Hadits Rosulullah SAW Tentang Pelarangan Terorisme

Ekstrimisme dan terorisme telah menelan banyak kerugian. Di satu sisi, mereka telah menciptakan semacam keraguan tentang Islam dan ajarannya. Di sisi lain, kerja mereka adalah membunuh banyak nyawa serta menghancurkan pasilitas umum. Damai dan suasana harmonis akan menciptakan kemakmuran, kemajuan, kesejahteraan, dan kebahagiaan. Sedangkan kekerasan dan kekacauan akan menciptakan ketidakseimbangan dan kehancuran. Karena alasan inilah, Rasulullah Saw. telah menghalangi semua kesempatan dan pintu kemungkinan masuknya bencana itu semua. Beliau menganjurkan kelembutan, kebaikan, saling sayang menyayangi dan memaafkan. ‘Â’isyah r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, 

إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ، وَ يُعْطِيْ عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِيْ عَلَى الْعُنْفِ

“Sesungguhnya Allah itu Maha Santun, menyukai sikap santun dan memberi kepada kesantunan apa yang tidak diberikan kepada kekejaman.”[1]

Kasih sayang dan keramahan adalah sikap membangun. Namun kekejaman dan kekerasan menciptakan kerusakan. Kelembutan dan sikap moderat adalah simbol keselamatan, sementara sikap ekstrim dan fanatisme adalah gambaran kebencian dan keganasan. Sikap ekstrim (berlebihan) tidak akan pernah membawa kebaikan, entah itu di dunia atau pun di akhirat. Apalagi, jika kekerasan dan kekejaman diatasnamakan ajaran agama. Akibatnya akan lebih buruk dibanding jika diatasnamakan syahwat dunia. Kekerasan dan keganasan muncul dari sikap ekstrim (berlebihan). Rasulullah Saw. bersabda,


إِيَّاكُمْ وَ الْغُلُوَّ فِيْ الدِّيْنِ، فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِيْ الدِّيْنِ

“Berhati-hatilah kalian dari sikap ekstrim dalam beragama, (karena) sesungguhnya sikap seperti itulah yang telah menghancurkan umat sebelum kalian.”[2]

Ajaran Rasulullah Saw. dapat melihat urusan manusia hingga Hari Kiamat, hingga beliau mengisyaratkan akan adanya terorisme yang mengatasnamakan agama. Oleh sebab itu, beliau tidak hanya membedakan jihad dengan pembunuhan. Bahkan beliau memperingatkan ummat Islam akan adanya aktivitas pembunuhan yang mengatasnamakan jihad membela agama. Rasulullah Saw. menjelaskan secara tegas aktivitas dan simbol mereka yang acapkali mengaku sebagai Mujâhidûn ini. Maka ciri-ciri yang diperlihatkan Rasûlullâh ini menyingkirkan semua keraguan yang ada pada ummat Islam, hingga mereka tidak akan mudah tertipu oleh tampilan keshalihan, dan bacaan al-Quran mereka. Rasûlullâh Saw. mewanti-wanti, agar kita menjauhi fitnah dan memerintahkan kita untuk memotong pertumbuhan ‘kanker ganas’ Khawârij dalam tubuh ummat Islam.

14.1. Khawarij-Teroris Berlebihan dalam Soal Agama

Menurut hadits Rasulullah Saw. bahwa Khawârij akan nampak sangat beragama. Mereka terlihat terus-menerus melakukan sholat, puasa, serta ibadah-ibadah lain lebih dari ummat Islam pada umumnya. Mereka kelihatan lebih kaku memahami hukum Islam. Rasûlullâh Saw. bersabda,


إِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ ضِئْضِىءِ هَذَا قَوْمٌ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ رَطْبًا لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ

“Sesungguhnya akan keluar dari keturunan laki-laki ini suatu kaum yang membaca Kitabullah dengan fasih, tetapi hanya sebatas di kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama (Islam) seperti anak panah yang melesat dari busurnya.”[3]

Abû Sa’îd al- al-Khudhriyyî r.a. berkata bahwasanya Rasûlullâh Saw. bersabda,


إِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ

“Sesungguhnya dia memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian akan merasa minder dengan shalatnya jika dibandingkan dengan shalat mereka dan shaumnya jika dibandingkan dengan shaum mereka.”[4]

Dilaporkan oleh Abû Salamah dan ‘Âtha’ bin Yasâr r.a. bahwa mereka menemui Abû Sa’îd al-Khudhriyyî r.a. bertanya kepadanya tentang Harûriyyah, “Apakah engkau mendengar Rasûlullâh Saw. menyebut-nyebut Harûriyyah?” Abû Sa’îd menjawab, “Aku tidak tahu apa itu Harûriyyah, tapi Rasulullâh Saw. bersabda:


يَخْرُجُ فِيْ هَذِهِ الأُمَّةِ وَ لَمْ يَقُلْ مِنْهَا قَوْمٌ تَحْقِرُوْنَ صَلاَتَكُمْ مَعَ صَلاَتِهِمْ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حُلُوْقَهُمْ أَوْ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّيْنِ مُرُوْقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ

“Akan muncul di umat ini dan Nabi Saw. tidak mengatakan dari umat ini, suatu kaum yang kalian akan merasa minder dengan shalat kalian jika dibandingkan dengan shalat mereka. Mereka membaca al-Quran tapi hanya sebatas kerongkongan mereka saja. Mereka keluar dari agama (Islam), seperti anak panah yang melesat.”[5]

Dalam penjelasannya mengenai hadits ini, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî menulis,

قَوْلُهُ يَخْرُج فِي هَذِهِ الأُمَّةِ وَلَمْ يَقُلْ مِنْهَا قَوْمٌ لَمْ تَخْتَلِفِ الطُّرُقُ الصَّحِيْحَةُ عَلَى أَبِيْ سَعِيْدٍ فِيْ ذَلِكَ... وَ أَمَّا مَا أَخْرَجَهُ الطَّبَرِيُّ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ بِلَفْظِ مِنْ أُمَّتِيْ، فَسَنَدُهُ ضَعِيْفٌ، لَكِنْ وَقَعَ عِنْدَ مُسْلِمٍ مِنْ حَدِيْثِ أَبِيْ ذَرٍّ بِلَفْظِ سَيَكُوْنُ بَعْدِيْ مِنْ أُمَّتِيْ قَوْمٌ وَ لَهُ مِنْ طَرِيْقِ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ عَنْ عَلِيٍّ يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِيْ وَ يُجْمَعُ بَيْنَهُ وَ بَيْنَ حَدِيْثِ أَبِيْ سَعِيْدٍ بِأَنَّ الْمُرَادَ بِالأُمَّةِ فِيْ حَدِيْثِ أَبِيْ سَعِيْدٍ أُمَّةُ الإِجَابَة وَ فِيْ رِوَايَةِ غَيْرِهِ أُمَّةُ الدَّعْوَةِ، قَالَ النَّوَوِيُّ: وَ فِيْهِ دَلالَةٌ عَلَى فِقْه الصَّحَابَةِ وَتَحْرِيْرِهِمُ الأَلْفَاظُ، وَ فِيْهِ إِشَارَةٌ مِنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ إِلَى تَكْفِيْرِ الْخَوَارِجِ وَ أَنَّهُمْ مِنْ غَيْرِ هَذِهِ الأُمَّةِ

“Sabda Nabi, ”Akan muncul di umat ini, dan beliau tidak mengatakan dari umat ini,” mengenai hal itu sanad-sanad yang shahih sepakat merujuk kepada Abu Said…Adapun yang dikeluarkan oleh Al-Thabari dari sanad lain dari Abu Said dengan lafadz, ”Dari umatku,” maka sanadnya dhaif. Akan tetapi dalam shahih Muslim dari hadits Abu Dzar terdapat lafadz, ”Akan ada sepeninggalku dari umatku suatu kaum.” Juga dari sanad Zaid bin Wahab dari Ali, ”Akan keluar suatu kaum dari umatku.” Hadis tersebut direkonsiliasi dengan hadits Abu Said bahwa yang dimaksud dengan umat dalam hadits Abu Said adalah umat al-ijâbah (umat yang menerima dakwah/kaum muslimin). Dalam riwayat lain umat al-da’wah (umat yang didakwahi/non muslim). Imam Nawawi berkata, ”Di dalamnya mengandung isyarat atas fiqih para sahabat dan interpretasi mereka terhadap teks. Juga menjadi isyarat dari Abu Said mengenai kekafiran Khawarij dan mereka bukan bagian dari umat Islam ini.”[6]

