Review Misteri Besar Alien Planet Inhabit

Misteri Planet Inhabit

Dan  Allah  menciptakan  apa  yang kamu  tidak  mengetahuinya.  (Qs. An-Nahl 8). Manusia  tidak  pernah  hidup  sendiri,  Allah Ta ala  telah  menciptakan  berbagai  mahluk  yang  kita tidak  bisa  mengetahui  semuanya  apalagi  menghitungnya.  Kemungkinannya  selalu  ada  suatu  mahluk yang  Allah  menciptakannya  mirip  dengan  kita.  Saya yakin  akan  hal  tersebut,  tidak  ada  yang  mustahil, walaupun kita tidak bisa memastikan detailnya. Penulis  tidak  sedang  berbicara  menurut  akal, yang  kadangkala  benar  dan  sering  kali  salah.  

Akan tetapi berbagai  dalil yang  terjamin  kebenarannya  yang menyatakan  kemungkinan  tersebut.  Kita  memang tidak berkepentingan untuk mengetahui semua mahluk itu secara  detail, ayat dan atsar  lebih banyak berbicara secara  global  tanpa  merinci.  Dan  menurut  penulis, itupun sudah cukup untuk menenangkan hati-hati yang bertanya-tanya dan jiwa-jiwa yang penasaran. Sedikitnya  ada  tiga  dalil  yang  menunjukan besarnya kemungkinan itu, Pertama : keumuman ayat, Dan  Allah  menciptakan  apa  yang  kamu  tidak mengetahuinya. (Qs. An-Nahl 8). 

Menurut  pendapat  yang  benar,  ayat  ini berbicara secara  umum  tentang seluruh  ciptaan  Allah, bukan  khusus  tentang  mahluk  yang  ada  dibumi  saja. Bahkan  beberapa  ahli  tafsir  menukil  banyak  riwayat yang  menjelaskan  perihal  sebagian  mahluk-mahluk itu.  

Hanya  saja,  tafsir-tafsir  telah  banyak  bercampur antara  riwayat  yang  lemah  dengan  yang  shahih,  sulit untuk  membedakannya  kecuali  mereka  yang  benar-benar ahli dibidang ini. Syaikh  Mahmud  Syukri  Al-Alusi  rahimahullahu (w.  1342 H) dalam kitabnya  Ma  Dalla „ Alaihi Al-Qur an  Min  Ma  Yadhadhu  Al-Haiah  Al-Jadidah Al-Qawimah Al-Burhan hal. 128, berkata : “Bahkan  tidak  terlalu  jauh  jika  dikatakan  bahwa disetiap  langit  ada  hewan-hewan  dan  mahluk-mahluk lain  dengan  keragaman  bentuk  dan  kondisi  mereka yang  tidak  diketahui  dan  tidak  pernah  disebutkan dalam  khabar  sedikitpun.  Sungguh  Allah  telah berfirman  :  Dan  Allah  menciptakan  apa  yang  kamu tidak mengetahuinya"  (Qs. An-Nahl 8).

Ar-Ruhaaniyuun

Diantaranya  apa  yang  dituturkan  oleh  Syeikh Muhammad  bin  Ahmad  bin  Iyas  al-Hanafi  seorang murid  dari  Imam  ahli  hadits  yang  terkenal  Syaikh Jalaludin  as-Sayuthi  yang  wafat  setelah  tahun  928  H (1522  M)  dalam  kitabnya: Bada i  az-Zuhur  fi  Waqai ad-Duhur. Syaikh menyebutkan sebuah riwayat: “Allah  menciptakan  suatu  bumi  putih  seperti  perak. Ukurannya  30  kali  ukuran   bumi.   (Sebagai  perbandingan  dengan  planet  di  system  Matahari : Merkurius  0,05  kali  massa  bumi,  Venus  0,8  kali,  Mars,  0,1 kali,  Jupiter  uk urannya konon  318 kali  massa bumi,  Saturnus 95 kali, Uranus 14 kali, dan Neptunus 17 kali).

Disana tinggal  berbagai  umat  yang  tidak  pernah  bermaksiat kepada  Allah  sedetik  pun”.  Para  sahabat  bertanya, “Wahai  Rasulullah  apakah  mereka  termasuk  anak Adam? .  Beliau  menjawab,  “Tidak  ada  yang  mengetahui  mereka  kecuali  Allah,  dan  mereka  tidak memiliki pengetahuan tentang Adam”.  Beliau ditanya, “Bagaimana  dengan  Iblis  terhadap  mereka?”.  Beliau menjawab,  “Mereka  tidak  mengetahui  Iblis.  Kemudian  beliau  membaca  firman  Allah,  “Dan  Allah menciptakan  apa  yang  tidak  kamu  mengetahuinya”. (Qs. Nahl 8). Dinukil  dengan lafazh  yang  mirip kisah diatas oleh As-Sam ani dalam Tafsir (1/371), beliau  berkata, “Ini  Khabar  gharib”,  juga  oleh  Ismail  Haqi  dalam Ruhul Bayan–cet Darul  Ihya Ut Turot (5/9),  dan  As-Samarkandi dalam  Bahr  Ulum – cet  Darul  Fikr (2/267) tapi semuanya tanpa sanad. 

Kemudian  Al-Hafizh  Ibnu  Katsir  dalam Tafsirnya  (8/157)  menyebutkan  salah  satu  sanadnya dari Imam Abu Bakar Abdullah bin Muhammad, yang dikenal  dengan  Ibnu  Abi  Dunya  dalam  Kitabnya  At- Tafakur wal Itibar : Menceritakan  kepada  saya  Ishaq  bin  Hatim  Al- Madaini,  menceritakan  kepada  kami  Yahya  bin Sulaiman  dari  Utsman  bin  Abi  Dahras  yang  berkata: telah  sampai  kepada  saya sesungguhnya  Rasulullah shallallahu alaihi  wasallam  datang  dihadapan  para sahabatnya  yang  sedang  terdiam  tidak  berbicara”. Beliau  bersabda,  “Kenapa  kalian  tidak  saling berbicara?”.  Mereka berkata,  “Kami  sedang  mentafakuri  ciptaan  Allah  Azza  wa  Jalla”.  Beliau bersabda,  “Memang  seharusnya  kalian  menafakuri ciptaan  Allah,  dan  tidak  memikirkan  tentang  Dzat Allah.  Sesungguhnya  di  arah  barat ini ada  bumi  yang berwarna  putih,  cahayanya  adalah  warna  putihnya. Perjalanan  matahari  40  hari. Didalamnya  ada  mahluk ciptaan  Allah  Ta ala  yang  tidak  bermaksiat  kepada Allah  sedikit  pun”.  Mereka  bertanya,  “Bagaimana syaitan  terhadap  mereka?”.  Beliau  menjawab, “Mereka  tidak  mengetahui  syaitan  telah  diciptakan atau  tidak?”.  Mereka  bertanya  lagi,  ”Apakah  mereka termasuk  anak  Adam?”.  Beliau  menjawab,  “Mereka tidak  mengetahui  apakah  Adam  pernah  diciptakan atau tidak?”.

Kemudian  Ibnu  Katsir  berkata,  “Hadits  ini mursal dan munkar sekali”.

Penulis  kemudian  menemukan  bahwa  Abu Syaikh  dalam  Al-Adzamah  mengeluarkannya  juga dari dua jalan lain, pertama pada no. 924 : Menceritakan  kepada  kami  Abu Al-Abbas Al-Harawi, menceritakan  kepada  kami  Muhammad  bin  Ziyad  al-Ziyadiy.  Menceritakan  kepada  kami  Mu tamar  dari Mughiroh  bin  Salamah  yang  berkata:  mencerita-kan kepada  saya  Abu  Umayyah  maula  Syubrumah  dan namanya  Al-Hakam dari sebagaian para  imam Kufah: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sampai kepada sebagian  sahabatnya  yang  sedang  terdiam”.  Beliau bersabda,  “Kenapa  kalian  tidak  berbicara?”.  Mereka berkata,  “Ya  Nabi  Allah  shallallahu alaihi  wasallam kami  sedang  memandang  ke  arah  matahari  dan  kami sedang mentafakurinya. Dari mana  ia datangnya? Dan kemana  ia  perginya?.  Dan  kami  sedang  mentafakuri ciptaan  Allah  Azza  wa  Jalla”.  Beliau  bersabda, “Memang  seh arusnya  kalian  mentafakuri  ciptaan Allah  dan  tidak  memikirkan  tentang  Dzat  Allah. Sesungguhnya  Allah  Tabaroka  wa Taala  menciptakan  diarah  barat  bumi  yang  putih.  Putih cahayanya,  atau  cahaya-nya  itu  yang  membuatnya putih.  Perjalanan  matahari  40  hari.  Didalamnya  ada mahluk  dari  mahluk  ciptaan  Allah  Azza  wa  Jalla.

Mereka  tidak  bermaksiat  kepada  Allah  sedikitpun”. Ditanyakan  kepada  beliau,  “Ya  Nabiyallah,  apakah mereka  termasuk  anak  Adam?”.  Beliau  menjawab, “Mereka  tidak  mengetahui  bahwa  Adam  pernah diciptakan  atau  tidak”.  Dikatakan  kepada  beliau,  “Ya Nabiyallah, bagaimana dengan Iblis kepada  mereka?”. Beliau  menjawab,  “Mereka  tidak  pernah  mengetahui Iblis pernah diciptakan atau tidak”. Lalu pada no. 922 : Menceritakan  kepada  kami  Ahmad  bin  ja far  bin Nashr  al-Jammal.  Menceritakan  kepada  kami Muhammad  bin  Janzuwaih,  menceritakan  kepada kami  Abu  Al-Aswad  An-Nadhr  bin  Abdul  Jabar. Mencerita-kan kepada  kami  Maslamah  bin Ulay  dari Abdurrahman  al-Khurasani  dari  Muqatil  bin  Hayyan dari  Muhammad  bin  Ka ab  al-Quradhi  dari  Abu Hurairah  radhiyallahu anhu  dari  Rasulullah  shallallahu  „alaihi  wasallam :  Sesungguhnya  Allah  Ta ala menciptakan sebuah bumi di seberang bumi kalian ini. Putih adalah sinar dan cahayanya, dan jaraknya adalah perjalanan matahari  kalian ini  40 hari. Perawi  berkata, “Maksud  Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  yaitu semisal  besar  dunia  ini  40  kalinya”.  Didalamnya  ada hamba  Allah  Ta ala  yang  tidak  bermaksiat  sedikitpun”.  Ditanyakan,  “Ya  Rasulullah,  apakah  mereka termasuk  malaikat?”.  Beliau  menjawab,  “Bahkan mereka  tidak  mengetahui  kalau  Allah  menciptakan malaikat”.  Beliau  ditanya  lagi,  “Lalu  apakah  mereka termasuk  anak  turun  Adam?”.  Beliau  menjawab, “Bahkan  mereka  tidak  mengetahui  kalau  Allah menciptakan  Adam”.  Ditanyakan  lagi,  “Kalau  demikian,  apakah  mereka  termasuk  anak  turun  Iblis?”.

Beliau  menjawab,  “Bahkan  mereka  tidak  mengetahui kalau Allah menciptakan Iblis”. Lalu mereka bertanya, “Lantas  siapa  mereka,  ya  Rasulullah?”.  Beliau  men jawab,  “Mereka  adalah  kaum  yang  disebut Ar-Ruuhaaniyyuun.  Allah  Azza  wa  Jalla  menciptakan mereka dari cahaya sinar-Nya”. (Disebutkan  dalam  Kanzul  Ummal  no.  29843,  Imam  Al-Albani  dalam  Silsilah  Adh-Dhaifah  no.  5739  mengatakan bahwa riwayat ini maudhu. Syaikhul  Islam  Ibnu  Taimiyah  mengatakan  dalam  Bagyatul)

Menurut  penulis,  walaupun  dengan  tambahan dua  jalan  inipun,  tetap  saja  hadits  ini  tidak  shahih. (Murtad  (hal  230)  bahwa  hadits  ini  maudhu  menurut kesepakatan  para  ulama, yaitu  menurut saya  jika  dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam).

Penisbatan  kepada  sebagian  perkataan  salaf  agaknya lebih  tepat  daripada  memarfukannya  kepada Rasulullah  shallallahu alaihi  wasallam.  Dan  ternyata memang  demi-kian adanya sebagaimana diriwayatkan oleh Abdulloh bin Ahmad bin Hambal dalam kitab Al- Zuhud (No.  1589),  begitu pula Abu  Syaikh dalam  Al-Adzamah  (no.  921)  yang  meriwayatkan  hadits  diatas tidak  secara  marfu  kepada  Rasulullah  shallallahu alaihi wasallam melainkan justru dari perkataannya Aun bin Abi Syadad. Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata : Menceritakan  kepada  saya  Nashr  bin  Ali,  menceritakan  kepada  kami  Nuh  bin  Qais.  Menceritakan kepada  saya  Aun  bin  Abi  Syadad  yang  berkata : “Sesungguhnya  Allah  Tabaroka  wa  Ta ala  men ciptakan  diarah  terbenamnya  matahari,  bumi  yang putih,  cahayanya  itulah  yang  (menyebabkan)  putih, didalamnya  ada  kaum  yang  tidak  melakukan kemaksiatan  kepada  Alloh  Tabaroka  waTa ala sedikit-pun”. Abu Syaikh berkata : Menceritakan  kepada  kami  Al-Harawi,  menceritakan kepada  kami  Ubaidullah,  menceritakan  kepada  kami Nuh bin Qais  al-Hudani yang  berkata: aku mendengar Aun bin  Syadad  berkata: “Sesungguhnya Allah Ta ala menciptakan  bumi  yang  putih,  cahayanya  itulah  yang (menyebabkan)  putih,  diarah  terbenamnya  matahari, didalamnya  ada  kaum  yang  tidak  mengetahui  sesungguhnya Alloh Azza wa Jalla dimaksiati dibumi”. Sebagian  salaf  menyebut  penghuni  bumi  yang putih  itu  sebagai ruhaniyun.  Yang  dimaksud  adalah mahluk yang  disebut 

“Ruh” dalam  Surat an Naba ayat 38 : “Pada  hari  ketika  ruh  dan  para  malaikat  berdiri bershaf-shaf”. Ruh  ini  konon  memiliki  bentuk  seperti  Bani Adam,  mereka  makan  dan  minum  seperti  kita.  Abu Syaikh  meriwayatkan  hal  ini  (no.  410)  dari  perkataannya Mujahid rahimahullahu :

Menceritakan  kepada  kami  Al-Walid,  menceritakan kepada kami Ahmad bin „Isham, menceritakan  kepada kami  Abu  „Amr  menceritakan  kepada  kami  Sufyan dari  Ibn  Abi  Najih  dari  Mujahid  Rahimahullahu Ta ala:  “Ruh  itu  diciptakan  dalam  rupa  anak  Adam. Mereka makan dan minum”. Dikeluarkan  pula  oleh  Abu  Syaikh  pada  (no. 402),  Abu  Nu aim  dalam  Hilyatul  Aulia  (3/290)  dan Ibn  Jarir  dalam  Tafsir  (24/176),  semuanya  dari  arah Sufyan  sebagaimana  diriwayatkan  Abu  Syaikh.  Ibn Jarir  dihalaman  yang  sama  mengeluarkannya  dari jalan yang lain kepada Mujahid semisal lafazh diatas. Dalam riwayat lain Mujahid berkata,

“Ruh  itu  makan,  dan  mereka  memiliki  tangan,  kaki dan kepala. Tapi mereka bukan malaikat”. Lafazh  ini  disebutkan  Abdurrazaq  dalam

Tafsir  (no.  3469–Darul  Kutub  Ilmiyah).  Lihat  pula Ibnu Jarir dalam Tafsirnya (24/176) semisal ini. Aku  pikir  kisah  tentang  Ruh  ini  shahih  dari perkataan  Mujahid  dengan  banyaknya  jalan  kepadanya,  bahkan  telah  shahih  pula  dari  Ibnu  Abbas radhiyallahu   anhu  sebagaimana  dikatakan  Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (8/402):

“Dan  sungguh  telah  diriwayatkan  oleh  Ibnu  Ishaq dalam  Tafsirnya  dengan  isnad shahih  dari Ibnu  Abbas yang  berkata:  Ar-Ruh  itu  dari  Allah  dan  salah  satu mahluk  dari  mahluk  Allah,  sedangkan  bentuknya sebagaimana Bani Adam”. Beberapa  salaf  lainnya  mengatakan  hal  yang sama  tentang  ruh,  diantaranya  Abu  Shalih  yang berkata, “(ruh  itu)  Mirip  manusia  tapi  tidak  termasuk manusia”.  (HR.  Abu  Syaikh  no.  403  dan  Ibn  Jarir 24/176).

