أَنَاْ أَخُوكَ فَلاَ تَبْتَئِسْ بِمَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ ﴿٦٩﴾ فَلَمَّا جَهَّزَهُم بِجَهَازِهِمْ جَعَلَ السِّقَايَةَ فِي رَحْلِ أَخِيهِ ثُمَّ أَذَّنَ مُؤَذِّنٌ أَيَّتُهَا الْعِيرُ إِنَّكُمْ لَسَارِقُونَ ﴿٧٠﴾ قَالُواْ وَأَقْبَلُواْ عَلَيْهِم مَّاذَا تَفْقِدُونَ ﴿٧١﴾ قَالُواْ نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَن جَاء بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ وَأَنَاْ بِهِ زَعِيمٌ ﴿٧٢﴾ قَالُواْ تَاللّهِ لَقَدْ عَلِمْتُم مَّا جِئْنَا لِنُفْسِدَ فِي الأَرْضِ وَمَا كُنَّا سَارِقِينَ ﴿٧٣﴾ قَالُواْ فَمَا جَزَآؤُهُ إِن كُنتُمْ كَاذِبِينَ ﴿٧٤﴾ قَالُواْ جَزَآؤُهُ مَن وُجِدَ فِي رَحْلِهِ فَهُوَ جَزَاؤُهُ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ ﴿٧٥﴾ فَبَدَأَ بِأَوْعِيَتِهِمْ قَبْلَ وِعَاء أَخِيهِ ثُمَّ اسْتَخْرَجَهَا مِن وِعَاء أَخِيهِ كَذَلِكَ كِدْنَا لِيُوسُفَ مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ إِلاَّ أَن يَشَاءَ اللّهُ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مِّن نَّشَاء وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ ﴿٧٦﴾ قَالُواْ إِن يَسْرِقْ فَقَدْ سَرَقَ أَخٌ لَّهُ مِن قَبْلُ فَأَسَرَّهَا يُوسُفُ فِي نَفْسِهِ وَلَمْ يُبْدِهَا لَهُمْ قَالَ أَنتُمْ شَرٌّ مَّكَاناً وَاللّهُ أَعْلَمْ بِمَا تَصِفُونَ ﴿٧٧﴾ قَالُواْ يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ إِنَّ لَهُ أَباً شَيْخاً كَبِيراً فَخُذْ أَحَدَنَا مَكَانَهُ إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٧٨﴾ قَالَ مَعَاذَ اللّهِ أَن نَّأْخُذَ إِلاَّ مَن وَجَدْنَا مَتَاعَنَا عِندَهُ إِنَّـا إِذاً لَّظَالِمُونَ ﴿٧٩﴾ فَلَمَّا اسْتَيْأَسُواْ مِنْهُ خَلَصُواْ نَجِيّاً قَالَ كَبِيرُهُمْ أَلَمْ تَعْلَمُواْ أَنَّ أَبَاكُمْ قَدْ أَخَذَ عَلَيْكُم مَّوْثِقاً مِّنَ اللّهِ وَمِن قَبْلُ مَا فَرَّطتُمْ فِي يُوسُفَ فَلَنْ أَبْرَحَ الأَرْضَ حَتَّىَ يَأْذَنَ لِي أَبِي أَوْ يَحْكُمَ اللّهُ لِي وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ ﴿٨٠﴾ ارْجِعُواْ إِلَى أَبِيكُمْ فَقُولُواْ يَا أَبَانَا إِنَّ ابْنَكَ سَرَقَ وَمَا شَهِدْنَا إِلاَّ بِمَا عَلِمْنَا وَمَا كُنَّا لِلْغَيْبِ حَافِظِينَ ﴿٨١﴾ وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا وَالْعِيْرَ الَّتِي أَقْبَلْنَا فِيهَا وَإِنَّا لَصَادِقُونَ ﴿٨٢﴾ قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنفُسُكُمْ أَمْراً فَصَبْرٌ جَمِيلٌ عَسَى اللّهُ أَن يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ ﴿٨٣﴾ وَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا أَسَفَى عَلَى يُوسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيمٌ ﴿٨٤﴾ قَالُواْ تَالله تَفْتَأُ تَذْكُرُ يُوسُفَ حَتَّى تَكُونَ حَرَضاً أَوْ تَكُونَ مِنَ الْهَالِكِينَ ﴿٨٥﴾ قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ ﴿٨٦﴾ يَا بَنِيَّ اذْهَبُواْ فَتَحَسَّسُواْ مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلاَ تَيْأَسُواْ مِن رَّوْحِ اللّهِ إِنَّهُ لاَ يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ ﴿٨٧﴾ فَلَمَّا دَخَلُواْ عَلَيْهِ قَالُواْ يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ مَسَّنَا وَأَهْلَنَا الضُّرُّ وَجِئْنَا بِبِضَاعَةٍ مُّزْجَاةٍ فَأَوْفِ لَنَا الْكَيْلَ وَتَصَدَّقْ عَلَيْنَا إِنَّ اللّهَ يَجْزِي الْمُتَصَدِّقِينَ ﴿٨٨﴾ قَالَ هَلْ عَلِمْتُم مَّا فَعَلْتُم بِيُوسُفَ وَأَخِيهِ إِذْ أَنتُمْ جَاهِلُونَ ﴿٨٩﴾ قَالُواْ أَإِنَّكَ لَأَنتَ يُوسُفُ قَالَ أَنَاْ يُوسُفُ وَهَـذَا أَخِي قَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَيْنَا إِنَّهُ مَن يَتَّقِ وَيِصْبِرْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٩٠﴾ قَالُواْ تَاللّهِ لَقَدْ آثَرَكَ اللّهُ عَلَيْنَا وَإِن كُنَّا لَخَاطِئِينَ ﴿٩١﴾ قَالَ لاَ تَثْرَيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ ﴿٩٢﴾ اذْهَبُواْ بِقَمِيصِي هَـذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيراً وَأْتُونِي بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٩٣﴾ وَلَمَّا فَصَلَتِ الْعِيرُ قَالَ أَبُوهُمْ إِنِّي لَأَجِدُ رِيحَ يُوسُفَ لَوْلاَ أَن تُفَنِّدُونِ ﴿٩٤﴾ قَالُواْ تَاللّهِ إِنَّكَ لَفِي ضَلاَلِكَ الْقَدِيمِ ﴿٩٥﴾ فَلَمَّا أَن جَاء الْبَشِيرُ أَلْقَاهُ عَلَى وَجْهِهِ فَارْتَدَّ بَصِيراً قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ مِنَ اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ ﴿٩٦﴾ قَالُواْ يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ ﴿٩٧﴾ قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّيَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٩٨﴾ فَلَمَّا دَخَلُواْ عَلَى يُوسُفَ آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُواْ مِصْرَ إِن شَاء اللّهُ آمِنِينَ ﴿٩٩﴾ وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّواْ لَهُ سُجَّداً وَقَالَ يَا أَبَتِ هَـذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِن قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقّاً وَقَدْ أَحْسَنَ بَي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاء بِكُم مِّنَ الْبَدْوِ مِن بَعْدِ أَن نَّزغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِّمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ ﴿١٠٠﴾ رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِن تَأْوِيلِ الأَحَادِيثِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ أَنتَ وَلِيِّي فِي الدُّنُيَا وَالآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِماً وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ ﴿١٠١﴾