Ibnu Hajar lebih jauh menulis,

وَ وَصَفَ عَاصِمٌ أَصْحَابَ نَجْدَةَ الْحَرُوْرِيَّ بِأَنَّهُمْ يَصُوْمُوْنَ النَّهَارَ وَ يَقُوْمُوْنَ اللَّيْلَ وَ يَأْخُذُوْنَ الصَّدَقَاتِ عَلَى السُّنَّةِ، أَخْرَجَهُ الطَّبَرِيُّ، وَ عِنْدَهُ مِنْ طَرِيْقِ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَنَسٍ ذَكَرَ لِيْ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: إِنَّ فِيْكُمْ قَوْمًا يَدْأَبُوْنَ وَ يَعْمَلُوْنَ حَتَّى يُعْجِبُوْا النَّاسَ و َتُعْجِبُهُمْ أَنْفُسُهُمْ، وَ مِنْ طَرِيْقِ حَفْصٍ بْنِ أَخِيْ أَنَسٍ عَنْ عَمِّهِ بِلَفْظٍ يَتَعَمَّقُوْنَ فِيْ الدِّيْنِ، وَ فِيْ حَدِيْثِ بْنِ عَبَّاسٍ عِنْدَ الطَّبَرَانِيِّ فِيْ قِصَّةِ مُنَاظَرَتِهِ لِلْخَوَارِجِ قَالَ: فَأَتَيْتُهُمْ فَدَخَلْتُ عَلَى قَوْمٍ لَمْ أَرَ أَشَدَّ اجْتِهَادًا مِنْهُمْ، أَيْدِيْهمْ كَأَنَّهَا ثِفَنُ الإِبِلِ، وَ وُجُوْهُهُمْ مُعَلَّمَةٌ مِنْ آثَارِ السُّجُوْدِ، وَ أَخْرَجَ بْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ ذُكِرَ عِنْدَهُ الْخَوَارِجُ وَ اجْتِهَادُهُمْ فِيْ العِبَادَةِ، فَقَالَ: لَيْسُوْا أَشَدَّ اجْتِهَادًا مِنَ الرُّهْبَانِ

“Ashim menjelaskan sifat sekte Najdah Al-Haruri, ”Mereka melaksanakan shaum di siang hari dan shalat malam serta mengumpulkan sedekah sesuai sunnah.” (HR Al-Thabari). Masih riwayat Al-Thabari dari sanad Sulaiman Al-Taimi dari Anas, disebutkan dari Rasulullah Saw., ”Sesungguhnya di antara kalian ada suatu kaum yang tekun beramal sehingga membuat orang-orang kagum dan pribadi mereka membuat orang lain bersimpati.” Sementara dari sanad Hafsh anak saudara Anas dari pamannya dengan lafadz, ”Mereka sangat serius dalam beragama.” Dalam hadits riwayat al-Thabrani dari Ibnu Abbas mengenai kisah dialognya dengan Khawarij. Beliau berkata, ”Kemudian aku mendatangi mereka, sehingga aku mengunjungi suatu kaum yang aku belum menjumpai yang lebih sungguh-sungguh dari mereka. Tangan mereka bagaikan lutut unta dan muka mereka bertanda karena bekas sujud. Ibnu Abi Syaibah mengeluarkan dari Ibnu Abbas sesungguhnya disebut-sebut di sisi beliau kaum Khawarij dan kesungguhan mereka dalam beribadah, maka beliau berkata, ”Mereka tidak lebih bersungguh-sungguh daripada para rahib.”[7]


Syabbîr Ahmad ‘Utsmânî juga meneliti persoalan sama dalam bukunya, Fath al-Mulhîm (5:159).

Menurut ciri-ciri yang dijelaskan dalam hadits, orang pertama yang menolak Rasululullah Saw. adalah ‘Abdullâh bin Dzî al-Khuwaisi al-Tamîmî, pemimpin aliran keras, dia memiliki tanda sujud di wajahnya, serta tanda-tanda ibadah yang lainnya, memiliki janggut yang tebal dan kasar.[8]

Zaid bin Wahab al-Juhanî dilaporkan bahwa ia sebelumnya adalah salah satu prajurit yang bergabung dengan ‘Alî. Âlî bin Abî Thâlib r.a. berkata,

أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِيْ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ، وَ لاَ صَلاَتُكُمْ  إِلَى صَلاَتِهِمْ بِشَيْءٍ، وَ لاَ صِيَامُكُمْ  إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ، يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُوْنَ أَنَّهُ لَهُمْ، وَ هُوَ عَلَيْهِمْ، لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ


“Wahai manusia, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, ”Akan keluar suatu kaum dari umatku yang membaca al-Quran yang bacaan kalian belum seberapa, bila dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian juga shalat kalian belum seberapa, bila dibandingkan dengan shalat mereka. Demikian juga shaum kalian belum seberapa, bila dibandingkan dengan shaum mereka. Mereka membaca al-Quran dan mengira bahwa al-Quran itu akan menjadi hujjah bagi mereka, padahal al-Quran melaknat mereka. Shalat mereka hanya sebatas di kerongkongan mereka saja. Mereka keluar dari Islam seperti anak panah yang melesat dari busurnya.”[9]

Syabîr Ahmad ‘Utsmânî berkata,

قَوْلُهُ يَحْسِبُوْنَ أَنَّهُ لَهُمْ....، أَيْ هُمْ يَحْسِبُوْنَ أَنَّ الْقُرْآنَ حُجَّةٌ لَهُمْ فِيْ إِثْبَاتِ دَعَاوِيْهِمْ الْبَاطِلَةِ، وَ لَيْسَ كَذَلِكَ، بَلْ هُوَ حُجَّةٌ عَلَيْهِمْ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى وَ فِيْهِ إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ مَنْ يَخْرُجُ مِنَ الدِّيْنِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَقِصِدَ الْخُرُوْجَ مِنْهُ وَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَخْتَارَ دِيْنًا عَلَى دِيْنِ الإِسْلاَمِ

“Sabdanya, ”Sesungguhnya mereka menyangka jika al-Quran itu bagi mereka…” maksudnya mereka menyangka jika al-Qur`an itu akan menjadi hujjah bagi propaganda batil mereka. Padahal tidak demikian. Justru al-Quran menjadi hujjah yang melawan mereka di sisi Allah. Hadits itu juga menjadi isyarat bahwa sesungguhnya di kalangan umat Islam akan ada orang yang keluar dari agama tanpa sengaja dan menukar agama tanpa sadar.”[10]

14.2. Slogan Khawârij Nampak Terlihat Benar dan Menarik Banyak Orang

Khawârij akan menggunakan wacana keagamaan serta slogan Islami, tapi tujuan mereka adalah kejahatan. Tidak ada seorang pun yang boleh terjebak oleh retorisisme pro Islam dan tampilan luar mereka; sebab tujuan mereka adalah terpecah belahnya ummat, menyebarkan pemahaman sesat, serta menciptakan fintah. ‘Alî bin Abî Thâlib r.a. berkata,

يَقُوْلُوْنَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ

“Mereka berkata dengan sebaik-baik perkataan manusia.” [11]


Ibnu Hajar menjelaskan,

أَيْ مِنَ الْقُرْآنِ كَمَا فِيْ حَدِيْثِ أَبِيْ سَعِيْدٍ الَّذِيْ قَبْلَهُ: يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآن، وَ كَانَ أَوَّلُ كَلِمَةٍ خَرَجُوْا بِهَا قَوْلُهُمْ: لاَ حُكَمَ إِلاَّ لِلَّهِ، وَ انْتَزَعُوْهَا مِنَ الْقُرْآنِ، وَ حَمَلُوْهَا عَلَى غَيْرِ مَحْمَلِهَا


“Mereka berkata dengan sebaik-baik perkataan manusia, yaitu dengan al-Quran sebagaimana terdapat di dalam hadits Abu Said sebelumnya, “Mereka membaca al-Quran.” Kalimat pertama yang mereka lontarkan, ”Tidak ada hukum, kecuali milik Allah.”Mereka mengutipnya dari al-Quran dan menafsirkannya tidak sebagaimana mestinya.”[12]


Pendapat yang sama keluar dari ‘Abdu al-Rahmân al-Mubârakpûrî dalam Syarah Sunan Tirmidzi, Tuhfat al-Ahwadzî.[13]


‘Ubaidu Allâh bin Abî Râfi’, hamba sahaya yang dimerdekakan Rasûlullâh Saw. mengisahkan,

أَنَّ الْحَرُوْرِيَّةَ لَمَّا خَرَجَتْ وَ هُوَ مَعَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالُوا لاَ حُكْمَ إِلاَّ لِلَّهِ، قَالَ عَلِيٌّ كَلِمَةُ حَقٍّ أُرِيْدَ بِهَا بَاطِلٌ، إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَصَفَ نَاسًا إِنِّي لَأَعْرِفُ صِفَتَهُمْ فِيْ هَؤُلاَءِ يَقُوْلُوْنَ الْحَقَّ بِأَلْسِنَتِهِمْ لاَ يَجُوْزُ هَذَا مِنْهُمْ وَ أَشَارَ إِلَى حَلْقِهِ مِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ اللهِ إِلَيْهِ مِنْهُمْ أَسْوَدُ إِحْدَى يَدَيْهِ طُبْيُ شَاةٍ أَوْ حَلَمَةُ ثَدْيٍ. فَلَمَّا قَتَلَهُمْ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ انْظُرُوْا، فَنَظَرُوْا فَلَمْ يَجِدُوْا شَيْئًا، فَقَالَ ارْجِعُوْا فَوَ اللهِ، مَا كَذَبْتُ وَ لاَ كُذِبْتُ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا، ثُمَّ وَجَدُوْهُ فِيْ خَرِبَةٍ، فَأَتَوْا بِهِ حَتَّى وَضَعُوْهُ بَيْنَ يَدَيْهِ، قَالَ عُبَيْدُ اللهِ وَ أَنَا حَاضِرُ ذَلِكَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَ قَوْلِ عَلِيٍّ فِيْهِمْ