Sebagian  lagi  menginformasikan  bahwa jumlah  Ruh  ini  sangat  banyak  sekali,  bahkan  jauh melebihi  mahluk-mahluk  yang  kita  kenal  seperti malaikat, jin, setan dan manusia. Mereka mengatakan,

“Jin, manusia,  malaikat  dan  setan  tidak  mencapai sepersepuluh  ruh”.  (Abu  Syaikh  no.  397  dari  perkataan  Abdullah  bin  Buraidah,  tapi  dalam  sanadnya ada kelemahan). Demikianlah  yang  sampai  kisahnya  tentang ruhaniyun ini  dari  para  ulama  salaf,  dan  hanya  Allahlah  yang  mengetahui  kebenaran-nya. Tapi  intinya

dari  pembicaraan  ini  adalah  bahwa  ayat  : Dan Allah  menciptakan  apa  yang  kamu  tidak  mengetahuinya. (Qs.  An-Nahl  8),  sama  sekali  bukan dimaksud  hanya  mahluk  di  bumi  saja,  melainkan dapat  dipahami  secara  global.  Dan  ini  sudah cukup sebagai argumen
.
Kedua : Keumuman ayat, “Dan di antara  ayat-ayat  (tanda-tanda  kekuasaan)-Nya ialah  menciptakan  langit  dan  bumi  dan  segala  yang Dia  sebarkan  pada  keduanya  (langit  dan  bumi)  dari makhluk-makhluk  yang melata (Dabbah).  Dan  Dia Maha  Kuasa mengumpulkan  semuanya  apabila dikehendaki-Nya”. (Qs. Asy-Syuura 29). Ayat  ini  dapat  dikatakan  berbicara  secara global, sebab benda-benda yang  berada  diantara langit bumi  termasuk  pula  didalamnya  bumi,  juga  planet-planet,  bintang-bintang,  galaksi-galaksi  dan  benda- benda  lainnya  yang  beraneka  ragam  bentuknya sebagai-mana  banyak  diteliti  oleh  para  ilmuwan. Sedangkan dabbah

ini  walaupun  makna  asalnya hewan  yang melata,  tapi  kadangkala  bermakna  umum termasuk  mahluk  berakal  seperti  manusia  dan  jin, sebagaimana dalam sebuah ayat,

“Dan  kalau  sekiranya  Allah  menyiksa  manusia disebabkan  usahanya,  niscaya  Dia  tidak  akan meninggalkan  di  atas  permukaan  bumi  suatu dabbah pun  akan  tetapi  Allah  menangguhkan  (penyiksaan) mereka,  sampai  waktu  yang  tertentu;  maka  apabila datang ajal  mereka,  maka  sesungguhnya  Allah  adalah Maha  Melihat  (keadaan)  hamba-hamba-Nya”.  (Fathir 45). Al-Baghawi  dalam  Tafsir  (7/427)  berkata tentang dabbah dalam ayat diatas, (maksud  firman  Allah)  “ dari  Dabbah ”yaitu sebagaimana di zamannya  Nuh,  dimana  Allah  membinasakan setiap apa yang dipermukaan bumi kecuali siapa yang ada dalam perahu Nuh”. Syaikh  Mahmud  Syukri  Al-Alusi  rahimahullahu (W.1342 H) dalam kitabnya  Ma  Dalla Alaihi Al-Qur an  Min  Ma  Yadhadhu  Al-Haiah  Al-Jadidah Al-Qawimah  Al-Burhan  hal.  128,  berkata  menjelaskan Surat Asy-Syuura ayat 29 diatas : “Ayat  ini  secara  jelas  mengisyaratkan  keberadaan hewan-hewan  di  langit,  sebab  mahluk  melata (Dabbah) tidak  mencakup  malaikat,  dan didalam  ayat lain  pun  mahluk  melata  ini  malah  disandingkan dengan malaikat, yaitu firman Allah : “Dan  kepada  Allah  sajalah  bersujud  segala  apa  yang berada  di  langit  dan  segala  apa  yang  dibumi,  darimahluk  melata  (Dabbah)  dan  (juga)  para  malaikat” (Qs. An-Nahl 49). Bahkan  tidak  terlalu  jauh  jika  dikatakan  bahwa disetiap  langit  ada  hewan-hewan  dan  mahluk-mahluk lain  dengan  keragaman  bentuk  dan  kondisi  mereka yang  tidak  diketahui  dan  tidak  pernah  disebutkan dalam  khabar  sedikitpun.  Sungguh  Allah  telah berfirman  : Dan  Allah  menciptakan  apa  yang  kamu tidak mengetahuinya .(Qs. An-Nahl 8)”. Syaikh  Al-Alusi  rahimahullahu  bahkan menduga  sebagian  dari dabbah langit  itu  adalah mukallaf (dibebani  kewajiban  beragama),  beliau melanjutkan : “Seandainya  kita  menerima  adanya  hewan-hewan langit,  maka  ayat  ini  lebih  lanjut  menunjukan  bahwa jenis-jenis  yang  berakal  diantara  hewan-hewan  langit itu  pun  dibebani  dengan  kewajiban  sebagai mukallaf. Hal  ini  diisyaratkan  lewat  firman  Allah  selanjutnya, “Dan Dia Maha  Kuasa mengumpulkan  semuanya apabila dikehendaki-Nya ”. (Qs. Asy-Syuura 29), yaitu mengumpulkan  mereka  setelah  dibangkitkan  untuk dihisab.  Dan  sudah  maklum  adanya  bahwa  mahluk yang  tidak  dibebani  kewajiban  agama (ghaira mukallaf)  tidak  ikut  dikumpulkan  dihari  kiamat kelak. (Kitab ini ditakhrij hadits-haditsnya secara ringkas oleh  Al-Muhadits  Abad ini, Syaikh Nasiruddin Al-Albanirahimahullahu. Dan syaikh tidak  mengomentarinya,  seolah-olah setuju akan hal ini).

Buraq Dalam hadits  pun, terdapat  keterangan tentang adanya  binatang  melata  (dabbah)  selain  dari dabbah bumi  yang  kita  kenal.  Dalam  kisah  Isra  miraj,  Nabi kita  shallallahu alaihi  wasalam  menjumpai dabbah yang  disebut  Buraq  yang  dibawa  Jibril  alahi  salam. Rasulullah  shallallahu   alaihi  wa  salam  menggambarkan  Buraq  ini  adalah dabbah (hewan  melata)  yang digunakan  sebagai  kendaraan  para  Nabi.  Beliau shallallahu  alaihi wasalam bersabda  : “Telah  didatangkan  padaku  Buraq,  ialah Dabbah (binatang  melata)  yang  berwarna  putih  bentuknya lebih  besar  dari  pada  keledai  dan  lebih kecil daripada beghal.  Ia meletakan kakinya  sejauh  pandangan  matanya.  Aku  menaiki  binatang  ini  yang  membawaku sampai di Baitul Maqdis, lalu ku ikat ia pada lingkaran yang  biasanya  digunakan  oleh  para  Nabi  untuk mengikat  binatang  tunggangannya.  Kemudian  aku masuk  ke  dalam  mesjid  dan  mengerjakan  shalat  dua rakaat”. (Dikeluarkan oleh Ahmad (3/148) no. 12527, Muslim (1/145) no.  162,  Abu  Ya la  (6/109)  no.  3375  dan  (6/216)  no.  3499, Ibnu Abi Syaib ah (7/333) no. 36570 dan Abu Awanah (1/113) no. 344).

Dalam lafazh lain : “Didatangkan  kepadaku dabbah yang berbentuk lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada beghal, langkahnya  sejauh  pandangan  matanya.  Aku menungganginya dengan disertai Jibril alaihi salam”. Buraq  ini  adalah  contoh Dabbah yang  sebelumnya  asing  bagi  kita,  andai tidak  ada  peristiwa  Isra Mi raj  niscaya  kita  tidak  mengetahuinya. Ini  sebagai gambaran  saja  kemungkinan  betapa  banyak dabbah-dabbah lainnya  yang  kita  tidak  mengetahuinya. Ada sebagian orang menganggap Dabbah yang bernama  Buraq  ini  adalah  sebuah  wahana  antariksa seperti  pesawat  atau  piring  terbang.  Ini  penafsiran yang  keterlaluan  dan  mengabaikan  berbagai  lafazh yang  menerangkan  bahwa  Buraq  ini  benar-benar seekor  binatang  (dabbah).  Diterangkan  dalam  hadits diatas  Nabi  shallallahu alaihi  wasallam  mengikatnya sebagaimana  kuda  diikat dipasak  berbentuk lingkaran. Dalam satu riwayat,  cara menghentikan  Buraq ini  pun sama sebagaimana menghentikan kuda biasa,

Dikeluarkan oleh Nasai dalam Sunan Al-Mujtabi no. 4 50.

