Benarkah Ruqyah , Tamimah dan Tiwalah adalah Syirik?
Seiring dengan gencarnya promosi Ruqyah dimana mana, kita harus mengetahui secara penuh apa itu Ruqyah. Ibnu Mas’ud menuturkan : aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah dan Tiwalah adalah syirik.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
RUQYAH yaitu : yang disebut juga dengan istilah Ajimat. Ini tidak diperbolehkan karena menjurus kearah hal hal yang syirik, karena Rasulullah SAW telah mencontohkan mendoakan pada orang sakit tanpa menjampi jampi nya dan itu hanya sekedar mendoakan, sisanya ikhtiar.A’isyah r.a berkata : Biasa Nabi SAW jika menjenguk orang sakit atau didatangi orang sakit mendo’akan : Hilangkan bahaya, ya Tuhannya manusia, sembuhkanlah, hanya engkau yang dapat menyembuhkan, tiada kesembuhan kecuali daripadamu, sembuh yang tidak dihinggapi penyakit (Bukhari, Muslim)
TAMIMAH adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak untuk menangkal dan menolak penyakit ‘ain. Jika yang dikalungkan itu berasal dari ayat-ayat Al Qur’an, sebagian ulama salaf memberikan keringanan dalam hal ini; dan sebagian yang lain tidak memperbolehkan dan melarangnya, diantaranya Ibnu Mas’ud
TIWALAH adalah sesuatu yang dibuat dengan anggapan bahwa hal tersebut dapat menjadikan seorang istri mencintai suaminya, atau seorang suami mencintai istrinya. Waki’ meriwayatkan bahwa Said bin zubair berkata : “Barang siapa yang memotong tamimah dari seseorang maka tindakannya itu sama dengan memerdekakan seorang budak.” Dan waki’ meriwayatkan pula bahwa Ibrahim (An Nakho’i) berkata : “mereka (para sahabat) membenci segala jenis tamimah, baik dari ayat ayat Al Qur’an maupun bukan dari ayat ayat Al Qur’an.”
Apabila kita bercermin pada hal tersebut, maka sudah jelas bahwa Rasulullah SAW melarang kita melakukan Ruqyah, Tamimah dan Tiwalah karena itu adalah perbuatan syirik. Pelaksanaan dari Ruqyah itu sendiri adalah dengan menjampi jampi seseorang yang sakit baik itu penyakit psikis maupun penyakit fisik. Jampi dan mantera mantera tersebut menggunakan ayat ayat Al qur’an atau menggunakan bahasa arab.Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pada Zaman Jahilyah banyak sekali orang mempelajari sihir dan mempraktekkannya, caranya adalah dengan menggunakan berbagai macam bacaan bacaan atau jampi jampi yang disesuaikan dengan suku bangsa itu sendiri misalnya orang sunda akan menggunakan bahasa sunda kuno untuk mantera sihirnya, orang arab akan menggunakan bahasa arab ketika menjampi jampi kan sihirnya. Untuk mengubah pola semacam begitu, Rasulullah SAW tidak melakukannya secara frontal atau langsung, tetapi dengan cara yang halus dan perlahan lahan untuk menghindari perpecahan pada umat islam.
Allah SWT ber Firman dalam QS. Al-Baqarah 102 :
[102] Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.
QS. Al-Falaq :
[1] Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
[2] dari kejahatan makhluk-Nya,
[3] dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
[4] dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
[5] dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”.
Di dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa pengerjaan sihir adalah menggunakan bacaan bacaan tertentu sebagai ritualnya, dan di ayat selanjutnya sihir banyak pula dilakukan oleh kaum wanita dengan teknis yang sama yaitu menjampi dan menghembus pada buhul buhul. Biasanya sihir diikuti dengan berbagai macam syarat, agar manteranya ampuh. Kejahatan yang dilakukan oleh para tukang sihir sebagaimana dan dilakukan oleh syaitan syaitan, disebut syaitan karena sifat kejahatannya itu sendiri. Kita ketahui pula bahwa yang namanya syaitan itu adalah sifat, bisa Jin dan bisa pula Manusia. Allah SWT berfirman dalam QS. An Nas :
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
[1] Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
[2] Raja manusia.
[3] Sembahan manusia.
[4] dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi,
[5] yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.
[6] dari (golongan) jin dan manusia.
Kita pun bisa menjadi syaitan yang berwujud manusia apabila melakukan kejahatan kejahatan, malah sering terjadi mungkin kejahatan manusia jauh lebih jahat dari iblis. Apabila kita melihat dari ayat ayat tersebut diatas, adalah wajar Rasulullah SAW melarang kita melakukan Ruqyah karena, apa bedanya kita dengan tukang tukang sihir yang melakukan jampi jampi, hanya jampinya dirubah dengan menggunakan ayat ayat Al Qur’an atau dengan bahasa arab. Al Qur’an bukanlah kumpulan mantera mantera, tapi adalah petunjuk bagi kaum yang berpikir.