Artinya:

(58) Dan saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir) lalu mereka masuk ke (tempat)-nya. Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya.

(59) Dan tatkala Yusuf menyiapkan untuk mereka bahan makanannya, ia berkata: “Bawalah kepadaku saudaramu yang sebapak denganmu (Bunyamin), tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan takaran dan aku adalah sebaik-baik penerima tamu?

(60) Jika kamu tidak membawanya kepadaku, maka kamu tidak akan mendapatkan jatah (gandum) lagi daripadaku dan janganlah kamu mendekatiku”.

(61) Mereka berkata: “Kami akan membujuk bapaknya untuk membawanya (ke sini) dan sesungguhnya kami benar-benar akan melaksanakannya”.

(62) Yusuf berkata kepada pelayan-pelayannya: “Masukkanlah barang-barang (penukar kepunyaan mereka) ke dalam karung-karung mereka, supaya mereka mengetahuinya apabila mereka telah kembali kepada keluarganya, mudah-mudahan mereka kembali lagi”.

(63) Maka tatkala mereka telah kembali kepada bapak mereka (Ya`qub) mereka berkata: “Wahai bapak kami, kami tidak akan mendapat jatah (gandum) lagi, (jika tidak membawa saudara kami), sebab itu biarkanlah saudara kami pergi bersama-sama kami supaya kami mendapatkan jatah, dan sesungguhnya kami benar-benar akan menjaganya”.

(64) Berkatalah Ya`qub: “Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?”. Maka Allooh adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.

(65) Tatkala mereka membuka barang-barangnya, mereka menemukan kembali barang-barang (penukaran) mereka, dikembalikan kepada mereka. Mereka berkata: “Wahai bapak kami, apa lagi yang kita inginkan. Ini barang-barang kita, dikembalikan kepada kita, dan kami akan dapat memberi makan keluarga kami, dan kami akan dapat memelihara saudara kami, dan kami akan mendapat tambahan jatah (gandum) seberat beban seekor unta. Itu adalah hal yang mudah (bagi Raja Mesir)”.

(66) Ya`qub berkata: “Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allooh, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh”. Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Ya`qub berkata: “Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini)”.

(67) Dan Ya`qub berkata: “Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun daripada (takdir) Allooh. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allooh; kepada-Nya-lah aku bertawakkul dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkul berserah diri”.

(68) Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan bapak mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya`qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.



Kemudian Allah  memberitakan tentang pertemuan Nabi Yusuf  dengan adiknya Bunyamin dan pada akhirnya dengan bapaknya yakni Nabi Ya’qub.

Nabi Yusuf  membuat siasat agar adiknya Bunyamin tetap tinggal bersamanya di Mesir. Oleh karena itu ketika kesebelas orang saudara-saudaranya dan adiknya Bunyamin hendak pulang kembali kenegeri Kana’an setelah mereka mendapatkan jatah gandumnya; maka diam-diam (secara rahasia) dimasukkanlah piala Kerajaan (mangkuk untuk minum) kedalam karung makanan Bunyamin. Ketika saudara-saudaranya dan Bunyamin hendak berangkat pulang, maka diumumkanlah bahwa ada piala kerajaan Mesir yang hilang, maka diperiksalah karung-karung makanan mereka. Dan ditemukannya lah piala tersebut di karung Bunyamin. Maka diumumkanlah bahwa Bunyamin harus ditahan di Mesir dengan dalih telah mencuri barang.

Pulanglah saudara-saudara Nabi Yusuf ke Kana’an kepada bapak mereka, tanpa membawa Bunyamin. Nabi Ya’qub pun kemudian diminta untuk datang ke Mesir.

Sebelum datang ke Mesir, maka Nabi Ya’qub  menulis sebuah surat kepada Penguasa Mesir, meminta agar janganlah keluarga Ya’qub dipersulit karena mereka memang sedang membutuhkan pertolongan.

Diawal suratnya, Nabi Ya’qub memberitakan perihal dirinya, dengan pernyataannya sebagai berikut:

“Dari Ya’qub, Isro’iil (‘Abdullooh) bin Ishaq, kepada Penguasa Mesir.

Kami banyak bala’, banyak kekurangan pangan, kelaparan…..” dan seterusnya.

Dalam surat tersebut Nabi Ya’qub menyebut dirinya dengan sebutan “Isro’iil bin Ishaq”.