“Sesungguhnya  pada  malam  Isra ,  Nabi  shallallahu alaihi  wasallam  bertemu  dengan  Nabi  Musa alaihi sallam  yang  sedang  sholat  didalam kuburnya.  (Anas) berkata :  Ketika  itu  Rasulullah  shallallahu alaihi  wasallam  sedang  naik  Buraq.  Beliau  bersabda,  “Kemudian  aku  menghentikan  kuda  (buraq)  atau  beliau berkata, “ Dabbah” dengan  cara bil  halqah(memutar)”. (Al-Isra  wal Mi raj  wa Dzikru  Ahaditsihima  wa Takhrijuhawa  Bayan  Shahihima  min Saqimiha  karya  Imam  Al-Albani hal. 51).  Dalam  riwayat  lain,  beliau  menghentikannya dengan cara al-harabah (mengenjot). (Al-Khashaish al-Kubra (1/259) karya Imam Sayuthi).

Dalam riwayat lain : “Suatu  ketika  ketika  sedang  shalat  isya  di  Mekkah, Jibril  datang  kepada  ku  dengan  seekor Dabbah berwarna  putih,  yang  lebih  tinggi  dari  keledai  danlebih  pendek  dari  bighal,  aku  pun  menaikinya.  Tiba-tiba  ia  meronta  dan  merasa  sukar  berjalan  sehingga jibril mengujinya dengan memegang dua telinganya”. Dalam riwayat lain : “Aku  dibawakan  buraq,  lalu  aku  naik  dibelakang jibril,  maka  ia  pun  terbang  melesat  membawa  kami berdua.  Ketika  ia  naik,  kedua  kaki  belakangnya  ikut (Thabrani  dalam  Mu jam  Al-Kubro  (7/282)  no. 7142,  Ibnu Abi  Hatim sebagaimana  disebutkan  dalam  Tafsir Ibnu  Katsir (1/581)  dan  Baihaqi  dalam  Ad -Dalail  (2/355-357),  lalu  dia menshahihkannya. Hadits ini ada kelemahannya). terangkat,  dan  ketika  ia  menukik  turun,  kedua  kaki depannya terangkat”. (Dikeluarkan  Al-Hakim  dalam  Al-Mustadrak  (4/648)  no. 8793 – ini  lafazhnya, Al-Bazzar  (5 /14)  no.  1568,  Abu  Ya la (8/449)  no.  5036,  Thabrani  (1 0/69)  no.  9976,    Al-Harits (1/166)  no. 22 – al-Baghyat,  dan  Abu  Nu aim  dalam  Al - Hilyah (4/234). Al-Haitsami berkata, “Rijalnya rijal shahih”). Itu  semua  menunjukan  bahwa  Buraq  benar-benar  hewan  melata (Dabbah),  tidak  bisa  ditakwilkan kepada  yang  lainnya.  Mungkin  yang  menjadi penyebab  orang-orang  menduga  Buraq  ini  adalah pesawat  super  canggih,  adalah  karena  kecepatannya yang  luar  biasa.  Dalam  hadits  yang  telah  lalu disebutkan  “langkahnya  sejauh  pandangan  matanya”. Sedangkan dalam hadits yang lain : “Telah  datang  (Jibril)  bersama  Buraq, Dabbah yang berwarna putih dan panjang (dalam  riwayat Tirmidzi  : punggungnya  terhampar  seperti  ini).  Langkahnya sejauh  pandangan  matanya,  sehingga  aku  dan  Jibril merasa  seakan-akan  belum  menyentuh  punggungnya, tiba-tiba sudah sampai di Baitul Maqdis”. (Al-Isra  wal Mi raj wa Dzikru Ahaditsihima wa  Takhrijuhawa  Bayan  Shahihima  min  Saqimiha  karya  Imam  Al-Albani rahimahullahu hal. 62). Memang bisa  jadi kalau  Buraq  ini dilihat oleh orang-orang  zaman  sekarang,  niscaya  mereka menyangkanya  piring  terbang  (sebab  sebagian  besar mereka  tercemar  film  Hollywood)  karena  kecepatannya.  Dalam  kisah  Isra  Mi raj  di sebutkan sebagian  Kafilah  Quraisy  yang  meyaksikan  lintasan Buraq  pun  kaget  setengah  mati,  sampai  mematahkan kaki  untanya.  Rasulullah  shallallahu  alaihi  wasallam bercerita,

"Ketika  kami  berangkat,  di  dalam  perjalanan  aku berjumpa  dengan  kafilah  suku  Quraisy  yang  membawa  bahan  pangan.  Bahan  pangan  itu  dikemas  didalam dua karung berwarna hitam dan putih. Pada saat kami  sedang  berhadapan  dengan  kafilah  tersebut, kami  langsung  belok  dan  menghindari  mereka.  Tiba-tiba,  saking  kagetnya  salah  seorang di  antara kafilah itu  terbanting  dan  kaki  untanya  patah.  "Peristiwa semalam  telah  lewat,  dan  ketika  pagi  hari  tiba Rasulullah  shallallahu  „alaihi  wasallam  memberitahukan peristiwa yang telah  dialaminya.  Sampailah  berita itu  ke  telinga  orang-orang  musyrik,  lalu  mereka mendatangi  Abu  Bakar  dan  bertanya,  "Wahai  Abu Bakar,  sudahkah  kamu  mengetahui  apa  yang  terjadi dengan  sahabatmu? Katanya dia mendatangi suatu tempat  yang  hanya  ditempuh  dengan  perjalanan pulang-pergi  selama  satu  malam.  Padahal, tempat itu lazimnya ditempuh dengan perjalanan  satu  bulan. "Abu Bakar  berkata, "Jika yangmengatakan berita itu dia  (Muhammad)  aku  pasti  membenarkan. Bahkan yang lebih jauh dari  itu  pun  aku  pasti  membenarkan, karena  aku  percaya  berdasarkan  kabar langit. "Selanjutnya, orang-orang musyrik bertanya kepada Rasulullah  shallallahu  „alaihi  wa  sallam,  "Apakah bukti  kebenaran  ucapanmu?"  Rasulullah  shallallahu alaihi  wasallam  menjawab, "Aku  bertemu  dengan kafilah  suku  Quraisy di tempat ini dan itu. Ketika kami sedang  berdekatan,  aku  berbelok  dan  menghindari unta-unta  mereka. Di antara unta itu, ada yang membawa karung berwarna hitam dan putih.  Saking kagetnya, unta itu terbanting dan patah kakinya." Pada saat  kafilah  suku  Quraisy  datang,  orang-orang musyrik  bertanya  kepada  kafilah  itu. Kemudian kafilah suku Quraisy itu pun bercerita seperti apa yang diceritakan  oleh  Rasulullah  shallallahu  alaihi  wa sallam”. Penulis  merekomendasikan dua buah buku untuk mengetahui lebih luas Kisah Isra Miraj Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang menakjubkan itu. Yaitu Kitab Al-Isra wal Miraj wa Dzikru ahaditsihima wa Takhrijuha wa  Bayan Shahihima min Saqimiha karya Imam Al-Albani rahimahullahu dan Kitab Al-„Ayah al-Kubro fi Syarh Qishshah al- Isra karya Imam Suyuthi rahimahullahu.

Ketiga : Penghuni langit

Beberapa  sumber  dalam  Islam  menyebut istilah  “Penghuni  langit”.  Sedangkan  langit  dalam bahasa Arab  kadang berarti setiap sesuatu yang tinggi. Ibnu  Qutaibah  berkata:  “Setiap  yang  ada  di  atasmu disebut langit”.  Jadi arti matahari  dan bulan berada di langit,  yaitu  berada  di  ketinggian,  atau  di  arah  langit. Sebagaimana  di  dalam  firman  Allah  Azza  wa  Jalla yang menceritakan tentang hujan :

Hadits  ini  diriwayatkan  oleh  Ibnu  Abi  Hatim,  seperti tersebut  di  dalam  kitab  Tafsir  Ibnu  Katsir  (5/14),  kisah  ini memiliki banyak penguat dari riwayat yang lain.

"Dan  Kami  turunkan  air  yang  membawa  berkah  dari langit (ketinggian)". (Qaf: 9). Ini  artinya  apa  yang ada di planet-planet lain selain  bumi  dan  andaikata  benar  ada  penghuninya, maka  mereka  bisa  disebut  Penghuni  Langit  dalam pandangan manusia. Misalkan  dalam  suatu  hadits,  Rasulullah shallallahu  alaihi wasalam bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya, serta para penghuni langit  dan  bumi,  bahkan  semut  yang ada  di  dalam  lubangnya dan  juga  ikan,  akan mendo'akan orang yang mengajarkan kebaikan kepada ummat manusia". (HR. Tirmidzi  no. 2685, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Misykat no. 213). Pada  Hadis  diatas,  Rasulullah  shallallahu alaihi  wasalam  membedakan  antara  Malaikat  dengan Penghuni  Langit.  Siapakah  yang  dimaksud  dengan Penghuni Langit dalam hadits diatas ?.