Allah SWT berfirman dalam QS. Ya Sin 62 :
[62] Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan?
Pola penyesatan syaitan amatlah sangat halus, terkadang sorga menjadi seperti neraka dan neraka seperti sorga, terlihatnya baik padahal belum tentu. Hal seperti inilah yang harus kita waspadai, karena syaitan itu bisa berkedok apa saja, bahkan bisa berkedok ulama.
Kebanyakan masyarakat kita sangat mudah terpengaruh oleh penampilan, asalkan bahasa arab fasih, memakai gamis atau baju koko, pasang janggut tanpa kumis, kening hitam, langsung dipercaya, padahal belum tentu, karena hanya Allah SWT lah yang mengetahui persis bagaimana sebenarnya dibalik penampilan keren itu.
Selaku umat islam yang mau berpikir, sebaiknya berhati hati, janganlah terpengaruh oleh penjampi penjampi berkedok agama. Apabila kita melihat dari sejarah, telah dibuktikan bahwa metoda Ruqyah itu sama sekali tidak efektif. Maka oleh sebab itu seorang Cendekiawan Muslim bernama Ibnu Sina, merancang kedokteran yang merupakan metoda amat sangat ilmiah, untuk mengobati orang sakit secara nyata dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tidak perlu seseorang itu disiksa dengan pukulan pukulan , lalu dibiarkan menggelepar gelepar, di jampi jampi, tanpa mengerti bahwa sebenarnya orang itu stress bukan kesurupan, bahkan pernah kejadian orang yang mengalami schizophrenia dikatakan mengalami bisikan gaib dari Jin, sehingga tambah stress. Ini berbahaya, karena metoda Ruqyah mengajarkan orang untuk tidak berpikir, dan mengajarkan pula lari kearah mistis. Mungkin karena menjampi itu lebih mudah daripada berpikir, dan lebih mudah pula daripada menganalisa secara objektif, dimunculkanlah Ruqyah ini. Mudah sekali, tinggal menghapal beberapa ayat untuk dijadikan Jampi atau Mantera, rubah penampilan, pasang tarif administrasi, jadilah pe–Ruqyah .
Pola penyesatan syaitan amatlah sangat halus, terkadang sorga menjadi seperti neraka dan neraka seperti sorga, terlihatnya baik padahal belum tentu. Hal seperti inilah yang harus kita waspadai, karena syaitan itu bisa berkedok apa saja, bahkan bisa berkedok ulama.
Kebanyakan masyarakat kita sangat mudah terpengaruh oleh penampilan, asalkan bahasa arab fasih, memakai gamis atau baju koko, pasang janggut tanpa kumis, kening hitam, langsung dipercaya, padahal belum tentu, karena hanya Allah SWT lah yang mengetahui persis bagaimana sebenarnya dibalik penampilan keren itu.
Selaku umat islam yang mau berpikir, sebaiknya berhati hati, janganlah terpengaruh oleh penjampi penjampi berkedok agama. Apabila kita melihat dari sejarah, telah dibuktikan bahwa metoda Ruqyah itu sama sekali tidak efektif. Maka oleh sebab itu seorang Cendekiawan Muslim bernama Ibnu Sina, merancang kedokteran yang merupakan metoda amat sangat ilmiah, untuk mengobati orang sakit secara nyata dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tidak perlu seseorang itu disiksa dengan pukulan pukulan , lalu dibiarkan menggelepar gelepar, di jampi jampi, tanpa mengerti bahwa sebenarnya orang itu stress bukan kesurupan, bahkan pernah kejadian orang yang mengalami schizophrenia dikatakan mengalami bisikan gaib dari Jin, sehingga tambah stress. Ini berbahaya, karena metoda Ruqyah mengajarkan orang untuk tidak berpikir, dan mengajarkan pula lari kearah mistis. Mungkin karena menjampi itu lebih mudah daripada berpikir, dan lebih mudah pula daripada menganalisa secara objektif, dimunculkanlah Ruqyah ini. Mudah sekali, tinggal menghapal beberapa ayat untuk dijadikan Jampi atau Mantera, rubah penampilan, pasang tarif administrasi, jadilah pe–Ruqyah .