“Sesungguhnya kelompok Haruriyyah ketika membelot, dan Ubaidillah bin Abi Rafi bersama Ali, mereka berkata, ”Tidak ada hukum kecuali milik Allah.” Ali berkata, ”Kalimat yang benar tapi maksudnya batil.” Sesungguhnya Rasulullah Saw. menjelaskan sifat sekelompok orang yang aku dapati pada kelompok ini. Mereka mengatakan kebenaran dengan lisan mereka, tetapi tidak lebih dari ini, dan Nabi Saw. menunjuk kepada kerongkongannya. Makhluk Allah yang paling dimurkai. Di kalangan mereka ada seorang hitam yang salah satu tangannya ada puting susu kambing. Ketika Ali bin Abu Thalib menumpas mereka, beliau berkata, ”Lihatlah orang itu!” Tapi para sahabat tidak melihatnya. Ali berkata, ”Cari lagi, demi Allah, aku tidak berdusta, aku tidak berdusta (dua atau tiga kali).” Kemudian para sahabat menemukannya di antara reruntuhan. Kemudian dia dibawa ke hadapan Ali. Ubaidah berkata, ”Aku ada saat Ali memberi perintah dan komentar Ali mengenai mereka.”[14]


Imâm al-Nawawî menyebutkan perilaku ini dalam penjelasannya,

مَعْنَاهُ أَنَّ الْكَلِمَة أَصْلُهَا صِدْقٌ، قَالَ الله تَعَالَى: {إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلَّهِ} لَكِنَّهُمْ أَرَادُوْا بِهَا الإِنْكَارَ عَلَى عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِيْ تَحْكِيْمِهِ


“Maknanya: Sesungguhnya pada dasarnya kalimat itu benar sesuai firman-Nya, ”Tiada hukum kecuali milik Allah.”[15] Akan tetapi mereka menggunakan ayat itu untuk menentang kebijakan arbitrase Ali.”[16]


Penjelasan serupa disebutkan riwayatnya oleh Syabbîr Ahmad,

خَرَجْنَا مَعَ عَلِيٍّ إِلَى الْخَوَارِجِ، فَقَتَلَهُمْ ثُمَّ قَالَ انْظُرُوْا، فَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ إِنَّهُ سَيَخْرُجُ قَوْمٌ يَتَكَلَّمُوْنَ بِالْحَقِّ لاَ يُجَاوِزُ حَلْقَهُمْ


“Kami pergi bersama Ali untuk menindak kaum Khawarij. Saat Ali menumpas mereka, beliau berkata,”Carilah oleh kalian sesungguhnya Nabi Saw. bersabda, ”Sesungguhnya akan keluar suatu kaum yang berbicara kebenaran, tetapi hanya sebatas kerongkongan mereka saja.”[17]


Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa Khawârij menggunakan slogan mereka untuk mewujudkan rancangan ekstrim, dan di balik rancangan itu ada tujuan-tujuan jahat yang perlu dikemukakan agar masyarakat tidak tersesat.

14.3. Khawârij Mencuci Otak Generasi Muda dan Memanfaatkan Mereka Untuk Aktivitas Teroris

Rasulullah Saw. menyebutkan bahwa teroris menggunakan kaum muda, atau mencuci otak kaum muda untuk mampu melakukan rencana mereka. ‘Alî bin Abî Thâlib berkata bahwasanya Rasulullah Saw. pernah bersabda,

سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِيْ آخِرِ الزَّمَانِ أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ، سُفَهَاءُ الأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، فَأَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ، فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Di akhir zaman akan muncul suatu kaum yang terdiri dari anak muda; dangkal pemikirannya; mereka berkata dengan sebaik-baik perkataan manusia yang hanya sebatas kerongkongan mereka saja; mereka keluar dari agama seperti anak panah yang melesat dari busurnya. Di mana saja kalian menjumpai mereka, maka bunuhlah, sesungguhnya membunuh mereka akan mendapat pahala di hari Kiamat.”[18]

Imâm al-Tirmdzî meriwayatkan hadits dari Ibnu Mas’ûd r.a.,

يَخْرُجُ فِيْ آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الأَحْلاَمِ يَقْرَؤُوْنَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَقُوْلُوْنَ مِنْ قَوْلِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ، يَمْرُقُوْنَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ

“Di akhir zaman akan muncul suatu kaum yang terdiri dari anak muda; dangkal pemikirannya; mereka membaca al-Qur`an tapi hanya sebatas di kerongkongan saja; mereka berkata dengan sebaik-baik perkataan manusia; mereka keluar dari Islam seperti melesatnya anak panah.”[19]

Kata ahdâtsul asnân dan sufahâ’u al-ahlâm digunakan dalam dua hadits yang mengindikasikan bahwa Khawârij itu bisa jadi orang-orang muda atau menggunakan orang muda untuk mewujudkan tujuan-tujuan jahat terorisme. Dengan makna yang sama, al-Quran menyebut anak-anak muda dengan sufahâ’. Allah SWT berfirman,

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.”[20]

Ibnu Hajar berkata,

قَوْلُهُ ( أَحْدَاثُ ) وَ الْحَدَثُ هُوَ الصَّغِيرُ السِّنِّ، هَكَذَا فِيْ أَكْثَرِ الرِّوَايَات، وَ وَقَعَ هُنَا لِلْمُسْتَمْلِيْ وَ السَّرَخْسِيِّ حُدَّاثٌ، قَالَ فِيْ الْمَطَالِع مَعْنَاهُ شَبَابٌ، قَوْلُهُ ( سُفَهَاءُ الأَحْلاَمِ ) وَ الْمُرَادُ بِهِ الْعَقْلُ، وَ الْمَعْنَى أَنَّ عُقُوْلَهُمْ رَدِيئَةٌ

“Sabdanya,”ahdâts,” al-hadatsu artinya usia muda. Demikian terdapat dalam sejumlah riwayat. Sementara dengan lafadz huddâts menurut riwayat al-Mustamli dan al-Sarkhasi. Pengarang kitab al-Mathâli’ berkata, ”Maknanya adalah para pemuda.” Sabdanya,”sufahâul ahlâm,” maksudnya adalah akal dan maknanya adalah akal mereka sangat jelek/hina.”[21]


Badru al-Dîn al-‘Ainî berkata,

قَوْلُهُ حُدَّاثُ الأَسْنَانِ فِيْ رِوَايَةِ الْمُسْتَمْلِيْ وَ السَّرَخْسِيِّ. وَ فِيْ أَكْثَرِ الرِّوَايَاتِ: أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ وَ هُوَ صَغِيْرُ السِّنِّ وَ قَالَ ابْنُ الأَثِيْرِ: حَدَاثَةُ السِّنِّ كِنَايَةٌ عَنِ الشَّبَابِ، وَ أَوَّلُ الْعُمْرِ، وَ الْمُرَادُ بِالأَسْنَانِ الْعُمْرُ يَعْنِيْ أَنَّهُمْ شَبَابٌ. قَوْلُهُ سُفَهَاءُ الأَحْلاَمِ يَعْنِيْ عُقُوْلُهُمْ رَدِيْئَةٌ


“Sabdanya,”huddâtsul asnân,” dalam riwayat al-Mustamli dan al-Sarkhasi, serta dalam sejumlah riwayat,”Ahdâtsul asnân,” yaitu usia muda. Ibnul Atsir berkata, ”Huddâtsul asnân,” adalah kata pinjaman untuk para pemuda dan anak-anak. Maksud “al-asnân”adalah umur, yaitu sesungguhnya mereka masih muda belia. Sabdanya,”sufahâul ahlâm” yaitu akal mereka picik.”[22]



Mubârakpûri memiliki pendapat yang sama tentang ahdâts al-asnân adalah kaum muda.[23] Syabbîr Ahmad ‘Utsmânî berkata,

قَوْلُهُ أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ...وَ الْحَدَثُ هُوَ الصَّغِيْرُ السِّنِّ، هَكَذَا فِيْ أَكْثَرِ الرِّوَايَاتِ وَ وَقَعَ فِيْ بَعْضِهَا حُدَّاثٌ قَالَ فِيْ الْمَطَالِعِ مَعْنَاهُ شَبَابٌ وَ الأَسْنَانُ جَمْعُ سِنٍّ وَ الْمُرَادُ بِهِ الْعُمْرُ وَ الْمُرَادُ أَنَّهُمْ شَبَابٌ

“Sabdanya, ”Ahdâtsul asnân” sampai akhir…Kata al-hadats artinya usia muda. Demikian terdapat dalam sejumlah riwayat. Dalam riwayat lainnya dengan lafadz, ”Huddâts.” Penulis kitab al-Mathâli berkata, ”Maknanya adalah pemuda. Al-asnân adalah bentuk plural dari kata sinn. Maksudnya adalah umur dan maksudnya sesungguhnya mereka adalah para pemuda.”

Penjelasan hadits oleh para musyarrih (penjelas kitab hadits) ini menggambarkan bahwa ahdâts al-asnân dan sufahâ’ al-ahlâm bukanlah orang-orang yang menderita penyakit gila atau bodoh, akan tetapi mereka adalah kaum muda yang belum dewasa, yang otaknya telah dicuci. Jika kita melihat peningkatan aktivitas terorisme akhir-akhir ini, kita dapat menyadari bahwa ramalan Rasulullah Saw. ini telah benar-benar menjadi kenyataan.