Menurut  penulis  Kitab  Mirqatul  Mafatih (1/298),  Tuhfatul  Ahwadzi  (7/379)  dan  Mir atul, maksud dari kata“ ”dalam Mafatih  (1/319) malaikat

(Penulis  Kitab  Al-Mir ah  adalah  Syaikh  Ubaidullah  Al - Mubarakfuri  (w. 1414 H),  Kitab  at-Tuhfah  adalah  Syaikh Muhammad  Abdurahman  Al-Mubarakfuri  (w. 13 53 H),  dan Kitab Al-Mirqah adalah Syaikh Ali Al-Qari (w. 1014 H)).

hadits diatas adalah malaikat  yang  didekatkan  seperti malaikat  yang  memikul  Arsy.  Sedangkan  yang dimaksud “

”yaitu  para  malaikat dan  Penghuni  langit secara  umum.  Jadi  tidak  ada  dalam  pemahaman ulama,  bahwa  “penghuni  langit”  dalam  hadits ini maksudnya alien atau sesuatu selain malaikat. Namun,  jika  kita  bersikeras  bahwa  makna penghuni  langit  tersebut  bisa  juga  termasuk  mahluk yang  lain  selain  malaikat,  maka  bolehlah  kita berpegang  dengan  keumuman  hadits  diatas.  Wallahu alam.

Contact With Alien Civilizations

(Penulis  meniru  judul  dari  buku  karya  Michael  A.G. Michaud  yang  berjudul  Contact  With  Alien  Civilizations,diterbitkan  tahu n  2007  oleh    Springer  Science+Business Media, LLC – USA)

Lalu  seandainya  kita  sepakat  kemungkinan adanya  mahluk  berakal  lain  selain  manusia,  malaikat atau  jin  di  tempat  yang  tidak  kita  ketahui,  lantas muncul  pertanyaan,  “Apakah  mungkin  terjadi  hubu -

ngan penghuni bumi dengan mereka?”. Jawaban  yang  benar  menurut  saya  adalah, “Tidak mungkin”. Dengan alas an :

Pertama, tidak  adanya dalil akan hal tersebut, padahal  Rasulullah  shallallahu  alaihi  wasallam  telah menyampaikan  semua  hal  yang  dibutuhkan  umatnya bahkan  sampai  cara  buang  air  sekalipun.  Apalagi  ini menyangkut  sebuah peristiwa  besar:  “contact”  dengan alien.  Abu  Dzar  Al-Ghifari  radhiyallahu anhu  mengatakan :  “Rasulullah  shallallahu   alaihi  wasallam  meninggalkan  kami  dan  tak  ada  seekor  burung  yang mengepakkan  kedua  sayapnya  di  udara  melainkan beliau  menyebutkan  kepada  kami  ilmu  tentangnya.”

(HR.  Thabrani  dalam  Mu jamul  Kabir  (2/155)  no. 1647 dan sanadnya shahih).

Kedua, tercakup keumuman ayat tadi, Dan  Allah  menciptakan  apa  yang  kamu  tidak mengetahuinya. (Qs. An-Nahl 8).

Dalam sebuah  hadits qudsi : Allah Ta ala berfirman :“Wahai Jibril!  Sesungguhnya Aku  telah  menciptakan  beribu-ribu  umat  tidak  satu pun umat dari padanya mengetahui bahwa  Aku  telah menciptakan  umat  selain dia. Aku  tidak perlihatkan gemerciknya suara al-luh mahfudz  (lantaran banyaknya umat-umat –pen),  bahwasannya perintah-Ku kepada  sesuatu  yang  hendak Aku ciptakan hanyalah dengan  mengucapkan  kata “kun” (jadilah) maka terciptalah apa yang Aku kehendaki dan tidak mungkin  bahwa  huruf  “Kaf”  mendahului  huruf “Nun”. (HR. Ad-Dailami (3/184) no.4504). Tapi  riwayat  ad-Dailami  ini  lemah.  Menurut sebagian ulama,  dengan dinukilnya  hadits ini sendirian oleh Ad-Dailami sudah cukup untuk membuktikan kelemahan hadits yang dimaksud.

Ketiga, ketidakmungkinan  itu  karena  jauhnya jarak  antar  planet  yang  kemungkinan berpenghuni. Bahkan  dengan  kecepatan  cahaya  sekalipun,  jarak  itu akan  sangat  jauh. Memang benar Islam tidak  pernah menafikan akan  bisanya  sebuah  pesawat  luar angkasa hilir  mudik  diantara  planet-planet  (ini akan  dijelaskan nanti).  Akan  tetapi  pesawat-pesawat  semacam  itu memiliki  keterbatasan dan  kelemahan.  Sedangkan kecepatan  cahaya saja bagi teknologi  manusia  hanya ada  dalam  film-film  Holywood, apalagi  untuk kecepatan lebih dari itu.

“Malaikat-malaikat dan ruh naik menghadap (Ruh dalam ayat ini maksudnya Jibril, wallahu alam). kepada Tuhan  dalam sehari  yang kadarnya lima  puluh ribu tahun” (Qs. Al-Ma arij 4). Ayat  diatas  sebagai  contoh  saja,  betapa jauhnya  apa  yang  harus  ditempuh  dalam  mengarungi perjalanan  langit  dalam  ukuran  manusia.  Dan pengetahuan  modern  pun  membenarkan  apa  yang disebutkan nash.

Keempat, Para  ilmuwan  dunia  juga  tidak memiliki Sulthon (kekuatan)  untuk  melakukan perjalanan langit, sebagaimana dalam ayat: “Hai  jemaah  jin  dan  manusia,  jika  kamu  sanggup menembus  (melintasi)  penjuru  langit  dan  bumi,  maka lintasilah,  kamu  tidak  dapat  menembusnya  melainkan dengan sulthon (kekuatan)” (Ar-Rahman 33).

Ketiadaan Sulthon ini  mencakup  ketiadaan kekuatan  tubuh  manusia  dalam  mengarungi  angkasa. Para  astronot  yang  pernah  melakukan  perjalanan angkasa  menceritakan  berbagai  kesulitan  manusia menyesuaikan  diri  dengan  kondisi  tanpa  gaya  tekan gravitasi,  tanpa  makanan yang  normal,  tekanan  debu-debu  radiasi  kosmik,  dan  lain  sebagainya  terhadap tubuh-tubuh  mereka.  Banyak  sekali  astronot  yang mengalami Space  Adaptasi  Syndrome, mereka  tiba- tiba merasa terbalik, bahkan kesulitan merasakan letak lengan dan kaki  mereka sendiri  (disorientasi). Mereka juga  bisa  mengalami  kebutaan  akibat  dari  radiasi kosmik.  Sementara  volume  darah  menjadi  berkurang, dan  tulang  mengalami  perpanjangan  yang  bias berakibat  berat.  Jangan  dilupakan,  cahaya  dari bintang-bintang  yang  tidak  teratur  bisa  menyebabkan berbagai efek negatif yang membahayakan jiwa. Itu yang dialami astronot yang hanya  beberapa hari  dan bulan  saja  berada  diangkasa,  bagaimana  jika mereka  harus  menempuh  perjalanan  angkasa bertahun-tahun atau puluhan tahun?.

Kelima, andaikata  mereka  memiliki sulthon (kekuatan)  untuk  melintasi  langit,  maka  mereka  akan menemukan  banyak  sekali  kesulitan  lain  ketika melakukan perjalanannya. Berbagai  macam benda dan
 
berbagai  isi  alam  semesta  yang  kita  tidak  mengetahuinya  seolah-olah  menjaga  dengan  ketat  langit  dan bumi.  Ambil  contoh  saja  beberapa  lapisan  yang melapisi  bumi  seperti  atmosfer,  lepas  dari  itu  mereka akan  bertemu  sabuk  asteroid,  lalu  akan  bertemu

Kuiper  Belt,  lalu  Awan  Oort  diperbatasan  tata  surya, lalu  lapisan  antar  bintang  yang  kita  tidak mengetahuinya,  lalu  lapisan  antar  galaksi,  radiasi debu-debu  kosmik,  mungkin  juga  black  hole  dan  lain sebagainya.

Bahkan telah datang firman Allah melanjutkan ayat sebelumnya :

“Kepada  kamu,  (jin  dan  manusia  yang  mencoba melintasi  langit)  dilepaskan  nyala  api  dan  cairan tembaga  maka  kamu  tidak  dapat  menyelamatkan  diri (daripadanya)” [Ar -Rahman 35].

Ini peringatan  bagi  manusia  dan jin perihal bakal banyaknya  rintangan  yang  akan  dihadapi  jika ingin mencoba melintasi langit.