Peristiwa diatas diberitakan oleh Allooh  sebagaimana firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Yusuf (12) ayat 69-101 berikut ini:

(69) Dan tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf, Yusuf membawa saudaranya (Bunyamin) ke tempatnya, Yusuf berkata: “Sesungguhnya aku (ini) adalah saudaramu, maka janganlah kamu berdukacita terhadap apa yang telah mereka kerjakan”.

(70) Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka, Yusuf memasukkan piala (tempat minum) ke dalam karung saudaranya. Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan: “Hai kafilah, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri”.

(71) Mereka menjawab, sambil menghadap kepada penyeru-penyeru itu: “Barang apakah yang hilang darimu?”

(72) Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”.

(73) Saudara-saudara Yusuf menjawab: “Demi Allah sesungguhnya kamu mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah para pencuri”.

(74) Mereka berkata: “Tetapi apa balasannya jikalau kamu betul-betul pendusta?”.

(75) Mereka menjawab: “Balasannya, ialah pada siapa diketemukan (barang yang hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya (tebusannya). Demikianlah kami memberi hukuman kepada orang-orang yang dzolim.”

(76) Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka, sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala Raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami mengatur rencana untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang Raja, kecuali Allah menghendakinya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki: dan diatas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.

(77) Mereka berkata: “Jika ia mencuri, maka sesungguhnya telah pernah mencuri pula saudaranya sebelum itu”. Maka Yusuf menyembunyikan kejengkelan itu pada dirinya dan tidak menampakkannya kepada mereka. Dia berkata (dalam hatinya): “Kamu lebih buruk kedudukanmu (sifat-sifatmu) dan Allooh Maha Mengetahui apa yang kamu terangkan itu”.

(78) Mereka berkata: “Wahai Al-‘Aziz, sesungguhnya ia mempunyai bapak yang sudah lanjut usianya, lantaran itu ambillah salah seorang diantara kami sebagai gantinya, sesungguhnya kami melihat kamu termasuk orang-orang yang berbuat baik”.

(79) Berkata Yusuf: “Aku mohon perlindungan kepada Allooh daripada menahan seorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya, jika kami berbuat demikian, maka benar-benarlah kami orang-orang yang dzolim”.

(80) Maka tatkala mereka berputus asa daripada (putusan) Yusuf mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik. Berkatalah yang tertua di antara mereka: “Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguhnya bapakmu telah mengambil janji dari kamu dengan nama Allooh dan sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai bapakku mengizinkan kepadaku (untuk kembali), atau Allooh memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya”.

(81) Kembalilah kepada bapakmu dan katakanlah: “Wahai bapak kami! Sesungguhnya anakmu telah mencuri; dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui, dan sekali-kali kami tidak dapat menjaga (mengetahui) barang yang ghoib.

(82) Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di situ, dan kafilah yang kami datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar”.

(83) Ya`qub berkata: “Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

(84) Dan Ya`qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: “Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf”, dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).

(85) Mereka berkata: “Demi Allooh, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa”.

(86) Ya`qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya.”

(87) Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allooh. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”.

(88) Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: “Hai Al-‘Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah jatah untuk kami, dan bershodaqohlah kepada kami, sesungguhnya Allooh memberi balasan kepada orang-orang yang bershodaqoh.”

(89) Yusuf berkata: “Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu itu?”.

(90) Mereka berkata: “Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?” Yusuf menjawab: “Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allooh telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami”. Sesungguhnya barangsiapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”.

(91) Mereka berkata: “Demi Allooh, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)”.

(92) Dia (Yusuf) berkata: “Pada hari ini tak ada cercaan terhadapmu, mudah-mudahan Allooh mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.”

(93) Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia ke wajah bapakku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku”.

(94) Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir) berkatalah bapak mereka: “Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku)”.

(95) Keluarganya berkata: “Demi Allah, sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu”.

(96) Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah Ya`qub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata Ya`qub: “Tidakkah aku katakan kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya”.

(97) Mereka berkata: “Wahai bapak kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)”.

(98) Ya`qub berkata: “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Robb-ku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

(99) Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu bapaknya dan dia berkata: “Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman”.