14.4. Khawârij Akan Muncul dari Timur

Rasulullâh Saw. juga meramalkan bahwa Khawârij akan muncul dari sebelah Timur. Abû Sa’îd al-Khudzriyyî r.a. berkata bahwa Rasulullâh Saw. telah bersabda,


يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ، وَ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، ثُمَّ لاَ يَعُوْدُوْنَ فِيْهِ حَتَّى يَعُوْدَ السَّهْمُ إِلَى فُوْقِهِ

“Akan keluar sekelompok orang dari arah timur; mereka membaca al-Quran yang hanya sebatas kerongkongan mereka saja; mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah yang melesat dari busurnya. Kemudian mereka tidak bisa kembali kepadanya (Islam), sehingga anak panah itu kembali ke busurnya.”[24]


Yusair bin ‘Amr r.a. bertanya kepada Sahl bin Hunaif r.a.,“Apakah engkau pernah mendengar Rasûlullâh Saw. bersabda tentang Khawârij?” Sahl menjawab,

سَمِعْتُهُ وَ أَشَارَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ، قَوْمٌ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ بِأَلْسِنَتِهِمْ لاَ يَعْدُوْ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ

“Aku mendengarnya, dan dia memberi isyarat dengan tangannya ke arah timur, suatu kaum yang membaca al-Quran dengan lisan mereka, tapi hanya sebatas kerongkongan mereka saja (tidak meresap ke hati/tidak diamalkan). Mereka keluar dari agama seperti anak panah yang melesat dari busurnya.”[25]



‘Abdullâh bin ‘Umar r.a. berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullâh Saw. bersabda ketika beliau berdiri di atas mimbar,”

أَلاَ إِنَّ الْفِتْنَةَ هَا هُنَا، يُشِيرُ إِلَى الْمَشْرِقِ مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

“Ingatlah, sesungguhnya fitnah itu (datangnya) dari arah sini, beliau memberi isyarat ke arah timur, dari arah munculnya tanduk setan.”[26]

Di samping mengisyaratkan arah datangnya Khawârij ini, Rasulullah Saw. juga menginformasikan kepada para sahabat mengenai wilayah dan lokasi kedatangan mereka. Dalam hadits lain melalui jalan ‘Abdullâh bin ‘Umar r.a., Rasulullah Saw. bersabda,

ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا، اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا، قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَ فِي نَجْدِنَا، قَالَ: اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنَا، اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَ فِيْ نَجْدِنَا، فَأَظُنُّهُ قَالَ فِيْ الثَّالِثَةِ، هُنَاكَ الزَّلاَزِلُ وَ الْفِتَنُ وَ بِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

“Nabi Saw. berdoa, ”Wahai Allah, berkahilah kami di kota Syam kami. Wahai Allah, berkahilah kami di kota Yaman kami.” Mereka berkata, ”Wahai Rasulullah, di kota Nejed kami?” Aku menyangka beliau akan mengucapkannya pada doa ketiganya. Di sanalah akan terjadi sejumlah gempa dan fitnah, serta di sana pula akan terbit tanduk setan.”[27]

Makna hadits ini terjadi di saat masa Khalifah ‘Alî bin Abî Thâlib r.a. ketika faksi Khawârij pertama datang dari Najd dan Harûrâ, arah timur kota Suci Mekkah al-Mukarromah dan Madinah. Dari sanalah mereka memulai tren bid’ah (takfîr) dan terorisme, kemudian Rasulullah Saw. menginformasikan bahwa setelah itu mereka akan muncul dari wilayah mana saja.

Secara geografis, Pakistan juga bisa disebut daerah Timur dilihat dari Ka’bah dan kiblat berada di sebelah barat. Kata ‘timur’ digunakan oleh hadits dalam makna umum, oleh sebab itu penggunaan timur secara khusus tidak akan tepat. Teroris yang aktif di Pakistan melakukan teror, seluruhnya sesuai dengan ciri-ciri Khawârij. Mereka menciptakan malapetaka dengan menumpahkan darah, bom bunuh diri, serta pembantaian warga sipil tanpa pandang bulu,

14.5. Khawârij Akan Terus Muncul Hingga Dajjâl Muncul

Sharîk bin Syihâb rahimahullâh berkata,

كُنْتُ أَتَمَنَّى أَنْ أَلْقَى رَجُلاً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَسْأَلُهُ عَنِ الْخَوَارِجِ، فَلَقِيْتُ أَبَا بَرْزَةَ فِيْ يَوْمِ عِيْدٍ فِيْ نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَقُلْتُ لَهُ: هَلْ سَمِعْتَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَذْكُرُ الْخَوَارِجَ؟ فَقَالَ نَعَمْ، سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِأُذُنِيْ وَ رَأَيْتُهُ بِعَيْنِيْ أُتِيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِمَالٍ، فَقَسَمَهُ فَأَعْطَى مَنْ عَنْ يَمِينِهِ وَ مَنْ عَنْ شِمَالِهِ، وَ لَمْ يُعْطِ مَنْ وَرَاءَهُ شَيْئًا، فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ وَرَائِهِ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مَا عَدَلْتَ فِي الْقِسْمَةِ، رَجُلٌ أَسْوَدُ مَطْمُوْمُ بِالشَّعْرِ عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَبْيَضَانِ، فَغَضِبَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ غَضَبًا شَدِيْدًا، وَ قَالَ وَ اللهِ، لاَ تَجِدُوْنَ بَعْدِيْ رَجُلاً هُوَ أَعْدَلُ مِنِّي! ثُمَّ قَالَ: يَخْرُجُ فِيْ آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ، كَأَنَّ هَذَا مِنْهُمْ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ، لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُوْنَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، سِيْمَاهُمُ التَّحْلِيْقُ لاَ يَزَالُوْنَ يَخْرُجُوْنَ حَتَّى يَخْرُجَ آخِرُهُمْ مَعَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ، فَإِذَا لَقِيتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ، هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَ الْخَلِيْقَةِ
“Aku ingin sekali berjumpa dengan salah seorang sahabat Nabi. Aku ingin menanyakan kepadanya tentang Khawarij. Kemudian aku bertemu dengan Abu Barzah pada hari raya di antara sekumpulan para sahabat lainnya. Kemudian aku bertanya kepadanya,”Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah Saw. menyebut-nyebut Khawarij?” Abu Barzah menjawab, ”Ya, aku pernah mendengar dengan telingaku sendiri dan melihat dengan mata kepalaku sendiri.” Rasulullah Saw. dikirimi sejumlah harta, kemudian beliau membagikannya. Nabi Saw. membagikannya kepada orang-orang yang berada di sebelah kanan dan kiri beliau. Akan tetapi, beliau tidak membagikan kepada orang-orang yang berada di belakangnya. Seorang berkulit hitam dengan rambut tercukur dan memakai dua pakaian putih berkata,”Wahai Muhammad, engkau membagikan harta tidak adil!” Rasulullah Saw. marah besar dan berkata,”Sepeninggalku, kalian tidak akan menemui orang yang lebih adil dariku!” Selanjutnya beliau bersabda,”Di akhir zaman nanti akan keluar satu kaum dan sepertinya orang tadi adalah salah seorang dari mereka. Mereka membaca al-Quran tapi hanya sebatas kerongkongannya saja. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah yang melesat dari busurnya. Ciri-ciri mereka adalah rambut yang selalu dicukur. Mereka akan senantiasa eksis, sehingga generasi terakhir mereka muncul bersama al-Masih ad-Dajjal. Apabila kalian menjumpai mereka, maka bunuhlah. Mereka adalah makhluk yang paling jahat.”[28]

‘Abdullâh bin ‘Amr bin ‘Ash r.a. menyampaikan bahwa Rasulullah Saw. bersabda,

سَيَخْرُجُ أُنَاسٌ مِنْ أُمَّتِيْ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ، لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، كُلَّمَا خَرَجَ مِنْهُمْ قَرْنٌ قُطِعَ، كُلَّمَا خَرَجَ مِنْهُمْ قَرْنٌ قُطِعَ، حَتَّى عَدَّهَا زِيَادَةً عَلَى عَشْرَةِ مَرَّاتٍ، كُلَّمَا خَرَجَ مِنْهُمْ قَرْنٌ قُطِعَ، حَتَّى يَخْرُجَ الدَّجَّالُ فِيْ بَقِيَّتِهِمْ

“Akan keluar sekelompok manusia dari umatku dari arah timur. Mereka membaca al-Quran, tapi hanya sebatas kerongkongan saja. Ketika satu generasi mereka muncul, maka langsung ditumpas, sampai lebih dari dua puluh lebih kali, sampai Dajjal muncul pada generasi terakhir mereka.”[29]

Ketika Rasûlullâh Saw. bersabda, “Mereka akan terus muncul,” beliau menegaskan atas seluruh kemungkinan bahwa Khawârij hanya muncul satu kali. Kemunculan pertama Khawârij di masa ‘Ali adalah garda terdepannya. Kapan dan di mana pun mereka muncul, mereka akan mengangkat senjata melawan negara muslim dan membantai warga sipil. Terorisme adalah tanda khas mereka, dan kata qarnun (generasi) digunakan dalam lafadz hadits untuk menunjukkan sebuah kelompok yang terorganisir secara baik dalam sebuah generasi. Secara leksikal, qarnun juga berarti tanduk. Binatang yang memiliki tanduk, menggunakan tanduknya untuk melawan musuh dan mengancamnya. Secara metaforis, qarnun berarti pemberontak bersenjata. Qarnu al-Syayâtin (tanduk setan-setan) dapat berarti senjata yang digunakan untuk tujuan jahat, seperti membunuh nyawa warga sipil dan menciptakan malapetaka, keduanya merupakan tujuan yang dicita-citakan oleh syaitan.