Allah SWT berfirman dalam QS. Al Baqarah 164 :
[164] Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Allah SWT di ayat tersebut jelas sekali menyuruh kita untuk berpikir, dan terdapat puluhan ayat lagi yang menyuruh kita berpikir, tidak ada satupun ayat di Al Qur’an menyuruh kita untuk menjampi jampi. Maka oleh sebab itu, marilah, sebagai umat muslim sejati, sebaiknya pandai memilah milih, mana yang haq, dan mana yang bathil , karena perbedaannya sangat tipis sekali. Sejarah menggambarkan Zaman Keemasan Islam yang sangat luar biasa, sebagaimana terbukti, ilmu pengetahuan banyak sekali dimunculkan dari Dunia Islam, contohnya Al Jabar atau ilmu hitung, Kimia atau chemistry, bahkan kedokteran yang dikembangkan oleh Ibnu Sina, tiga contoh itu membuktikan bahwa seharusnya umat Islam harus lebih pandai berpikir dan menganalisa, bukannya Japa Mantera yang dirubah pakai bahasa Arab. Melihat perkembangan sekarang, adalah wajar umat Islam semakin mundur, karena dengan semakin berkembangnya Ruqyah, masyarakat Islam akan semakin jauh dari berpikir, bahkan sering sekali Ruqyah dijadikan pembenaran untuk kesalahan yang dilakukan, contohnya :
1. Ada seorang suami yang melakukan penyelewengan, tapi sudah bosan dengan simpanannya, dan kebetulan anak istrinya sudah membongkar penyelewengannya itu, untuk menghindari perceraian dengan istri tuanya sang suami bilang saja dia melakukan itu tanpa disadari atau seperti tidak bisa mengontrol diri, otomatis kecurigaan akan mengarah kepada sihir dalam bentuk guna guna pengasihan, dibawalah sang suami pada seorang pe Ruqyah, ketika di Ruqyah sang suami pura pura ngamuk seolah olah di tubuhnya ada Jin, toh pe Ruqyah tidak bisa membedakan, setelah pura pura sembuh karena tadinya tidak apa apa juga, akhirnya selamatlah perkawinannya karena sang istri memaklumi bahwa suaminya kena pellet, juga anak anaknya memaklumi, dan sang simpanan bisa di depak jauh jauh.
2. Ada seorang anak muda karena cintanya ditolak akhirnya dia jadi stress, dan menderita schizophrenia. Penderita gangguan kejiwaan ini akan merasa seperti ada yang membisiki, dan datanglah pada seorang yang katanya pe Ruqyah. Mendengar keluhan tersebut sang pe Ruqyah karena tidak bisa membedakan penyakit dari Jin atau gangguan kejiwaan, langsung muncul vonis bahwa itu diganggu Jin, maka di Ruqyahlah anak muda itu. Berhubung orang yang mengalami gangguan jiwa seperti ini mudah sekali tersugesti, menggelepar geleparlah dia sampai lama, dan terdiam setelah kelelahan. Karena sugesti tersebut, anak muda itu merasa ringan untuk sementara. Tapi keesokan harinya, begitu lagi dan begitu lagi, akhirnya dibawalah ke RS Jiwa, di terapi selama dua bulan, Alhamdulillah atas Izin Allah SWT anak muda tersebut sembuh.
3. Ada seorang penderita psikosomatis yang selalu merasa tidak enak badan akibat stress, selalu mengeluh ini dan itu, setelah di check laboratorium semuanya normal, karena memang normal, rasa sakit itu muncul dari stress itu sendiri, jadinya segala kerasa. Dia jadi curiga itu karena guna guna karena dia tidak suka ketika dokter bilang bahwa sakitnya itu karena psikis atau stress , itu menunjukan bahwa dia lemah dan itu tidak disukainya . Ketika datang pada pe Ruqyah langsung di vonis terkena sihir berupa guna guna katanya, nah inilah jawaban yang dikehendakinya. Akhirnya di Ruqyah lah dia, tapi setelah puluhan kali di jampi jampi pakai bahasa arab tak kunjung sembuh, karena memang tidak ada guna guna, tapi sang pe Ruqyah bilang Jin nya sangat kuat sekali dan dia kesulitan mengeluarkannya, dan itu memang jawaban paling aman untuk menutupi ketidakmampuan. Kembalilah dia pada seorang psikiater, setelah diberi obat, seminggu kemudian badannya membaik, atas Izin Allah SWT.
Inilah tiga contoh dimana sebetulnya Ruqyah itu sama sekali tidak efektif, hanya memainkan sugesti dan sugesti, juga membuat kita semakin jauh dari berpikir. Janganlah kita menilai sesuatu berdasarkan angan angan, sebagaimana Firman Allah dalam QS. An Nisa 120 – 123 :
[120] Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.
[121] Mereka itu tempatnya Jahanam dan mereka tidak memperoleh tempat lari daripadanya.
[122] Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?
[123] (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. Ayat di atas menjelaskan bahwa kita harus selalu berpikir objektif dan tidak berangan angan kosong. Apapun yang datang dari Allah SWT, harus kita kaji secara mendalam agar kita menjadi umat Islam yang cerdas, kuat secara iman, dan berpikiran maju.
Jin Tidak Bisa Di Ruqyah
Di dalam Al Qur’an Al jin ayat 1 dan 2, Allah SWT berfirman :
[1] katakanlah (hai Muhammad) “telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al Qur’an) lalu mereka berkata: “sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur’an yang menakjubkan,
[2] (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami berimam, kepadanya dan kami sekali-kali tidak akan menpersekutukan seorang pun denganTuhan kami, apabila kita melihat ayat diatas, seharusnya kita mengerti bahwa jin mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dan mereka mengaguminnya lalu sebagian dari mereka beriman. Adalah hal yang sangat aneh apabila jin dibacakan ayat Al Qur’an malah jadi kepanasan, sedangkan ayat diatas menyatakan bahwa ketika jin mendengarkan ayat–ayat Al Qur’an tidak ada pengaruh ajaib seperti kepanasan atau mengelepar–gelepar, dan kita tahu pula Rasulullah SAW langsung membacakannya.