(100) Dan ia menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkatalah Yusuf: “Wahai bapakku inilah ta`bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Robb-ku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Robb-ku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawamu dari dusun padang pasir, setelah syaithoon merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Robb-ku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

(101) Ya Robb-ku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta`bir mimpi. (Ya Robb), Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shoolih.”

Demikianlah berita dari Wahyu (Al Qur’an) yang berkaitan dengan Nabi Yusuf. Didalam riwayat diberitakan bahwa Nabi Yusuf  memiliki dua orang putra. Yang pertama bernama Afro’iim, dan yang kedua bernama Mansyaa.

Afro’iim memiliki anak bernama Nuun, sedangkan Mansyaa memiliki anak bernama Muusaa (Sebagian ‘Ulama mengatakan bahwa Muusaa ini adalah Muusaa bin ‘Imron, dan sebagian ‘Ulama lain mengatakan bahwa ia adalah Musa Al Khidr).

Adapun Nuun memiliki anak bernama Yuusya’, dan Muusaa memiliki anak bernama Rohmah yang menjadi istri Nabi Ayyub.

Dengan demikian dapatlah kita mengambil pelajaran bahwa tercatat lima watak buruk dari Bani (keturunan) Isro’iil, yang hendaknya kita kaum Muslimin berlindung kepada Allooh سبحانه وتعالى dari watak ini, yaitu:

Su’udzon. Hal ini terjadi ketika Liyaa (istri Nabi Ya’qub) dilarang oleh Nabi Ya’qub  untuk menceritakan mimpi Yusuf , tetapi hal tersebut dilanggarnya sehingga berita tentang mimpi Nabi Yusuf  tersebut menimbulkan su’udzon (buruk sangka) bahwa Nabi Ya’qub  tidak sayang kepada anak-anaknya yang lain yakni saudara-saudara Yusuf.

- Hasad, artinya: sifat iri.
- Dengki, sifat ini muncul akibat adanya Hasad (iri hati).
- Makar, yaitu rencana pembunuhan yang dilakukan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf  terhadap Nabi Yusuf , yang berakhir dengan dimasukkannya ia kedalam sumur.
- Dusta, yaitu mereka melaporkan berita dusta terhadap bapak mereka yakni Nabi Ya’qub اdengan menyatakan bahwa Nabi Yusuf  telah meninggal dimakan serigala.

Lima watak buruk yang merupakan “penyakit” hati ini, akan muncul dalam berbagai kiprah Yahudi bahkan hingga zaman kita sekarang ini. Sifat dengki dan iri hati ini pula yang menyebabkan Yahudi enggan menerima keputusan Allah bahwa Nabi Penutup yakni Nabi Muhammad adalah datang dari keturunan Nabi Ismail, dan bukan muncul dari keturunan Nabi Ishaq. Sifat dengki dan iri hati ini pula lah yang menyebabkan Yahudi berani men-tahriif (mengubah-ubah) ayat dalam Taurat dengan menyatakan bahwa yang dikurbankan adalah Nabi Ishaq, dan bukannya Nabi Ismail, sebagaimana telah kita bahas dalam kajian kita yang lalu.

Dan dalam kajian mendatang,  kita akan membahas tentang Nabi Musa, Nabi Daud  dan Nabi Sulaiman sehingga diharapkan kita akan semakin memahami tentang akar Yahudi di awalnya, sebelum kita insya Allah akan membahas antara lain tentang Zionisme, Freemasonry serta berbagai kerusakan lain yang ada hingga zaman kita ini.

Hendaknya kita kaum Muslimin berlindung kepada Allah agar tidak terjangkiti penyakit su’udzon, hasad (iri), dengki, dusta dan makar yang merupakan watak buruk yang berkembang dikalangan Yahudi Bani Isro’iil; dan hendaknya kita memperhatikan pesan Nabiyyullooh Ya’qub  yang diabadikan oleh Allah  didalam Al Qur’an Surat Yusuf (12) ayat 5, “Sesungguhnya syaithoon itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”

TANYA JAWAB

Pertanyaan:
Mohon penjelasan kelanjutan Hadits yang disampaikan diatas. Apakah Syaibaan (seorang Yahudi) yang bertanya kepada Nabi Muhammad  itu pada akhirnya masuk Islam ataukah tidak?