‘Abdullâh bin ‘Umar r.a. berkata bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda,

كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ أَكْثَرَ مِنْ عِشْرِيْنَ مَرَّةً حَتَّى يَخْرُجَ فِيْ عِرَاضِهِمُ الدَّجَّالُ

“Ketika satu generasi muncul, maka langsung ditumpas sehingga lebih dari dua puluh lebih kali (muncul), sampai Dajjal muncul pada generasi terakhir mereka.”[30]

14.6.  Khawarij Murtad dari Agama

‘Alî r.a. berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda,

يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ

“Mereka keluar dari agama (Islam), seperti anak panah yang melesat dari busurnya.”[31]

Imâm al-Tirmidzî meriwayatkan dalam al-Sunan dari jalan ‘Abdullah bin Mas’ûd r.a. yang melaporkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda,

يَمْرُقُوْنَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ

“Mereka keluar dari Islam seperti anak panah yang melesat dari busurnya.”[32]

Ketika menjelaskan hadits ini, Badru al-Dîn al-‘Ainî berkata,

قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَ سَلَّمَ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ مِنَ الْمُرُوْقِ وَ هُوَ الْخُرُوْجُ.  يُقَالُ: مَرَقَ مِنَ الدِّيْنِ مُرُوْقًا، خَرَجَ مِنْهُ بِبِدْعَتِهِ وَ ضَلاَلَتِهِ. وَ فِيْ رِوَايَةِ سُوَيْدِ بْنِ غَفَلَةَ عِنْدَ النَّسَائِيِّ وَ الطَّبَرِيِّ: يَمْرُقُوْنَ مِنَ الإِسْلاَمِ، وَ فِيْ رِوَايَةٍ لِلنَّسَائِيِّ: يَمْرُقُوْنَ مِنَ الْحَقِّ

“Sabdanya, ”Mereka keluar dari agama,” diambil dari kata “al-murûq” yaitu keluar seperti kalimat “maraqa minad dîni murûqan” yaitu dia keluar dari agama karena kebid’ahan dan kesesatannya. Dalam riwayat al-Nasa’i dan al-Thabari dari Suwaid bin Ghafalah, ”Mereka keluar dari Islam” dan dalam riwayat al-Nasa’i lainnya, ”Mereka keluar dari kebenaran.”[33]

Sebagai tambahan, Anwâr Syâh Kâsymîrî berkata dalam komentarnya,

اَلْمُرُوْقُ هُوَ الْخُرُوْجُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَدْرِيْ


“Al-Murûq adalah keluar secara tidak sadar.”[34]

14.7. Khawârij akan Menjadi Anjing Neraka

Rasulullah Saw. menyatakan bahwa Khawârij adalah “anjing neraka.” Abû Ghâlib menyampaikan bahwa Abû Umâmah r.a. berkata,

كِلاَبُ النَّارِ شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيْمِ السَّمَاءِ، خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوْهُ، ثُمَّ قَرَأَ  [ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَ تَسْوَدُّ وُجُوْهٌ]  إِلَى آخِرِ الآيَةِ، قُلْتُ لِأَبِيْ أُمَامَةَ أَنْتَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ؟ قَالَ: لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ إِلاَّ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا أَوْ أَرْبَعًا حَتَّى عَدَّ سَبْعًا مَا حَدَّثْتُكُمُوْهُ

“Anjing neraka. Kematian paling jahat di kolong langit. Kematian paling baik di kolong langit orang yang terbunuh oleh mereka. Kemudian Abu Umamah membacakan ayat, ”Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram,”[35] sampai akhir ayat. Aku bertanya kepada Abu Umamah, ”Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah Saw.? Beliau menjawab, ”Jika aku tidak mendengarnya kecuali hanya sekali, dua kali, tiga kali, empat kali, sampai beliau menyebutkan tujuh kali, aku tidak akan menceritakannya kepada kalian.”[36]

Imâm Ibnu Abî al-Syaibah, al-Baihaqî, dan al-Thabrânî meirwayatkan dari Abû Ghâlib bahwasanya Abû Umâmah r.a., berkata tentang Khawârij,

كِلاَبُ جَهَنَّمَ، شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوْا تَحْتَ ظِلِّ السَّمَاءِ، وَ مَنْ قَتَلُوْا خَيْرُ قَتْلَى تَحْتَ السَّمَاءِ

“Anjing-anjing Jahannam; kematian mereka yang paling jelek di bawah kolong langit; orang yang terbunuh oleh mereka adalah kematian yang paling baik di bawah kolong langit.”[37]

Sa’îd bin Juhmân berkata,

كَانَتِ الْخَوَارِجُ قَدْ تَدْعُوْنِيْ حَتَّى كِدْتُ أَنْ أَدْخُلَ فِيْهِمْ، فَرَأَتْ أُخْتُ أَبِيْ بِلاَلٍ فِيْ النَّوْمِ أَنَّ أَبَا بِلاَلٍ كَلْبٌ أَهْلَبُ أَسْوَدُ عَيْنَاهُ تَذْرِفَانِ، فَقَالَتْ: بِأَبِيْ أَنْتَ يَا أَبَا بِلاَلٍ، مَا شَأْنُكَ أَرَاكَ هَكَذَا؟ فَقَالَ جُعِلْنَا بَعْدَكُمْ كِلاَبَ أَهْلِ النَّارِ وَ كَانَ أَبُوْ بِلاَلٍ مِنْ رُؤُوْسِ الْخَوَارِجِ

“Kaum Khawarij telah mengajakku sehingga hampir saja aku bergabung dengan mereka. Saudara perempuan Abu Bilal bermimpi melihat Abu Bilal menjadi anjing berbulu hitam dengan kedua mata bercucuran. Dia berkata, ”Demi bapakku, apa yang terjadi padamu, aku melihatmu seperti ini?” Abu Bilal menjawab, ”Setelah kalian, kami diubah menjadi anjing penghuni neraka.” Abu Bilal adalah salah seorang pemimpin Khawarij.”[38]

14.8. Tampilan Religius Khawarij Tidak Boleh Menipu Siapapun

Kaum Khawârij akan selalu membaca al-Quran, sholat, dan puasa. Mereka akan sering membicarakan pertapaan, kefanaan dunia, takut terhadap Tuhan, dan tugas amar ma’ruf nahyul munkar, dan seluruh tampilan luar orang-orang yang benar-benar sholeh. Ibnu Majah dan Ahmad bin Hambal meriwayatkan hadits dari Abu Salamah yang berkata,

قُلْتُ لِأَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ هَلْ سَمِعْتَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَذْكُرُ فِيْ الْحَرُوْرِيَّةِ شَيْئًا؟ فَقَالَ سَمِعْتُهُ يَذْكُرُ قَوْمًا يَتَعَبَّدُوْنَ )وَ فِيْ رِوَايَةِ أَحْمَدَ يَتَعَمَّقُوْنَ فِيْ الدِّيْنِ) يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ وَ صَوْمَهُ مَعَ صَوْمِهِمْ

“Aku bertanya kepada Abu Said Al-Khudri, ”Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah Saw. menyebut-nyebut sesuatu tentang al-Haruriyyah?” Beliau menjawab, ”Suatu hari aku mendengar Nabi Saw. menyebutkan suatu kaum sangat tekun beribadah (dalam riwayat Ahmad, ”Mereka sangat serius dalam beragama,”) yang seseorang di antara kalian akan merasa minder dengan shalatnya jika dibandingkan dengan shalat mereka dan shaumnya jika dibandingkan dengan shaum mereka.”[39]

Tampilan shaleh Khawârij ini mengakibatkan para sahabat merasa tidak percaya diri dan membingungkan. Dalam sebuah riwayat Imâm al-Hâkim dan al-Nasâ’î, Ibnu ‘Abbâs r.a. menyebutkan bahwa ia tidak pernah melihat orang sezuhud dan seshaleh tampilan luarnya melebihi Khawârij. Dia berkata,

فَأَتَيْتُهُمْ وَ هُمْ مُجْتَمِعُوْنَ فِيْ دَارِهِمْ قَائِلُوْنَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِمْ فَقَالُوْا مَرْحَبًا بِكَ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَ أَتَيْتُ قَوْمًا لَمْ أَرَ قَوْمًا قَطُّ أَشَدَّ اجْتِهَادًا مِنْهُمْ. مُسْهَمَةٌ وُجُوْهُهُمْ مِنَ السَّهَرِ كَأَنَّ أَيْدِيْهِمْ وَ رُكَبِهِمْ تُثْنَى عَلَيْهِمْ

“Kemudian aku mendatangi mereka yang sedang berkumpul di rumah sambil berbincang-bincang. Aku mengucapkan salam. Kemudian mereka berkata, ”Selamat datang wahai Ibnu Abbas.” Ibnu Abbas berkata, ”Aku tidak pernah melihat yang lebih sungguh-sungguh dalam beribadah daripada mereka. Wajah mereka pucat karena sering terjaga (bergadang untuk beribadah). Tangan dan lutut mereka seolah-olah tidak merasa lelah.”[40]