Rasulullah SAW sendiri ketika membacakan Al Qur’an tidak membuat jin kepanasan, malahan banyak yang tadinya kafir takjud menjadi jin yang berimam kepada Allah SWT. Jadi sebetulnya aneh sekali kalau pe-Ruqyah dapat membuat jin kepanasan dengan ayat–ayat Al Qur’an, Rasulullah SAW tidak begitu. Bagi yang mampu berpikir, berpikirlah. (Dicky Zaenal Arifin, Guru Besar Yayasan Hilmatul Iman Indonesia)
Bolehkah Ruqyah Sebagai Profesi?
Ruqyah adalah mengobati orang yang terkena kesurupan, gangguan atau kemasukan jin. Ruqyah syar`iyah adalah mengobati orang yang terkena kesurupan , gangguan atau kemasukan jin dengan cara-cara yang di syariatkan Islam, yaitu dengan ayat-ayat Alquran, Asma`ul husna, do`a-do`a yang berasal dari Alquran dan hadis. Islam melarang ruqyah dengan bantuan dukun, sihir, jin dan cara-cara lain yang bertentangan dengan Islam.
Nabi mengizinkan ruqyah dengan Alquran, dzikir-dzikir, dan do`a-do`a selama tidak menngaundung syirik atau perkataan yang tidak bisa dimengerti maknanya. Berdasarkan hadis di bawah ini:
Dari `Auf Bin Malik, Ia berkata, “Kami meruqyah di masa jahiliyyah , lalu kami berkata, Wahai Rasulullah! Bagaimana pendapat Anda tentang hal itu?` Beliau menjawab, Perlihatkanlah ruqyah kalian kepadaku. Tidak mengapa melakukan ruqyah selama tidak mengandung syirik.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Para ulama telah bersepakat membolehkan ruqyah, apabila menurut kategori yang disebutkan tadi, serta menyakini bahwa ia adalah sebagai sebab, tidak ada pengaruh baginya kecuali dengan taqdir Allah. Adapun menggantungkan sesuatu di leher atau mengikatnya di salah satu anggota tubuh seseorang, jika bukan berasal dari Alquran, hukumnya haram, bahkan syirik. Berdasarkan hadits di bawah ini:
Dari Imran bin Al Husain, bahwa Nabi melihat seseorang di tangannya ada gelang dari kuningan. Beliau bersabda,”Sesungguhnya ia tidak menambahkan anda selain kelemahan, lemparkanlah dari anda. Sesungguhnya jika anda meninggal dan dia tetap bersama anda, anda tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ibnu Majah, Ahmad. Dihasankan Al Bushairi dalam Az Zawaa`id).
Dan hadis yang diriwayatkan dari Uqbah bin Nafi` dari Nabi beliau bersabda, “Barang siapa yang meanggantung tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barang siapa menggantung wada`ah, semoga Allah tidak mmberi ketenangan padaa dirinya.” (HR. Ahmad).
Dari Ibnu mas`ud saya mendengar Rasulullah bersabda, “sesungguhnya ruqyah, tama`im dan tiwalah adalah syirik.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
“Barang siapa menggantungkan tamimah, berarti dia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad).
Jika yang digantungkan adalah dari ayat-ayat Al Quran, maka pendapat yang shahih adalah dilarang pula karena tiga alasan :
1. Bersumber dari hadits-hadaits nabi yang melarang menggantungkan tamimah dan tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
2. Menutup jalan, karena hal itu bisa membawa kepada menggantungkan yang bukan dari Alquran.
3. Jika ia menggantungkan dari yang demikian itu (Alquran), menjadi penghinaan dengan membawa serta di waktu buang air, istinja` dan jima` (bersetubuh), serta yang semisal dengannya.
Hukum Mengambil Upah dari Meruqyah
Perlu diketahui, bahwa bacaan ruqyah tidak akan berguna terhadaap orang yang sakit kecuali dengan beberapa syarat :
1. Pantasnya orang yang meruqyah adalah seorang yang baik, shalih, istiqamah dalam melaksanakan yang wajib, sunah, menghindari yang haram dan syubhat.
2.Tidak menentukan upah atas orang yang sakit, menjauhkan diri dari mengambil upah yang lebih dari kebutuhannya. Maka semua itu lebih mendukung kemanjuran ruqyahnya.