Keenam, kita  sudah  mengetahui  bagaimana teknologi  manusia  dibumi  saat  ini  tidak  mampu membuat  kendaraan  yang  bisa  membawa  mereka menuju  planet-planet  inhabit  diluar  tata  surya  kita. Lalu  kenapa kita selalu  menyangka  bahwa  para penghuni  planet-planet  yang  lain  itu  kalau  pun mereka  ada  selalu  lebih  maju  dari  kita?,  sehingga mereka  bisa  mengunjungi  kita?.  Sedangkan  Allah Taala berfirman, “Dan  sesungguhnya  telah  Kami  muliakan  anak–anak Adam,  Kami  angkut  mereka  di  daratan  dan  di  lautan, Kami  beri  mereka  rezeki  dari  yang  baik-baik  dan Kami  lebihkan  mereka  dengan  kelebihan  yang sempurna  atas kebanyakan  makhluk  yang  telah  Kami ciptakan” (QS. Al-Israa 70). Imam  Al-Baghawi  rahimahullahu  dalam Tafsirnya  Ma alimu  Tanzil  (3/145–Dar  Ihyaut Turots) berkata : “Dan  dhahir  ayat  itu  menunjukan  sesungguhnya manusia  diutamakan  atas  kebanyakan  dari  ciptaan Allah  bukan  dengan  tiap-tiap  ciptaan.  Berkata sebagian  orang,  “Diutamakan  atas  semua  mahluk kecuali malaikat”, al-Kalbi  berkata, “Diutamakan  atas mahluk  semuanya kecuali sebagian kecil dari malaikat

yaitu  Jibril,  Mikail,  Israfil,  Malaikat  Maut  dan  yang semisal  mereka”.  (Al-Baghawi  berkata:)  Dan  dalam masalah  keutamaan  para  malaikat  atas  manusia, terdapat  ikhtilaf.  Berkata  sebagian  orang,  “Manusia diutamakan  atas  semua  mahluk  juga  atas  semua malaikat,  dan  sungguh  yang  dikehendaki  dari  kata, “

”(kebanyakan)  pada  ayat  itu  adalah “ al-aktsar ” (tiap-tiap/semua).  Sebagaimana  firman  Allah kulli

“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan  itu  turun?.  Mereka turun  kepada  tiap-tiap pendusta  lagi  yang  banyak  dosa,  mereka  menghadapkan  pendengaran  (kepada  setan)  itu,  dan”. kebanyakan  mereka  adalah  orang-orang  pendusta (Qs.  asy-Syu ara  221-223)  maksud  kebanya-kan disini, "Semuanya”. Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman, “Sungguh  Kami  telah  menciptakan  manusia  dalam bentuk sebaik-baiknya.” (At-Tin: 4). Ayat ini memperkuat ayat sebelumnya. Imam Quthubi rahimahullahu mengatakan, Ibnul  „Arabi  berkata:  “Tidak  ada  makhluk  ciptaan Allah  Ta'ala  yang  lebih  baik  daripada  manusia. Sesungguhnya  Allah  Subhanahu  wa  Ta'ala  menciptakan  manusia  dalam  keadaan  memiliki  kehidupan, berilmu,  memiliki  kekuatan,  memiliki  kehendak, pandai  berbicara,  mendengar,  melihat,  pandai  mengatur,  dan  menempatkan  sesuatu  pada  tempatnya.” (Tafsir Al-Qurthubi 20/114).

(Rujuki risalah kecil kami yang berjudul, “Bani Adam dan Penciptaannya”, diedarkan juga oleh Sanggar IT Publishing).


Yajuj Majuj

Kemudian ada beberapa orang berdalil dengan Kisah  Yajuj  Majuj  tentang  akan  adanya  hubungan dengan  alien  dimasa  mendatang,  bahkan  konon  akan terjadi  pertempuran  besar  dibumi  antara  alien-alien berdasarkan  takwil  kisah  Yajuj  Majuj  tersebut.

Adapun  yang  menjadi  syubhat  mereka  adalah  sebagai berikut :

Pertama : Yajuj Majuj “melawan” Penghuni Langit Dalam hadits terdapat lafazh seperti ini : “Kemudian  mereka  (Yajuj  Majuj)  berjalan  dan berakhir  di  gunung  Khumar,  yaitu  salah  satu  gunung di  Baitul  Maqdis.  Kemudian  mereka  berkata: “Kita telah membantai penduduk bumi, mari kita membantai Penduduk Langit.” Maka mereka m elemparkan panah- panah  dan  tombak-tombak  mereka  ke  langit.  Maka Allah  Subhanahu  wa  Ta ala  kembalikan  panah  dan tombak-tombak  mereka  dalam  keadaan  berlumuran darah.” (HR. Muslim no. 2937)

Ketahuilah  wahai  fulan,  sebenarnya  Yajuj Majuj  ini tidak  benar-benar  sedang  berperang  dengan “Penduduk  Langit”,  berlumurannya  darah  panah  dan tombak  mereka  adalah  memperdayai  dan  istidroj untuk  menyempurnakan  kesombongan  mereka. Sehingga  mereka  menyangka  benar-benar  mengalahkan  penduduk  langit,  padahal  darah-darah  yang  ada pada  anak  panah mereka  adalah  darah-darah  binatang yang  terbang  seperti  burung.  Sebagaimana  ucapan mereka,  “Kita  telah  membantai  penduduk  bumi”

padahal  kenyataannya  mereka  tidak  berhasil  membantai  semua  penduduk  bumi  karena  kaum  muslimin tengah  berlindung  digunung  Thur  di  kota-kota  dan benteng-bentang bersama Isa alaihi sallam.

Penulis Mirqatul  Mafatih  (8/3463) yaitu Imam Ali Al-Qari rahimahullahu berkata:

“Kejadian  itu  untuk  memperdayai  dan  istidroj  atas mereka  dari  Allah.  Dengan  menjadikan  anak  panah mereka mengenai sebagian burung di langit”. Fantasi  bahwa  Yajuj  Majuj  berperang  dengan

alien  adalah  tidak  benar.  Mereka  mengartikan  panah- panah  dan  tombak-tombak  sebagai  senjata  canggih Yajuj  Majuj  melawan  alien,  dan  mengartikan “berlumuran  darah”  sebagai  banyaknya  korban dipihak  alien. Ini menyimpang  dari pengertian Bahasa Arab  yang benar. Dan  tidaklah ada  yang  menghalangi Rasulullah  shallallahu  „alaihi  wa  sallam  untuk menyampaikan  apa  yang  terjadi  sesungguhnya  kalau benar yang dimaksud sebagaimana hayalan mereka.

Kedua  : Yajuz  Majuz  “Turun  Cepat  Dari  Seluruh Tempat Yang Tinggi” Yang dimaksud firman Allah Ta ala : “Hingga  apabila  dibukakan Ya’juj  dan  Ma’juj,  dan mereka  turun  dengan  cepat  dari  seluruh  tempat  yang tinggi. (QS. Al Anbiya ayat 96).

Kata  mereka :  “Ayat  ini  mengindikasikan bahwa Ya’juj dan Ma’juj muncul  bukan dari bawah. Tapi dari atas. Dan kata  “seluruh  tempat  yang ” dapat  diasumsikan  bahwa  mereka  bukan tinggi muncul  dari  atas  gunung  tertentu.  Namun  lebih berkonotasi  seperti  turunnya  air  hujan  (dari  langit). Jadi  lebih  tepatnya, Yajuj  Majuj datang  dari pesawat- pesawat canggih”.

Itu yang mereka katakan, akibat mengira-ngira apa yang tidak mereka pahami dari Bahasa  Arab. Kata “Hadab ”  dalam  Bahasa  Arab  adalah  setiap  tempat yang  menaik  dari  permukaan  bumi  seperti  lembah,

gunung dan bukit. Tidak bisa diartikan dari langit atau dari awan.  Al-Qurthubi  dalam  Tafsirnya  (11/341), menyebutkan : “Dan al-hadab itu  adalah  apa-apa  yang  muncul / menaik dari permukaan bumi (tanah)”. (tiap-tiap/seluruh) menunjukan  banyaknya  Yajuj  Majuj,  seakan-akan  keluar dari segala arah.

Ketiga  : Isa  alaihi  sallam  dan  kaum  muslimin “mendarat” dibumi

Yang  lebih  aneh  lagi  mereka  mengatakan kalau  Isa  alaihi  sallam  dan  kaum  muslimin  dizamannya  menggunakan  pesawat  atau  wahana antariksa  semacam  piring terbang  untuk  menyelamatkan diri dari Yajuj Majuj ini. Dalil  mereka  adalah apa yang tercantum dalam hadits : “Kemudiaan  Nabiyullah Isa dan sahabat –sahabatnya “mendarat”  di bumi (begini terjemahan mereka –pen).

Mereka  tiada  mendapati  di  muka  bumi  tempat sejengkal  pun,  melainkan  tempat  itu  telah  dipenuhi bau  busuk  bangkai  mereka  (Yajuj  Majuj)”.  (HR. Muslim no. 2937).