Jundub bin ‘Abdullâh r.a. berkata,

لَمَّا فَارَقَتِ الْخَوَارِجُ عَلِيًّا، خَرَجَ فِيْ طَلَبِهِمْ، وَ خَرَجْنَا مَعَهُ، فَانْتَهَيْنَا إِلَى عَسْكَرِ الْقَوْمِ، فَإِذَا لَهُمْ دَوِيٌّ كَدَوِيِّ النَّحْلِ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، وَ فِيْهِمْ أَصْحَابُ الثَّفِنَاتِ، وَ أَصْحَابُ الْبَرَانِسِ، فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ دَخَلَنِيْ مِنْ ذَلِكَ شِدَّةٌ، فَتَنَحَّيْتُ فَرَكَزْتُ رُمْحِيْ، وَ نَزَلْتُ عَنْ فَرَسِيْ، وَ وَضَعْتُ بُرْنُسِيْ، فَنَشَرْتُ عَلَيْهِ دِرْعِيْ، وَ أَخَذْتُ بِمِقْوَدِ فَرَسِيْ، فَقُمْتُ أُصَلِّيَ إِلَى رُمْحِيْ، وَ أَنَا أَقُوْلُ فِيْ صَلاَتِيْ: اَللَّهُمَّ إِنْ كَانَ قِتَالُ هَؤُلاَءِ الْقَوْمِ لَكَ طَاعَةً فَائْذَنْ فِيْهِ، وَ إِنْ كَانَ مَعْصِيَةً فَأَرِنِيْ بَرَاءَتَكَ

“Ketika Khawarij membelot dari Ali, maka Ali pun bersama kami berusaha untuk menumpas mereka. Kemudian kami berjumpa dengan pasukan mereka. Kami mendengar suara dengungan seperti dengungan lebah yang ternyata karena bacaan Al-Qur`an. Di kalangan mereka ada orang-orang yang bertangan kasar dan yang mengenakan mantel. Ketika aku melihat mereka, timbul keraguan pada diriku. Kemudian aku menyingkir dan menancapkan tombakku, turun dari kudaku, meletakkan perisaiku, membentangkan baju besiku di atasnya, dan mengambil pelana kudaku. Kemudian aku berdiri melaksanakan shalat menghadap tombakku. Aku berdoa dalam shalatku, ”Wahai Allah, jika memerangi kaum ini adalah (bentuk) ketaatan kepada-Mu, maka izinkanlah aku. Jika kemaksiatan, maka tunjukkan kepadaku tanda ketidak-setujuan-Mu.”[41]

Jundab sangat terpengaruh oleh tampilan luar, asketisme, serta keshalihan Khawârij sehingga ia merasa ragu untuk memerangi mereka. Kemudian dia mendengar hadits mengenai mereka dari Sayyidina ‘Alî yang terbukti benar. Hal itu melegakkan hatinya, memberinya wawasan dan kekuatan akan keyakinannya, bahwa Khawârij harus diperangi dan dimusnahkan.

Khawârij modern  tampak sangat shaleh, para pembela Tuhan. Akan tetapi dari hati yang paling dalam -yang kita lihat melalui aktivitas pembantaian dan terorisme- mereka lah yang disebut oleh Rasulullah Saw. sebagai makhluk terburuk. Tidak diragukan lagi, bahwa mereka selalu membaca al-Quran, namun mereka mengutip ayat yang seharusnya diaplikasikan untuk orang kafir, justru mereka aplikasikan kepada orang-orang mukmin, hingga pada gilirannya mereka mengkafirkan orang mukmin (takfîr). Dalam doktrin mereka, membunuh warga sipil, dihalalkan oleh agama.

14.9. Khawârij adalah Makhluk Terburuk

Rasulullah Saw. dan para sahabatnya, serta murid-murid mereka (al-tâbi’în) menyatakan bahwa Khawârij adalah makhluk terburuk. Imâm al-Bukhâri meriwayatkan dalam al-Jâm’i al-Shahîh (kumpulan hadits shahih), dalam Bab yang berjudul, Firman Allah SWT, ‘Dan Allah tidak akan menyesatkan suatu kaum setelah Allah memberi hidayah kepada mereka, sehingga dijelaskanlah kepada mereka apa yang harus mereka jauhi,” (QS. 9:115), bahwa Ibnu ‘Umar r.a. percaya bahwa Khawârij adalah makhluk yang paling buruk. Dia berkata, “Mereka mengambil ayat yang diturunkan tentang orang kafir, untuk digunakan terhadap orang mukmin.”

Ibnu Hajar al-‘Asqalânî berkata,

وَصَلَهُ الطَّبَرِيُّ فِيْ مُسْنَدِ عَلِيٍّ مِنْ تَهْذِيْبِ الآثَارِ مِنْ طَرِيْقِ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ الأَشَجِّ، أَنَّهُ سَأَلَ نَافِعًا كَيْفَ كَانَ رَأْيُ ابْنِ عُمَرَ فِيْ الْحَرُوْرِيَّةِ؟ قَالَ وَ كَانَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللهِ، انْطَلَقُوْا  إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِيْ الْكُفَّارِ فَجَعَلُوْهَا فِيْ الْمُؤْمِنِيْنَ. قُلْتُ وَ سَنَدُهُ صَحِيْحٌ وَ قَدْ ثَبَتَ فِيْ الْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ الْمَرْفُوْعِ عِنْدَ مُسْلِمٍ مِنْ حَدِيْثِ أَبِيْ ذَرٍّ فِيْ وَصْفِ الْخَوَارِجِ هُمْ شِرَارُ الْخَلْقِ وَ الْخَلِيْقَةِ، وَ عِنْدَ أَحْمَدَ بِسَنَدٍ جَيِّدٍ عَنْ أَنَسٍ مَرْفُوْعًا مِثْلَهُ.

وَعِنْدَ الْبَزَّارِ مِنْ طَرِيْقِ الشَّعْبِيْ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ ذَكَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ الْخَوَارِجَ، فَقَالَ هُمْ شِرَارُ أُمَّتِيْ يَقْتُلُهُمْ خِيَارُ أُمَّتِيْ وَ سَنَدُهُ حَسَنٌ.
وَعِنْدَ الطَّبْرَانِيِّ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ مَرْفُوْعًا هُمْ شِرَارُ الْخَلْقِ وَ الْخَلِيْقَةِ يَقْتُلُهُمْ خَيْرُ الْخَلْقِ وَ الْخَلِيْقَةِ وَ فِيْ حَدِيْثِ أَبِيْ سَعِيْدٍ عِنْدَ أَحْمَدَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ.
وَفِيْ حَدِيْثِ عَبْدِ اللهِ بْنِ خَبَّابٍ يَعْنِيْ عَنْ أَبِيْهِ عِنْدَ الطَّبْرَانِيِّ: شَرُّ قَتْلَى أَظَلَّتْهُمُ السَّمَاءُ وَ أَقَلَّتْهُمُ الأَرْضُ. وَ فِيْ حَدِيْثِ أَبِيْ أُمَامَةَ نَحْوَهُ.
وِفِيْ رِوَايَةِ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِيْ رَافِعٍ عَنْ عَلِيٍّ عِنْدَ مُسْلِمٍ مِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ اللهِ إِلَيْهِ.
وَعِنْدَ أَحْمَدَ وَ ابْنِ أَبِيْ شَيْبَةَ مِنْ حَدِيْثِ أَبِيْ بَرْزَةَ مَرْفُوْعًا فِيْ ذِكْرِ الْخَوَارِجِ: شَرُّ الْخَلْقِ وَ الْخَلِيْقَةِ يَقُوْلُهَا ثَلاَثًا وَ عِنْدَ ابْنِ أَبِيْ شَيْبَةَ مِنْ طَرِيْقِ عُمَيْرِ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ: هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَ هَذَا مِمَّا يُؤَيِّدُ قَوْلَ مَنْ قَالَ بِكُفْرِهِمْ

“Imam al-Thabari menganggap hadits ini maushul di dalam Musnad Ali dalam kitab Tahdzîb al-Âtsâr dari sanad Bukair bin Abdullah bin al-Asyaj, ”Sesungguhnya dia bertanya kepada Nafi, ”Apa pendapat Ibnu Umar mengenai al-Haruriyyah?” Beliau menjawab, ”Ibnu Umar menyatakan bahwa mereka makhluk Allah yang paling jahat. Mereka bertolak pada ayat yang diturunkan untuk orang-orang kafir dan menerapkannya pada orang-orang mukmin.”



Aku berpendapat, ”Sanadnya shahih.” Ciri kaum Khawarij telah ditegaskan di dalam hadits shahih marfu riwayat Imam Muslim, ”Mereka adalah makhluk yang paling jahat.” Demikian juga dalam hadis marfu dengan sanad yang baik riwayat Imam Ahmad.



Riwayat al-Bazzar dari sanad al-Sya’bi dari Aisyah, beliau berkata, ”Rasulullah Saw. menyebut Khawarij, kemudian beliau bersabda, ”Mereka adalah umatku yang paling jahat yang akan ditumpas oleh umatku yang paling baik.” Sanadnya hasan.



Riwayat al-Thabrani dari sanad ini juga dengan hadits marfu, ”Mereka adalah makhluk yang palling jahat yang ditumpas oleh makhluk yang paling baik.” Dalam hadits Abu Said riwayat Ahmad, ”Mereka adalah manusia paling jahat.”

Dalam hadits Abdullah bin Khabbab yaitu dari ayahnya menurut riwayat al-Thabrani, ”Kematian mereka adalah yang paling jelek di bawah kolong langit dan di atas hamparan bumi.” Demikian juga dalam hadits Abu Umamah.