3. Mengenal ruqyah-ruqyah yang dibolehkan dalam syariat.
4. Orang yang sakit adalah orang yang sholeh ,baik , istiqamah dalam beragama dan jauh dari yang diharamkan.
5.Orang yang sakit menyakini bahwa Al Quran adalah pernawar ,rahmat dan obat yang berguna.2
Seharusnya Seorang raaqi/ yang meruqyah (berniat) berbuat baik dengan ruqyahnya untuk manfaat kaum muslimin dan mengharapkan pahala dari Allah dalam mngobati umat islam yang sakit, mennhilangkan bahaya dari mereka, dan tidak mengharapkan upah atas ruqyahnya. Tetapi ia menyerahkan perkaranya pada pasien. Jika mereka memberikan kepadaya melebihi jerih payahnya, ia mesti bersikap zuhud dan mengembalikannya. Jika upahnya kurang dari haknya, ia mesti membiarkan kekurangannya.
Syekh Abdullah Al Jibrin berkata, “Tidak ada halangan mengambil upah atas ruqyah syar`iyyah dengan syarat kesembuhan dari sakit.” Dalinya adalah hadits riwayat Abu Sa`id , bahwasannya teman mereka meruqyah pemimpin suku tersebut setelah ada kesepakatan antara mereka atas upah sekelompok kambing, lalu mereka pun menepatinya. Nabi bersabda:
“Bagilah dan tentukanlah satu bagian untukku bersama kalian.” (H.R. Bukhari Muslim). “Sesungguhnya upah yang paling pantas kamu ambil adalah kitabullah (Alquran).” (HR. Bukhari).
Beliau menetapkan kepada mereka penentuan syarat dan mereka pun memberikan bagian untuk beliau sebagai tanda kebolehannya, namun dengan syarat ia melakukan ruqyah syar`iyyah. Jika bukan ruqyah syar`iyyah maka tidak boleh. dan tidak disyariatkan melainkan setelah selamat dari sakit ( setelah sembuh ) dan hilangnya penyakit. Dan yang utama dalam membaca ruqyah adalah tidak memberi syarat, dan melakukan ruqyah untuk manfaat orang-orang beriman serta menghilangkan bahaya dan sakit. Dan jika memberikan syarat maka janganlah memberikan syarat yang ketat, namun sekadar keperluan mendesak.
Hadits Abu Sa`id Al Khudry tersebut adalah menunjukkan bolehnya ruqyah dan mengambil upah atasnya. Syaikh Abdullah Al Jibrin juga mengatakan, “Kami katakan bahwa sesungguhnya dokter yang mengobati, apabila mensyaratkan upah tertentu , maka harus disyaratkan sembuh dan selamat dari sakit yang ditanganinya, kecuali apabila mereka sepakat untuk memberikan senilai biaya pengobatan dan obat-oabatan. Adapun jimat semacam ini, pada dasarnya adalah ruqyah, maksudnya membacakan atas pasien serta meludah disertai sedikit air liur. Demikian pula penulisan ayat-ayat di kertas dan seumpamanya dengan air za`faran, boleh mengambil upah atas yang demikian sebagai imbalan obat-obatan. Dan seperti ini air bersih dan minyak. Apabila dibacakan ayat-ayat Al Quran padanya, maka boleh baginya mengambil nilai biasanya, tanpa berlebih-lebihan dalam penetapan tarif yang tidak sebanding.”
Hukum Ruqyah Sebagai Profesi dan Mendirikan Tempat Praktek untuknya
Syaikh Shalih Al fauzan pernah ditanya, “Apa pendapat Syaikh tentang orang yang membuka praktek pengobatan dengan bacaan ruqyah?.”
Beliau menjawab, “Ini tidak boleh dilakukan karena ia membuka pintu fitnah, membuka pintu usaha bagi yang berusaha melakukan tipu muslihat. Ini bukanlah perbuatan As-Salafush Shalih bahwa mereka membuka rumah atau membuka tempat-tempat untuk tempat praktek. Melebarkan sayap dalam hal ini akan menimbulkan kejahatan, kerusakan masuk di dalamnya dan ikut serta di dalamnya orang yang tidak baik. Karena manusia berlari di belakang sifat tamak, ingin menarik hati manusia kepada mereka, kendati dengan melakukan hal yang diharamkan. Dan tidak boleh dikatakan,”Ini adalah orang shalih.” Karena manusia mendapat fitnah, semoga Allah memberi perlindungan. Walaupun dia orang shalih maka membuka pintu ini tetap tidak boleh.”
Banyak manusia berkenyakinan tentang kekhususan tertentu yang dimiliki oleh orang yang telah melakukan ruqyah (raaqi), sehingga mereka mempunyai anggapan (bersikap ghuluw/berlebihan) terhadap raaqi tentang apa-apa yang dibaca ketika sedang meruqyah. Aslinya dalam syariat Islam adalah saddu dzari`ah (mencegah bahaya) karena pekerjaan ruqyah ini kadang-kadang membuka pintu kejahatan dan kesesatan bagi ahli Islam. Cara-cara seperti ini (mengambil ruqyah sebagai profesi) tidak pernah ada (dasarnya) dari Nabi saw. dan tidak pula dikerjakan oleh satupun dari sahabatnya, serta tidak pernah dikerjakan salah seorang dari ahli ilmu dan ahli kemuliaan, walaupun mereka ada keperluan. Pada dasarnya kita harus mengikuti dan mencontoh mereka (Nabi, para sahabatnya, ahli ilmu, dan ahli kemuliaan).