Jawaban:

Dalam keterangan Hadits, Yahudi yang bertanya kepada Nabi Muhammad  tersebut tidak dijelaskan apakah ia pada akhirnya masuk Islam ataukah tidak. Hadits tersebut merupakan Asbaabun Nuzuul (sebab dari turunnya) Surat Yusuf dalam Al Qur’an. Maksud Yahudi tadi bertanya sebenarnya adalah untuk menguji Nabi Muhammad tentang Nabi-Nabi dari keturunan Nabi Ibrohim.

Pertanyaan:

Sifat orang Bani Isro’iil yang iri dan dengki itu bukankah juga sudah ditunjukkan oleh putra Nabi Adam  yang bernama Qobil yang membunuh saudaranya?
Apakah Nabi Yusuf  yang menjadi penguasa Mesir akhirnya menurunkan keturunan Bani Isro’iil di Mesir termasuk Nabi Musa?
Apakah nama “Yahudi” diambil dari nama salah seorang putra Nabi Ya’qub  yang bernama Yahudza?

Jawaban:
Sifat dengki dan iri yang ada pada orang Yahudi memang sudah ada pada sifat-sifat manusia sebelumnya, dan ini memang benar. Namun pada hakekatnya, kita sedang membahas tentang akar Yahudi di awal dan di akhir, agar kaum Muslimin memahami dengan benar apakah yang menjadi penyebab segala kebencian kaum Yahudi terhadap Muslimin bahkan hingga saat ini. Dan dari bahasan kita kali ini, kita dapat mempelajari dari manakah asal muasal munculnya nama Isro’iil.

Benar, memang awalnya Nabi Ya’qub dan putra-putranya termasuk Nabi Yusuf  berasal dari daerah Kana’an. Kemudian saudara-saudara Nabi Yusuf dibawa oleh Nabi Yusuf  ke Mesir, beranak-pinak di Mesir dan pada akhirnya mereka mengalami penindasan oleh Fir’aun. Kata “Fir’aun” pada zaman Mesir Kuno sebenarnya berarti “Raja”. Dan didalam perjalanan sejarah selanjutnya, Raja-Raja (Fir’aun) Mesir itu ada yang masuk kedalam Islam seperti Raja Mesir pada masa Nabi Yusuf  yang bernama Ar Royyaan. Namun sesudahnya, yang menjadi Raja-Raja Mesir bukanlah Islam lagi, dan berkelanjutan hingga zaman Nabi Musa.
Tentang nama “Yahudi”, ada 4 kemungkinan asal-usul katanya. Ada yang menyatakan bahwa sebenarnya kata “Yahudi” berasal dari kata “At Tahawwud” atau “Al-Hawada”. Dan ada pula yang menyatakan berasal dari kata “Yahuudzaa”, salah seorang putra Nabi Ya’qub. Lebih lengkapnya insya Allooh akan kita bahas pada kajian mendatang.

Pertanyaan:
Ada Hadits yang menyatakan bahwa dunia ini tidak akan Kiamat sebelum Yahudi lenyap dari muka bumi. Benarkah hal ini?
Ada keterangan yang menyatakan bahwa Nabi Yusuf menikah dengan istri Raja yang bernama Zulaikha. Tetapi ada pula keterangan lain yang menyatakan bahwa istri Nabi Yusuf عليه السلام bukanlah bernama Zulaikha, sehingga apabila ada orang membaca do’a dalam pernikahan dengan menyebut-nyebut: “Semoga pengantin ini adalah seperti pasangan Yusuf عليه السلام dan Zulaikha”, maka bukankah do’a yang demikian itu tidak benar? Mohon penjelasannya.