Dalam sanad Ubaidillah bin Abu Rafi dari Ali bin Abu Thalib riwayat Imam Muslim, ”Makhluk yang paling dimurkai oleh Allah.”

Riwayat Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah dari hadits marfu Abu Barzah mengenai penyebutan Khawarij, ”Makhluk yang paling jahat. Nabi mengatakannya tiga kali.” Riwayat Ibnu Abi Syaibah dari sanad Umair bin Ishaq dari Abu Hurairah, ”Mereka adalah makhluk paling jahat.” Ini adalah di antara yang menguatkan pendapat yang mengkafirkan Khawarij.”[42]

Hudzaifah Ibnu al-Yamân r.a. menceritakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:


إِنَّ مَا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ حَتَّى إِذَا رُئِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ، وَ كَانَ رِدْئًا لِلإِسْلاَمِ، غَيَّرَهُ إِلَى مَا شَاءَ اللهُ، فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَ نَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَ سَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَ رَمَاهُ بِالشِّرْكِ، قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ، الْمَرْمِيُّ أَمِ الرَّامِيُّ؟ قَالَ: بَلِ الرَّامِيِّ


“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah seseorang yang membaca al-Quran sehingga terlihat keindahannya dan menjadi daya tarik Islam. Kemudian Allah merubahnya sesuai dengan kehendak-Nya. Selanjutnya dia keluar dari al-Quran, mencampakkannya dan melakukan terror terhadap tetangganya serta menuduhnya sebagai orang musyrik. Hudzaifah bertanya,”Hai Nabi, siapakah di antara keduanya yang layak disebut orang musyrik, yang menuduh atau yang tertuduh?” Nabi menjawab, ”Orang yang menuduh!”[43]

14.10. Catatan Penting

Shafwân bin Muharraz menceritakan dari Jundub bin ‘Abdullâh r.a. bahwasanya ia melewati kaum yang sedang membaca al-Quran. Jundab mengingatkan,

لاَ يَغُرَّنَّكَ هَؤُلاَءِ إِنَّهُمْ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ الْيَوْمَ وَ يَتَجَالَدُوْنَ بِالسُّيُوْفِ غَدًا

“Kamu jangan terkecoh dengan mereka. Mereka membaca Al-Qur`an hari ini, dan besok harinya mereka menyerang dengan pedang.”[44]

Harb bin Ismâ’îl al-Kirmânî menceritakan bahwa Ahmad bin Hambal berkata,


الْخَوَارِجُ قَوْمُ سُوْءٍ لاَ أَعْلَمُ فِيْ الأَرْضِ قَوْمًا شَرًّا مِنْهُمْ، وَ قَالَ صَحَّ الْحَدِيْثُ فِيْهُمْ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَ سَلَّمَ وَ مِنْ عَشَرَةِ وُجُوْهٍ

“Khawarij adalah kaum yang jahat. Aku tidak mengetahui suatu kaum yang lebih jahat dari mereka di muka bumi ini. Imam Ahmad berkata, ”Inilah hadits shahih mengenai mereka dari Nabi Saw. melalui sepuluh sanad.”[45]

Yusuf bin Musa menceritakan bahwa Imâm Ahmad ditanya benarkah Khawârij adalah sudah kafir. Dia menjawab, “Mereka telah melewati agama ini.” Beliau ditanya kembali, “Apakah mereka kafir?” Beliau menjawab, “Mereka telah melewati agama ini.”[46]