Pada dasarnya bila seseorang menjadikan ruqyah sebagai profesi, ia akan disibukkan oleh urusan ini dan meninggalkan urusan-urusannya yang lain. Terkecuali bila seseorang tadi mempunyai pekerjaan dan tidak menjadikan ruqyah sebagai profesinya serta tidak membuka praktek, maka hal itu boleh-boleh saja. Dan dia hanya melanyani masyarakat yang membutuhkan bantuannya untuk diruqyah karena diganggu setan. Dia niatkan ruqyahnya untuk tolong menolong dalam kebaikan, amar ma`ruf nahi munkar, memerangi setan dan jin yang mengganggu manusia dan mengharapkan ridha Allah semata. Dia tidak mengharapkan upah dari manusia dan tidak menetapkan tarif besar kecilnya dari manusia. Bila di tengah-tengah ia meruqyah ada yang ikut (maksudnya adalah diberi upah), maka bila ia memerlukan boleh diambil. Dan bila ia tidak memerlukannya karena sudah merasa cukup, maka boleh tidak diambil sebagai sikap zuhud pada apa yang ada ditangan manusia. Karena pada dasarnya ia hanya mengharapkan ridha Allah dan wajah-Nya serta menolong manusia yang membutuhkan bantuannya. Melakukan ruqyah dengan niat seperti ini adalah dibolehkan dan disyariatkan .
Adapun bila ia melakukan ruqyah hanya dipakai sebagai profesi saja, membuka praktek, dan memasang tarif yang tinggi serta tidak ada unsur untuk membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongannya. Maka meruqyah dengan niat seperti ini, jelas bertentangan dengan syariat. Wallahu A`lam Bish Shawab.
Sumber Bacaan:
1. Zadul Ma`ad, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah.
2. Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid Syekh Muhammad bin Abdul Wahab.
3. Al Qaul Mufid Fi Kitabut Tauhid, Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
4. Syarah Kitab Aqidah At Thawiyyah, Imam Abil Izz
5. Fatwa-fatwa terkini, Imam Baladul Haram.
6. Aqidah Mukmin, Syaikh Abu Bakar Al Jazaairi.
7. Minhaj Al-Syar`i Fi `Ilaaji Al Massi Wa Al Shura`i.
8. Fataawa Lajnah Daaimah.
9. Alam Jin dan Manusia, Ustadz Abu Umar Abdillah.
10. Fathul Bari, Imam Ibnu Hajar.
11. Shahih Muslim Syarah Imam Nawawi.
12. Idhaahu Ad Dalaalah Fii `Umuumi Al risalah.
Bolehkah Ruqyah Sebagai Profesi?
Ruqyah adalah mengobati orang yang terkena kesurupan, gangguan atau kemasukan jin. Ruqyah syar`iyah adalah mengobati orang yang terkena kesurupan , gangguan atau kemasukan jin dengan cara-cara yang di syariatkan Islam, yaitu dengan ayat-ayat Alquran, Asma`ul husna, do`a-do`a yang berasal dari Alquran dan hadis. Islam melarang ruqyah dengan bantuan dukun, sihir, jin dan cara-cara lain yang bertentangan dengan Islam.
Nabi mengizinkan ruqyah dengan Alquran, dzikir-dzikir, dan do`a-do`a selama tidak menngaundung syirik atau perkataan yang tidak bisa dimengerti maknanya. Berdasarkan hadis di bawah ini:
Dari `Auf Bin Malik, Ia berkata, “Kami meruqyah di masa jahiliyyah , lalu kami berkata, Wahai Rasulullah! Bagaimana pendapat Anda tentang hal itu?` Beliau menjawab, Perlihatkanlah ruqyah kalian kepadaku. Tidak mengapa melakukan ruqyah selama tidak mengandung syirik.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Para ulama telah bersepakat membolehkan ruqyah, apabila menurut kategori yang disebutkan tadi, serta menyakini bahwa ia adalah sebagai sebab, tidak ada pengaruh baginya kecuali dengan taqdir Allah. Adapun menggantungkan sesuatu di leher atau mengikatnya di salah satu anggota tubuh seseorang, jika bukan berasal dari Alquran, hukumnya haram, bahkan syirik. Berdasarkan hadits di bawah ini:
Dari Imran bin Al Husain, bahwa Nabi melihat seseorang di tangannya ada gelang dari kuningan. Beliau bersabda,”Sesungguhnya ia tidak menambahkan anda selain kelemahan, lemparkanlah dari anda. Sesungguhnya jika anda meninggal dan dia tetap bersama anda, anda tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ibnu Majah, Ahmad. Dihasankan Al Bushairi dalam Az Zawaa`id).