Jawaban:
Memang benar, sebagaimana dalam Hadits dari Rosuulullooh, diberitakan bahwa Yahudi akan lenyap dari muka bumi, akan kalah dan itulah akhir dari bahasan kita tentang Yahudi. Insya Allah kajian-kajian kita akan sampai pula pada akhirnya membahas tentang hal ini.

Bahkan dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim dari Shohabat Abu Hurairoh, beliau berkata bahwa Rosuulullooh  bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمُ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِىُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوِ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِىٌّ خَلْفِى فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ. إِلاَّ الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ

Artinya:

“Tidak akan terjadi Hari Kiamat sehingga Muslimin memerangi Yahudi, sehingga Muslimin membunuh mereka dan ketika Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon, maka pohon dan batu pun berkata, “Wahai Muslim, wahai hamba Allah, ini Yahudi di belakangku. Kemarilah dan bunuhlah dia.”, kecuali pohon Ghorqod, sesungguhnya dia adalah pohon Yahudi.”
Gambar Pohon Ghorqod
Oleh karena itu, bahkan di media massa (antara lain di internet,silakan buka Jewish National Fund: www.jnf.org yang merupakan website kaum Yahudi atau silakan klik http://www.youtube.com/watch?v=anjsDjPvsN8 yang merupakan rekaman video Yahudi berjudul “Ancient Trees Throughout Israel”), dimana diberitakan bahwa orang-orang Yahudi saat ini telah menanam sebanyak 240 juta pohon Ghorqod (Lycium ferocissimum atau Boxthorn) di tanah Palestina, yakni satu-satunya jenis pohon yang dikala Yahudi nanti akan kalah dan ditumpas habis, maka pohon Ghorqod lah yang tidak mau melaporkan keberadaan kaum Yahudi kepada Muslimin. 

Benar, sebagaimana dalam bahasan kita diatas, telah dijelaskan bahwa bekas istri Raja Mesir Ar Royyaan, yang kemudian dinikahi oleh Nabi Yusuf adalah bernama Roo’iil. Bukan bernama Zulaikha. Sehingga apabila ada yang berdo’a dengan do’a demikian tentulah tidak tepat.

Pertanyaan:

Apa maknanya sampai Nabi Muhammad diingkari sebagai bukan dari keturunan Nabi Ismail oleh orang Yahudi?

Jawaban:

Sebenarnya bagi kita kaum Muslimin adalah meyakini bahwa itu adalah Hak Mutlak Allah untuk memilih siapa yang akan diangkat menjadi Nabi atau Rosul. Dari kalangan mana saja adalah terserah pada kehendak Allah. Dari Nabi-Nabi kalangan Bani Isro’iil silakan, atau dari mana saja adalah tidak ada masalah. Kita kaum Muslimin menerimanya dengan ikhlas. Tetapi tidak demikian dengan Bani Israel, mereka hanya mau menerima Nabi dan Rosul dari kalangan mereka saja.

Hal ini adalah sebagaimana yang Allah firmankan dalam QS. Ash Shoffaat (37) ayat 113 bahwa diantara anak cucu Nabi Ishaq عليه السلام ada yang berbuat dzolim terhadap dirinya dengan kedzoliman yang nyata:

وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِن ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ مُبِينٌ

Artinya:

“Kami limpahkan keberkahan atasnya (Ibrahim) dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang dzolim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.”

Hal ini disebabkan karena mereka telah berbuat melampaui batas, dimana Allah telah mendatangkan sekian banyak Nabi dan Rosul dari kalangan Bani Isro’iil, tetapi banyak diantara para Nabi tersebut yang mereka bunuh. Sebagaimana hal ini difirmankan oleh Allah dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 61:


وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَن نَّصْبِرَ عَلَىَ طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنبِتُ الأَرْضُ مِن بَقْلِهَا وَقِثَّآئِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُواْ مِصْراً فَإِنَّ لَكُم مَّا سَأَلْتُمْ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَآؤُوْاْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُواْ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ

Artinya:

“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Robb-mu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allooh. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.”