[1] HR. Muslim, dalam al-Shahîh: Kitab al-Birr wa al-Shillah wa al-Adab, Bab: Keutamaan Akhlaq Mulia, 4:2003 hadits ke 2593; Demikian juga Abû Dâwûd, dalam al-Sunan: Kitab al-Adab, Bab: Akhalq Mulia, 4:254 hadits ke 4807; dan Imâm Ahmad bin Hanbal, dalam al-Musnad, 1:112 hadits ke 902.
[2] HR. Ibnu Mâjah, Kitab al-Manâsik, 2:1008 hadits ke 3029;  al-Syaibânî, dalam al-Sunnah, hal. 46 hadits ke 98; dan Ibnu Abî Syaibah, dalam al-Mushannaf, 3:248 hadits ke 13909.
[3] HR. Bukhari dalam al-Shahîh: Kitab Al-Maghâzî, Bab: Mengutus ‘Ali bin Abî Thalib dan Khâlid bin Walid Sebelum Haji Wada’, 4:1581 hadits ke 4094; Muslim dalam al-Shahîh: Kitab al-Zakat, Bab: Khawarij dan Kualitas Mereka, 2:742 hadits ke 1064; dan Imâm Ahmad bin Hanbal dalam al-Musnad, 3:4 hadits ke 11021.
[4] HR. Bukhâri dalam al-Shahîh: Kitab Al-Adab, Bab: Hadits-hadits Tentang “Celakalah kalian!”, 5:2281 hadits ke 5811; Kitab Istitâba al-Murtadîn wa al-Mu’ânidîn wa Qitâlihim, Bab: Meninggalkan Perintah Memerangi Khawarij Karena Kasihan dan Agar Tidak Dibenci Orang, 6:2540 hadits ke 6534; Muslim dalam al-Shahîh: Kitab al-Zakât, Bab: Khawarij dan Kualitas Mereka, 2:744 hadits ke 1064.
[5] HR. Bukhari dalam al-Shahîh: Kitab Istitâba al-Murtadîn wa al-Mu’ânidîn wa Qitâlihim, Bab: Memerangi Khawarij dan Ahli Bid’ah Setelah Adanya Bukti, 6:2540 hadits ke 6532; Muslim dalam al-Shahîh: Kitab al-Zakât, Bab: Khawarij dan Kualitas Mereka, 2:743 hadits ke 1064.
[6] Al-Ijâbah, mengandung arti tentang mereka yang menerima ajaran Rasulullâh Saw., serta memeluk Islam, sementara Ummah al-Da’wah mengandung arti tentang mereka yang diajak kepada agama Islam, namun tidak memeluknya.
[7] Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî, 12:289.
[8] HR. Bukhari dalam al-Shahîh: Kitab al-Maghâzî, Bab: Mengutus ‘Ali bin Abî Thalib dan Khâlid bin Walid Sebelum Haji Wada’, 4:1581 hadits ke 4094; Muslim dalam al-Shahîh: Kitab al-Zakat, Bab: Anjuran Memerangi Khawarij, 2:742-743 hadits ke 1064.
[9] HR. Muslim dalam al-Shahîh: Kitab al-Zakat, Bab: Anjuran Memerangi Khawarij, 2:748 hadits ke 1064; Abû Dâwûd dalam al-Sunan: Kitab al-Sunnah, Bab: Memerangi Khawarij, 4:244 hadits ke 4768; al-Nasâ’î dalam al-Sunan al-Kubrâ, 5:163 hadits ke 8571; Ahmad bin Hanbal dalam al-Musnad, 1:91 hadits ke 706; dan ‘Abdu al-Razzâq dalam al-Mushannaf, 10:147.
[10] Syabbîr Ahmad ‘Utsmânî, Fath al-Mulhîm, 5:167.
[11] HR. Bukhari dalam al-Shahîh: Kitab Istitâba al-Murtadîn wa al-Mu’ânidîn wa Qitâlihim, Bab: Memerangi Khawarij dan Ahli Bid’ah Setelah Adanya Bukti, 6:2539 hadits ke 6531; Muslim, dalam al-Shahîh: Kitab al-Zakat, Bab: Anjuran Memerangi Khawarij, 2:746 hadits ke 1066.
[12] Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî, 6:619.
[13] ‘Abdu al-Rahman Mubârakpûrî, Tuhfah al-Ahwadzî, 6:354.
[14] HR. Muslim dalam al-Shahîh: Kitab al-Zakat, Bab: Anjuran Memerangi Khawarij, 2:749 hadits ke 1066; al-Nasâ’î dalam al-Sunan al-Kubrâ, 5:160 hadits ke 8562; Ibnu Hibbân dalam al-Shahîh, 15:387 hadits ke 6939.
[15] Al-Quran, 6:57.
[16] Imâm al-Nawawî, Syarah Shahîh Muslim, 7:173-174.
[17] HR. al-Nasâ’î dalam al-Sunan al-Kubrâ, 5:161 hadits ke 8566; dan Ahmad bin Hanbal dalam al-Musnad, 1:107 hadits ke 848.
[18] HR Bukhari dalam al-Shahih: Kitab Istitâba al-Murtadîn wa al-Mu’ânidîn wa Qitâlihim, Bab: Memerangi Khawarij dan Ahli Bid’ah Setelah Adanya Bukti, 6:2539 hadits ke 6531; Muslim dalam al-Shahîh: Kitab al-Zakat, Bab: Anjuran Memerangi Khawarij, 2:746 hadits ke 1066; Ahmad bin Hanbal dalam al-Musnad, 1:81, 113-131 hadits ke 616, 912, 1086; al-Nasâ’î dalam al-Sunan: Kitab Tahrîm al-Dam, Bab: Tentang Seseorang yang Menghunuskan Pedang dan Memamerkannya di Hadapan Orang-orang, 7:119 hadits ke 4102; dan Ibnu Mâjah dalam al-Sunan: Muqaddimah Tentang Hadits-hadits Khawarij, 1:59 hadits ke 168.
[19] HR. Ahmad dalam al-Musnad, 5:36 hadits ke 44; al-Hâkim dalam al-Mustadrak, 2:159 hadits ke 2645; Ibnu Abî ‘Âshim dalam al-Sunnah, 2:456 hadits ke 937; al-Baihaqî dalam al-Sunan al-Kubrâ, 8:187; dan al-Daylamî dalam Musnad al-Firdaus, 2:322 hadits ke 3460.
[20] Al-Quran, 4:5.
[21] Ibid.
[22] Badru al-Dîn al-‘Ainî, ‘Umdah al-Qârî, 16:208-209.
[23] ‘Abdu al-Rahmân Mubârakpûrî, Tuhfah al-Ahwadzî, 6:353.
[24] HR. Bukhari dalam al-Shahîh: Kitab al-Tauhîd, Bab: Qiroah, Tilawah, dan Suara al-Quran Orang Munafiq Tidak Melampaui (Kerongkongan), 6:2748 hadits ke 7123; Ahmad bin Hanbal dalam al-Musnad, 3:64 hadits ke 11632; Ibnu Abî al-Syaibah dalam al-Mushannaf, 7:563 hadits ke 37397; Abû Ya’lâ dalam al-Musnad, 2:408 hadits ke 1193; dan Thabrânî dalam al-Mu’jam al-Kabîr, 6:91 hadits ke 5609.
[25] HR. Muslim dalam al-Shahîh: Kitab al-Zakât, Bab: Khawarij adalah Makhluk Terburuk, 2:750 hadits ke 1068.
[26] HR Bukhari dalam al-Shahîh: Kitâb al-Manâqib, Bab: Nisbah Yaman ke Ismail a.s., 3:1293 hadits ke 3320; Muslim al-Shahîh: Kitab al-Fitan wa Asyrâth al-Sâ’ah, Bab: Fitnah itu Datangnya dari Timur dan Dari Sanalah Munculnya Tanduk Setan, 4:2229 hadits ke 2905; Mâlik dalam al-Muwattha’: Kitab al-Isti’dzan, Bab: Hadits-hadits Tentang Timur, 2:975 hadits ke 1757; dan Ahmad dalam al-Musnad, 2:73 hadits ke 5428.
[27] HR. Bukhari dalam al-Shahîh: Kitab al-Fitan, Bab: Sabda Rasulullah, “Fitnah Akan Muncul dari Timur,” 6:2598 hadits ke 6681; al-Tirmirdzî dalam al-Sunan: Kitab al-Manâqib, Bab: Keutamaan Syam dan Yaman, 5:733 hadits ke 3953; Ahmad bin Hanbal dalam al-Musnad, 2:118 hadits ke 5987; Ibnu Hibbân dalam al-Shahîh, 16:290 hadits ke 7301.
[28] HR. Ahmad bin Hanbal dalam al-Musnad, 4:421; al-Nasâ’i dalam al-Sunan: Kitab Tahrîm al-Dam, Bab: Tentan Seseorang yang Menghunus Pedang dan Memamerkannya kepada Orang-orang, 7:119 hadits ke 4103; al-Nasâ’î dalam al-Sunan al-Kubrâ, 2:312 hadits ke 3566; al-Bazzâr dalam al-Musnad, 9:294 hadits ke 3846; dan al-Thayâlisî dalam al-Musnad, 1:124 hadits ke 923.
[29] HR. Ahmad bin Hanbal dalam al-Musnad, 2:198 hadits ke 6871; al-Hâkim dalam al-Mustadrak, 4:533 hadits ke 8497; Nu’aim bin Hammâd, dalam al-Fitan, 2:532; Ibnu Rasyîd dalam al-Jâm’i, 11:377; dan al-Âjurrî, dalam al-Syarî’ah, hal. 113 hadits ke 260.
[30] HR. Ibnu Majah dalam al-Sunan: Muqaddimah, pasal: Hadits tentang Khawarij, 1:61 hadits ke 174.
[31] HR. Bukhari dalam al-Shahîh: Kitab Istitâba al-Murtadîdn wa al-Mu’ânidîn wa Qitâlihim, Bab: Memerangi Khawarij dan Ahli Bid’ah Setelah Adanya Bukti, 6:2539 hadits ke 6531; Muslim dalam al-Shahîh: Kitab al-Zakât, Bab: Anjuran Membunuh Khawarij, 2:746 hadits ke 1066; al-Nasâ’î dalam al-Sunan: Kitab Tahrîm al-Dam, Bab: Tentang Seseorang yang Menghunuskan Pedang dan Memamerkannya Kepada Orang-orang, 7:119 hadits ke 4102; Ibnu Majah dalam al-Sunan: Muqaddimah, Pasal: Hadits-hadits Tentang Khawarij, 1:59 hadits ke 168; dan Ahmad bin Hanbal dalam al-Musnad, 1:81, 113, 131 hadits ke 616, 912, 1086.
[32] HR. Tirmidzi dalam al-Sunan: Kitab al-Fitan, Bab: Tentang Membasmi Pemberontak, 4:481 hadits ke 2188.
[33] Badru al-Dîn al-‘Ainî, ‘Umdah al-Qârî, 16:209.
[34] Dalam Syabbîr Ahmad ‘Utsmânî, Fath al-Mulhîm, 5:168.
[35] Al-Quran, 3:106.
[36] HR. Tirmidzi, dalam al-Sunan: Kitab Tafsir al-Quran, Bab: Dari Surat Âli ‘Imrân, 5:226 hadits ke 3000; Ahmad bin Hanbal dalam al-Musnad, 5:256 hadits ke 22262; al-Hâkim dalam al-Mustadrak, 2:163 hadits ke 2655; al-Baihaqî dalam al-Sunan al-Kubrâ, 8:188, serta al-Thabrânî dalam Musnad al-Syâmiyyîn, 2:248 hadits ke 1279.
[37] HR. Ibnu Abi al-Syaibah dalam al-Mushannaf, 7:554 hadits ke 37892; al-Thabrânî dalam Mu’jam al-Kabîr, 8:267-268 hadits ke 8034-8035; dan al-Baihaqî dalam al-Sunan al-Kubrâ, 8:188.
[38] HR. Abû al-Syaibah dalam al-Mushannaf, 7:555 hadits ke 37895; dan ‘Abdullâh bin Ahmad dalam al-Sunnah, 2:634 hadits ke 1509.
[39] HR. Ibnu Mâjah dalam al-Sunan: Muqaddimah, Pasal: Hadis-hadis Tentang Khawarij, 1:60 hadits ke 169; Ahmad bin Hanbal dalam al-Musnad, 3:33 hadits ke 11309; dan Ibnu Abî al-Syaibah dalam al-Mushannaf, 7:557 hadits ke 37909.
[40] HR. al-Hâkim dalam al-Mustadrak, 2:164 hadits ke 2656; al-Nasâ’î dalam al-Sunan al-Kubrâ, 5:165 hadits ke 8575; ‘Abdu al-Razzâq dalam al-Mushannaf, 10:146; al-Thabrânî dalam al-Mu’jam al-Kabîr, 10:257 hadits ke 10598; dan al-Baihaqî dalam al-Sunan al-Kubrâ, 8:179.
[41] HR. al-Thabrâni dalam al-Mu’jam al-Ausath, 4:227 hadits ke 4051; dikutip juga oleh al-Haitsamî dalam Majma’ al-Zawâid, 4:227; Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, dalam Fath al-Bârî, 12:296; dan Imâm al-Syaukânî, dalam Nail al-Authâr, 7:349.
[42] HR. Bukhari dalam al-Shahîh: Kitab Istitâba al-Murtadîn wa al-Mu’ânidîn wa Qitâlihim, Bab: Memerangi Khawarij dan Ahli Bid’ah Setelah Ada Bukti, 6:2539; Muslim dalam al-Shahîh: Kitab al-Zakât, Bab: Khawarij Adalah Makhluk Terburuk, 2:750 hadits ke 1067; Abû Dâwûd dalam al-Sunan: Kitab al-Sunnah, Bab: Memerangi Khawarij, 4:243 hadits ke 4765; al-Nasâ’î dalam al-Sunan: Kitab Tahrîm al-Dam, Bab: Tentang Seseorang yang Menghunus Pedang dan Memamerkannya pada Orang-orang, 7:119-120 hadits ke 4130; Ahmad bin Hanbal dalam al-Musnad, 3:15 hadits ke 11133; Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, 7:557,559 hadits ke 37905; Al-Bazzâr dalam al-Musnad, 9:294, 305 hadits ke 3846; dan al-Thabrânî dalam al-Mu’jam al-Ausath, 6:186 hadits ke 6142, 7:335 hadits ke 7660; dan olehnya dalam al-Mu’jam al-Shagîr, 1:42 hadits ke 33.
[43] HR. Ibnu Hibbân dalam al-Shahih, 1:128 hadits ke 81; dan al-Bazzâr dalam al-Musnad, 7:220 hadits ke 2793.
[44] HR. Thabrânî dalam al-Mu’jam al-Kabîr, 2:167 hadits ke 1685; al-Mundhzirî dalam al-Targhîb wa al-Tarhîb, 3:166 hadits ke 3513; al-Dailamî dalam al-Musnad al-Firdaus, 4:134 hadits ke 6419, dan al-Haitsamî dalam Majma’ al-Zawâ’id, 6:231.
[45] Al-Khalâl, dalam al-Sunnah, hal. 145 hadits ke 110.
[46] Ibid. hadits ke 111.

Tidak ada komentar