Dan hadis yang diriwayatkan dari Uqbah bin Nafi` dari Nabi beliau bersabda, “Barang siapa yang meanggantung tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barang siapa menggantung wada`ah, semoga Allah tidak mmberi ketenangan padaa dirinya.” (HR. Ahmad).
Dari Ibnu mas`ud saya mendengar Rasulullah bersabda, “sesungguhnya ruqyah, tama`im dan tiwalah adalah syirik.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
“Barang siapa menggantungkan tamimah, berarti dia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad).
Jika yang digantungkan adalah dari ayat-ayat Al Quran, maka pendapat yang shahih adalah dilarang pula karena tiga alasan :
1. Bersumber dari hadits-hadaits nabi yang melarang menggantungkan tamimah dan tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
2. Menutup jalan, karena hal itu bisa membawa kepada menggantungkan yang bukan dari Alquran.
3. Jika ia menggantungkan dari yang demikian itu (Alquran), menjadi penghinaan dengan membawa serta di waktu buang air, istinja` dan jima` (bersetubuh), serta yang semisal dengannya.
Hukum Mengambil Upah dari Meruqyah
Perlu diketahui, bahwa bacaan ruqyah tidak akan berguna terhadaap orang yang sakit kecuali dengan beberapa syarat :
1. Pantasnya orang yang meruqyah adalah seorang yang baik, shalih, istiqamah dalam melaksanakan yang wajib, sunah, menghindari yang haram dan syubhat.
2.Tidak menentukan upah atas orang yang sakit, menjauhkan diri dari mengambil upah yang lebih dari kebutuhannya. Maka semua itu lebih mendukung kemanjuran ruqyahnya.
3. Mengenal ruqyah-ruqyah yang dibolehkan dalam syariat.
4. Orang yang sakit adalah orang yang sholeh ,baik , istiqamah dalam beragama dan jauh dari yang diharamkan.
5.Orang yang sakit menyakini bahwa Al Quran adalah pernawar ,rahmat dan obat yang berguna.2
Seharusnya Seorang raaqi/ yang meruqyah (berniat) berbuat baik dengan ruqyahnya untuk manfaat kaum muslimin dan mengharapkan pahala dari Allah dalam mngobati umat islam yang sakit, mennhilangkan bahaya dari mereka, dan tidak mengharapkan upah atas ruqyahnya. Tetapi ia menyerahkan perkaranya pada pasien. Jika mereka memberikan kepadaya melebihi jerih payahnya, ia mesti bersikap zuhud dan mengembalikannya. Jika upahnya kurang dari haknya, ia mesti membiarkan kekurangannya.
Syekh Abdullah Al Jibrin berkata, “Tidak ada halangan mengambil upah atas ruqyah syar`iyyah dengan syarat kesembuhan dari sakit.” Dalinya adalah hadits riwayat Abu Sa`id , bahwasannya teman mereka meruqyah pemimpin suku tersebut setelah ada kesepakatan antara mereka atas upah sekelompok kambing, lalu mereka pun menepatinya. Nabi bersabda:
“Bagilah dan tentukanlah satu bagian untukku bersama kalian.” (H.R. Bukhari Muslim). “Sesungguhnya upah yang paling pantas kamu ambil adalah kitabullah (Alquran).” (HR. Bukhari).
Beliau menetapkan kepada mereka penentuan syarat dan mereka pun memberikan bagian untuk beliau sebagai tanda kebolehannya, namun dengan syarat ia melakukan ruqyah syar`iyyah. Jika bukan ruqyah syar`iyyah maka tidak boleh. dan tidak disyariatkan melainkan setelah selamat dari sakit ( setelah sembuh ) dan hilangnya penyakit. Dan yang utama dalam membaca ruqyah adalah tidak memberi syarat, dan melakukan ruqyah untuk manfaat orang-orang beriman serta menghilangkan bahaya dan sakit. Dan jika memberikan syarat maka janganlah memberikan syarat yang ketat, namun sekadar keperluan mendesak.
Hadits Abu Sa`id Al Khudry tersebut adalah menunjukkan bolehnya ruqyah dan mengambil upah atasnya. Syaikh Abdullah Al Jibrin juga mengatakan, “Kami katakan bahwa sesungguhnya dokter yang mengobati, apabila mensyaratkan upah tertentu , maka harus disyaratkan sembuh dan selamat dari sakit yang ditanganinya, kecuali apabila mereka sepakat untuk memberikan senilai biaya pengobatan dan obat-oabatan. Adapun jimat semacam ini, pada dasarnya adalah ruqyah, maksudnya membacakan atas pasien serta meludah disertai sedikit air liur. Demikian pula penulisan ayat-ayat di kertas dan seumpamanya dengan air za`faran, boleh mengambil upah atas yang demikian sebagai imbalan obat-obatan. Dan seperti ini air bersih dan minyak. Apabila dibacakan ayat-ayat Al Quran padanya, maka boleh baginya mengambil nilai biasanya, tanpa berlebih-lebihan dalam penetapan tarif yang tidak sebanding.”