Juga dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 87 berikut ini:

وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَقَفَّيْنَا مِن بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ أَفَكُلَّمَا جَاءكُمْ رَسُولٌ بِمَا لاَ تَهْوَى أَنفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقاً كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقاً تَقْتُلُونَ

Artinya:

“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rosul-rosul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mu`jizat) kepada `Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul-Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang rosuul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu bersikap angkuh; maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?”

Dan juga dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 90-91 berikut ini:

بِئْسَمَا اشْتَرَوْاْ بِهِ أَنفُسَهُمْ أَن يَكْفُرُواْ بِمَا أنَزَلَ اللّهُ بَغْياً أَن يُنَزِّلُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ عَلَى مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ فَبَآؤُواْ بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُّهِينٌ ﴿٩٠﴾ وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُواْ بِمَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ نُؤْمِنُ بِمَا أُنزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرونَ بِمَا وَرَاءهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَهُمْ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنبِيَاءَ اللّهِ مِن قَبْلُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ﴿٩١﴾

Artinya:

(90) Alangkah buruknya (perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.

(91) Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada Al Qur’an yang diturunkan Allooh”, mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami”. Dan mereka kafir kepada Al Qur’an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur’an itu adalah (Kitab) yang haq; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: “Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?“

Bagi kita kaum Muslimin, tidak menjadi masalah bila Nabi Muhammad berasal dari keturunan Nabi Ismail sebagaimana yang Allah kehendaki, ataukah berasal dari keturunan Nabi lainnya. Kita kaum Muslimin menerima apa pun yang menjadi keputusan Allah. Yang bermasalah adalah justru kaum Yahudi, karena mereka hanya mau menerima apabila Nabi dan Rosul itu diangkat dan dipilih dari kalangan mereka (Bani Israel). Namun, bila bukan dari kalangan mereka, maka mereka tidak mau menerimanya.

Justru masalah menjadi muncul ketika Nabi Muhammad terlahir bukan dari keturunan Nabi Ishaq. Padahal didalam Taurat (Kitab orang-orang Yahudi), sebenarnya telah diberitakan bahwa mereka (Yahudi) itu mengetahui tentang akan munculnya Rosulullah Muhammad  sebagai Nabi akhir zaman, sebagaimana pengetahuan seorang bapak terhadap anaknya.

Perhatikanlah firman Allah dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 146 berikut ini:

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءهُمْ وَإِنَّ فَرِيقاً مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Artinya:

“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.”

Jadi mereka paham dan tahu betul atas kenabian Muhammad. Tetapi karena Nabi Muhammad  tidak berasal dari keturunan Nabi Ishaq, maka muncullah hasad (iri) dan dengki yang menyebabkan mereka tidak mau menerima dan mengingkari kedatangan Nabi Muhammad. Itulah yang Allah  beritakan di dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 90 diatas.

Bagi kita, kalau garis Wahyu-nya benar, maka kita akan beriman, dan kita tidak membenci Nabi dari kalangan Bani Isro’iil atau siapa pun. Karena semua itu adalah sesuai dengan firman Allah. Yang menjadi masalah adalah, kita beriman kepada Nabi-Nabi dari Bani Isro’iil; tetapi orang Bani Isro’iil (Yahudi) tidak percaya dan tidak mau menerima Nabi dari kalangan Bani Ismail. Padahal semua itu adalah hendaknya kita kembalikan kepada Wahyu, firman Allah  dan kehendak Allah semata-mata.

Kita kaum Muslimin adalah sebagaimana firman Allah  dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 136:

قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Artinya:

“Katakanlah (hai orang-orang mu’min): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrohim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Robb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya (Muslimun)“.

Kita kaum Muslimin beriman kepada Nabi-Nabi, Kitab-Kitab Wahyu Allah sebelum Nabi Muhammad dan kita pun meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah khotamul ‘anbiya wal mursaliin (Penutup seluruh Nabi dan Rosul).

Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. 


Tidak ada komentar

Posting Komentar