Menurut  fantasinya,  kata  „mendarat  di  bumi itu  menunjukan  sebelumnya  Nabi  Isa  alaihi  sallam dan para sahabatnya  di zaman itu tidak berada di bumi alias diselamatkan dalam pesawat angkasa. Demikianlah hayalan mereka tentang masalah ini. Padahal andai mereka  menggunakan  bahasa  Arab  dan  memperhatikan  lafazh  hadits  sebelumnya  niscaya  akan  jelaslah persoalan sesungguhnya :

“Ketika dalam keadaan seperti itu, Allah mewahyukan kepada  Isa:  “Sesungguhnya  Aku  telah  mengutus hamba-hamba-Ku (maksudnya  Yajuj  Majuj)  yang tiada  kemampuan  bagi siapapun untuk  memerangi mereka, oleh sebab  itu ungsikanlah hamba-hamba-Ku di Gunung Thur”. Jadi  Nabi  Isa  alaihi  sallam  dan  para  sahabatnya  berlindung  di  Gunung Thur yang waktu itu diselamatkan oleh Allah dari gangguan  Yajuj  Majuj.

Maksud  kalimat,  ”adalah  turun  dari  gunung  Thur  yang  merupakan benteng  melindungi  mereka  dari  Yajuj  Majuj,  bukan turun  dari  pesawat  atau  piring  terbang.  Sebagaimana ada pada sebagian lafazh : “Dibuka  lubang  Yajuj  Majuj  sehingga  mereka  keluar kepada  manusia  sebagaimana  Firman  Allah,  “Mereka turun dari semua tempat  yang  tinggi”  (Al-Anbiya 96), maka  mereka  menyebar  dimuka  bumi.  Dan  kaum muslimin  menghindari mereka  ke  kota-kota (perlindungan) dan benteng-benteng (perlindungan) mereka”.
Bahkan  setelah  Yajuj  Majuj  mati  secara massal  akibat  ulat-ulat  dileher  mereka,  kaum muslimin tetap digambarkan oleh hadits : “Mereka  keluar  dari  kota-kota  dan  benteng-benteng”. (Hadits  ini  dikeluarkan  oleh Ahmad (3/77)  no.  11749,  Ibnu Majah (no. 4079), Abu Ya la (no. 4079), Ibnu Hib ban (15/45) no.  6830 dan Al-Hakim (4/535) no. 8504  dengan sanad  yang hasan. Disebutkan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 1793).

Sama  sekali  tidak  pernah  digambarkan  keluar dari  pesawat.

Keempat  : Berbagai  macam  syubhat  tentang  Yajuj Majuj lainnya
Invasi  Yajuj  Majuj  atas  dunia  manusia memang  cukup  mengherankan,  kerusakan  yang ditimbulkan  oleh  bangsa  yang  serupa  mereka  seperti Tartar dan Mongol merupakan peringatan yang  sangat jelas  bagi  kaum  muslimin.  Dalam  hadits  diterangkan, seandainya  mereka  dibiarkan  hidup  bersama  manusia niscaya  rusaklah  kehidupan  mereka.  Akan  tetapi, Bangsa  Tatar  dan  Mongol  sama  sekali  bukan  yang dimaksud  hadits  tentang  Yajuj  Majuj.  Imam  Al- Qurthubi  rahimahullahu  mengatakan  bahwa  mereka hanya  sebagai  pembuka  kedatangan  Yajuj  Majuj (Tafsir 11/58). Sebagian  orang  menyangka  bahwa  Yajuj Majuj  ini  bukan  manusia  dan  memiliki  bentuk  tubuh yang  bermacam-macam. Ada  yang  sangat  tinggi seperti  pohon al-urz yang  sangat  besar,  ada  yang ukurannya  empat  hasta  kali empat hasta dan ada  yang telinganya  sangat  panjang  sehingga  telinga  yang  satu bertemu  telinga  yang  lain.  Al-Hafizh  Ibnu  Katsir rahimahullahu  mengatakan  jika  ada  orang  yang mengatakan  bahwa  sifat  Yajuj  Majuj  seperti disebutkan  diatas,  maka  orang  itu  telah  berkata  tanpa ilmu (An-Nihayah al-Fitan wal Malahim 1/153).

Sebagian  lagi  mengatakan  bahwa Yajuj  Majuj merupakan keturunan Adam tapi bukan dari Hawa. Hal itu  bisa  terjadi  karena  Adam  bermimpi,  lalu  air maninya  bercampur  dengan  tanah,  darinyalah  Allah menciptakan  Yajuj  Majuj.  Al-Hafizh  Ibnu  Hajar rahimahullahu  mengatakan bahwa pendapat seperti ini terbantahkan  dengan  hadits  marfu  yang  menyatakan bahwa  mereka berasal  dari keturunan  Nuh,  sementara Nuh dari keturunan Hawa (Fathul Baari 13/107).

Penakwilan-penakwilan  seperti  diatas  mungkin  saja  timbul  dari  penafsiran  berlebihan  dari  hadits dibawah ini,

“Sesungguhnya  Yajuj  Majuj  dari  keturunan  Adam, dan seandainya mereka diutus kepada manusia niscaya akan  merusak  kehidupan  mereka,  dan  tidaklah  salah seorang dari mereka mati kecuali meninggalkan seribu keturunan  dari  mereka  atau  lebih.  Sesungguhnya mereka  terdiri  dari  tiga  umat:  Tawil,  Taris,  dan Mansak”.

Imam Al-Haitsami rahimahullahu  dalam  Al-Majma  (8/6)  mengatakan,  “Diriwayatkan  oleh  Thabrani  dalam  Al-Kabir  dan  Al-Ausath  dan  rijalnya tsiqat”.

Adapun  zaman  sekarang,  ada  orang  yang berpendapat  bahwa  Yajuj  Majuj  ini  adalah  hasil rekayasa  genetik  alien,  atau  hasil  hybrid  antara manusia  dengan  alien. Takwil  ini  mirip  takwil
(Yajuz Majuz  termasuk Bani Adam, jadi DNA mereka  juga berhubungan  dengan  Adam  bukan  dengan  selainnya.  Rujuki Risalah “Bani Adam dan Penciptaannya”).
sebelumnya,  hanya  saja  ditambah  dengan  bumbu  kekufuran  kepada  Sang  Pencipta.  Sedangkan  nash-nash  shahih  menunjukan  bahwa  mereka  adalah manusia  biasa  keturunan  Adam  dengan  ciri-ciri mirip orang-orang Mongol, Tartar dan sebangsanya.

“Sesungguhnya  kalian  berkata  tidak  ada  musuh  lagi, padahal  kalian  akan  senantiasa  memerangi  musuh hingga  datang  Yajuj  Majuj;  mukanya  lebar,  matanya sipit, berambut pirang, mereka datang dari setiap arah, wajah-wajah  mereka  seperti  tameng  yang  dilapisi kulit”.

Imam  Al-Haitsami  rahimahullahu  dalam  Al-Majma (8/6) mengatakan, “Diriwayatkan oleh  Ahmad dan Thabrani, dan rijal keduanya rijal shahih”.
Sebagian  lagi  menyangka  bahwa  Yajuj  Majuj hidup  di  dimensi  lain  atau  di  Planet  lain,  dan  mereka hanya  bisa  masuk  lewat  sebuah  lubang  yang  kini ditutup  oleh  Dzulqarnain sebagaimana  dikisahkan (Banyak  buku  dikarang  tentang  tokoh  yang  satu  ini, diantaranya apa yang ditulis oleh Muhammad Khair Ramad an Yusuf  yang  berjudul  Dzulqarnain  Al-Qa id  al -Fatih  wal Hakim as-Shalih, cet Darul Qalam Damaskus 1986). dalam  Al-Qur an.  Lubang  itu  adalahwarmhole–seperti  dalam  film  stargate-  yang  pada  saatnya  akan terbuka  yaitu  ketika  aktivitas  matahari  melemah.  Ini hipotesis  yang  terlalu  jauh,  sebab  al-Qur an  secara tegas  menyebutnya  sebuah  benteng  yang  menghubungkan  dua  gunung:  “Hingga  apabila  dia  telah ”  (Qs.  Al-Kahfi  93), sampai  diantara assadain assadain ini  maknanya  dua  buah  gunung  yang berhadapan.  Kemudian  Allah  Ta ala  berfirman, ”…hingga  apabila  potongan  besi  itu  telah  sama  rata dengan  kedua  (puncak)  gunung  itu…”  (Qs.  Al-kahfi 96).  Dalam  sebuah  riwayat  disebutkan  ada  seseorang yang  berkata  kepada  Rasulullah  shallallahu  „alaihi wasallam,  “Aku  telah  melihat  dinding  (Yajuj  Majuj) bagaikan kain yang bergaris”, beliau berkata, “Engkau telah  melihat  (dinding  Yajuj  Majuj)”  (Fathul  Baari 6/381).