Hukum Ruqyah Sebagai Profesi dan Mendirikan Tempat Praktek untuknya
Syaikh Shalih Al fauzan pernah ditanya, “Apa pendapat Syaikh tentang orang yang membuka praktek pengobatan dengan bacaan ruqyah?.”
Beliau menjawab, “Ini tidak boleh dilakukan karena ia membuka pintu fitnah, membuka pintu usaha bagi yang berusaha melakukan tipu muslihat. Ini bukanlah perbuatan As-Salafush Shalih bahwa mereka membuka rumah atau membuka tempat-tempat untuk tempat praktek. Melebarkan sayap dalam hal ini akan menimbulkan kejahatan, kerusakan masuk di dalamnya dan ikut serta di dalamnya orang yang tidak baik. Karena manusia berlari di belakang sifat tamak, ingin menarik hati manusia kepada mereka, kendati dengan melakukan hal yang diharamkan. Dan tidak boleh dikatakan,”Ini adalah orang shalih.” Karena manusia mendapat fitnah, semoga Allah memberi perlindungan. Walaupun dia orang shalih maka membuka pintu ini tetap tidak boleh.”
Banyak manusia berkenyakinan tentang kekhususan tertentu yang dimiliki oleh orang yang telah melakukan ruqyah (raaqi), sehingga mereka mempunyai anggapan (bersikap ghuluw/berlebihan) terhadap raaqi tentang apa-apa yang dibaca ketika sedang meruqyah. Aslinya dalam syariat Islam adalah saddu dzari`ah (mencegah bahaya) karena pekerjaan ruqyah ini kadang-kadang membuka pintu kejahatan dan kesesatan bagi ahli Islam. Cara-cara seperti ini (mengambil ruqyah sebagai profesi) tidak pernah ada (dasarnya) dari Nabi saw. dan tidak pula dikerjakan oleh satupun dari sahabatnya, serta tidak pernah dikerjakan salah seorang dari ahli ilmu dan ahli kemuliaan, walaupun mereka ada keperluan. Pada dasarnya kita harus mengikuti dan mencontoh mereka (Nabi, para sahabatnya, ahli ilmu, dan ahli kemuliaan).
Pada dasarnya bila seseorang menjadikan ruqyah sebagai profesi, ia akan disibukkan oleh urusan ini dan meninggalkan urusan-urusannya yang lain. Terkecuali bila seseorang tadi mempunyai pekerjaan dan tidak menjadikan ruqyah sebagai profesinya serta tidak membuka praktek, maka hal itu boleh-boleh saja. Dan dia hanya melanyani masyarakat yang membutuhkan bantuannya untuk diruqyah karena diganggu setan. Dia niatkan ruqyahnya untuk tolong menolong dalam kebaikan, amar ma`ruf nahi munkar, memerangi setan dan jin yang mengganggu manusia dan mengharapkan ridha Allah semata. Dia tidak mengharapkan upah dari manusia dan tidak menetapkan tarif besar kecilnya dari manusia. Bila di tengah-tengah ia meruqyah ada yang ikut (maksudnya adalah diberi upah), maka bila ia memerlukan boleh diambil. Dan bila ia tidak memerlukannya karena sudah merasa cukup, maka boleh tidak diambil sebagai sikap zuhud pada apa yang ada ditangan manusia. Karena pada dasarnya ia hanya mengharapkan ridha Allah dan wajah-Nya serta menolong manusia yang membutuhkan bantuannya. Melakukan ruqyah dengan niat seperti ini adalah dibolehkan dan disyariatkan .
Adapun bila ia melakukan ruqyah hanya dipakai sebagai profesi saja, membuka praktek, dan memasang tarif yang tinggi serta tidak ada unsur untuk membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongannya. Maka meruqyah dengan niat seperti ini, jelas bertentangan dengan syariat. Wallahu A`lam Bish Shawab.
Sumber Bacaan:
1. Zadul Ma`ad, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah.
2. Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid Syekh Muhammad bin Abdul Wahab.
3. Al Qaul Mufid Fi Kitabut Tauhid, Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
4. Syarah Kitab Aqidah At Thawiyyah, Imam Abil Izz
5. Fatwa-fatwa terkini, Imam Baladul Haram.
6. Aqidah Mukmin, Syaikh Abu Bakar Al Jazaairi.
7. Minhaj Al-Syar`i Fi `Ilaaji Al Massi Wa Al Shura`i.
8. Fataawa Lajnah Daaimah.
9. Alam Jin dan Manusia, Ustadz Abu Umar Abdillah.
10. Fathul Bari, Imam Ibnu Hajar.
11. Shahih Muslim Syarah Imam Nawawi.
12. Idhaahu Ad Dalaalah Fii `Umuumi Al risalah.
Wassalamualaikum Wr. Wb. Semoga bermanfaat.
Post a Comment