Jika  ada  yang  bertanya,  apabila  pintu  keluar Yajuj  Majuj  tersebut  adalah  sebuah  benteng  seperti benteng-benteng  biasa,  lalu  kenapa  kita  tidak  bias mengetahuinya?  Dan  kenapa  Yajuj  Majuj  tidak  bias melewatinya  setelah  berlalu  ribuan  tahun?.  Jawaban dari  semua  itu  adalah  bahwa  hal-hal  tersebut  adalah barang  ghaib,  yang  sengaja  tersembunyi  dari pandangan  manusia,  sebagaimana  tersembunyinya banyak  hal  lain  dari  manusia.  Sebagaimana  udara  ini, kita menghirup dan merasakannya walaupun kita tidak pernah melihatnya. Manusia  harus  menghentikan  kesombongan karena  merasa  „berakal   dalam memahami  banyak hal yang  mereka  tidak  memiliki  pengetahuan  tentangnya.

Sebagaimana kematian masal dari Bangsa Yajuj Majuj yang dikatakan  hadits : “ karena  ulat-ulat  yang  menyerang  leher-leher  mereka bahwa  Yajuj  Majuj  lebih  baik  berada  di  belakang tembok  daripada  bercampur  baur  dengan  manusia pada  umumnya.  Sebagaimana  manusia  lebih  baik tidak  mengetahui  dimana  dan  bagaimana  benteng Yajuj  Majuj  itu  sekarang.  Alasannya  bisa  jadi pengetahuan  tentangnya  justru  akan  merusak  manusia itu  sendiri.  Hanya  Allah  lah  yang  mengetahui  hakikat  sebenarnya.

Tinggalah  sebuah  pertanyaan  besar  yang belum  terjawab,  jika  memang  tidak  pernah  ada  alien dari  luar  angkasa,  dan  Yajuj  Majuj  tidak  berperang melawan  alien,  lalu  siapakah  pengendara  UFO  dan mahluk-mahluk  yang  konon  sering  dilihat  oleh sebagian orang  dan mengaku  berasal dari angkasa luar itu?.  Bukankah  tidak  mungkin,  orang-orang  yang banyak  jumlahnya  itu  dan  mengaku  melihat  alien- sepakat untuk berbohong?. (Sejumlah  buku  dikarang  tentang  hal  ini,  misalkan  tulisan-tulisan  d ari  W.  Stevens:  UFO  Contact  From  Iarga  dan  UFO Contact From the Pleiadies. UFO Contact Fro m Planet Koldas oleh Karl van. We Met the Space People oleh Helen and Betty Mitchell, The Janos  People oleh Frank Johnson,  First Contact oleh Billy Meier dan lainnya banyak sekali). Teruslah  melanjutkan  membaca  buku  ini, untuk mengetahui jawabannya.

Underworld Bumi Dibawah Bumi

“Seandainya aku ceritakan kepada kalian tafsir ayat ini,  niscaya  kalian akan kafir” (Riwayat Ibn Jarir (23/469).
Bumi ini bulat, walaupun ada dari orang-orang terdahulu yang mengingkarinya. Allah  Subhanahu Wa Ta ala berfirman : "Dan  Dia-lah  Tuhan  yang  membentangkan  bumi  dan menjadikan  gunung-gunung  dan  sungai-sungai padanya…" (QS. Ar -Ra'd: 3) Ada  diantara  orang  terdahulu  yang  berdalil dengan  ayat  ini  akan  tidak  bulatnya  bumi,  akan  tetapi tafsir  seperti  itu  justru  menyelisihi  ilmu  pengetahuan modern  dan ijma  (kesepakatan)  kaum  muslimin, sebagaimana  dikutip  Syaikhul  Islam  Ibn  Taimiyah rahimahullahu : "Ketahuilah  sesungguhnya  mereka  (ahli  ilmu)  telah sepakat  bahwa  bumi  itu  berbentuk  bulat"  (Majmu  al-Fatawa (5/150).

Imam  ar-Razi  rahimahullahu  dalam  Tafsir (9/137)  menjelas-kan  tafsir  yang  benar  tentang  ayat Diatas : “Sesungguhnya  telah  terbukti  bahwasannya  bumi  itu bulat,  maka  bagaimana  mungkin  (mereka)  keras kepala  mengingkarinya?!  Jika  mereka berdalil  dengan ayat  diatas  “Membentangkan  bumi”  dengan  berkata, “Jika  bumi  ini  bulat  maka  tidak  mungkin  dibentangkan”.  Kami  katakan:  “Tidakkah  mereka menyadari  bahwa  bumi  itu  sebuah  bola  yang  besar …… dan seterusnya“.

Dalam  al-Qur an  pula  disebutkan  bahwa semisal langit, bumi ini pun ada tujuh, Allah-lah  yang  menciptakan  tujuh  langit  dan  seperti itu pula bumi (Qs. Ath-Thalaaq 12). Ada  yang  mengatakan  maksud ayat ini  bahwa ditiap-tiap  langit  ada  buminya  masing-masing.  Ada yang  mengatakan  bahwa  jarak  antara  satu  bumi dengan  bumi  yang  lain  sebagaimana  jarak  antara  satu langit  dengan  langit  yang  lain.  Dua  pendapat  diatas tertolak,  yang  benar  itu  bumi  yang  tujuh  berada dibawah perut bumi ini, dibawah kita. Al-Qurthubi  rahimahullahu  dalam  Tafsirnya (18/175-176)  menyebutkan  bahwa  menurutnya tentang  bumi  ini  ada  dua  pendapat  yang  beredar dikalangan  ulama,  pendapat  pertama,  bahwa  antara tiap-tiap  bumi  jaraknya  sebagaimana  jarak  antara langit  dengan  langit.  Ini  bagi  orang  yang  menjadikan bumi  ini  datar.  Dan  pendapat  ini  menurut  penulis tertolak,  sebab  telah  terbukti  bahwa  bumi  ini  bulat menurut  ijma,  dan  dibuktikan  juga  oleh  ilmu pengetahuan modern.

Adapun  tentang  pendapat  yang  kedua,  Imam Al-Qurthubi berkata, “Pendapat  yang  kedua,  sesungguhnya  mereka  (para penduduk  bumi  yang  bawah)  tidak  melihat  langit, akan  tetapi  Allah  menciptakan  bagi  mereka  cahaya yang  menerangi  mereka.  Dan pendapat ini dari orang-orang yang menjadikan bumi ini sebagaimana bola”. Menurut ku inilah yang rajih.

Perlu  diketahui,  bahwa  bumi  yang  tujuh  itu tidak seperti  dugaan sebagian  orang  yang mengatakan bahwa  yang  dimaksud  adalah  lapisan-lapisan  perutbumi  yang  tidak  berpenghuni.  Bahkan  jumhur (kebanyakan)  ulama  berpendapat  tentang  berpenghuninya bumi dibawah kita ini. Ahli Tafsir Irak, Imam Syihabudin  Al-Alusi (w.  1270)  dalam  Tafsirnya (14/338–Darul Kutub Al-Ilmiyah) mengatakan : “Maka  berkata  jumhur  ulama:  “…  dan  ditiap  bumi terdapat  para  penghuninya  dari  mahluk  ciptaan  Allah Azza  wa  Jalla  dan  tidak  diketahui  hakikat  mereka kecuali Allah Ta ala”.

Imam  As-Syaukani  dalam  Fathul  Qadir (5/295) juga  mengatakan  bahwa berpenghuninya  tiap-tiap lapisan bumi itu merupakan pendapat jumhur. Abdullah  bin  Salam  radhiyallahu anhu berkata, “Allah memulai  penciptaan  bumi dengan menciptakan tujuh  lapis  bumi  dan  menentukan  isinya  didalam  hari selasa  dan  rabu,  serta  bersemayam  dilangit  dan menciptakannya dalam dua hari”. Al-Albani  rahimahullahu  berkata,  “Rangkaian sanadnya shahih”. (Muktashor al-„Uluw no. 96).

Walaupun  sudah  pasti  bumi  yang  tujuh  itu berpenghuni,  tapi  pengetahuan  manusia  tentang  apa yang  ada  didalam  isi  bumi  dibawah  kita  ini  masih sedikit.  Penggalian-penggalian  yang  dilakukan  belum bisa  menjawab  apa  saja  yang  ada  didalamnya, penggalian  terdalam  tercatat  hanya  12  kilometer jaraknya.  Ada  juga  para  peneliti  barat  yang  menduga bahwa  bumi  ini  berlubang  (hollow  earth).  Artinya bahwa  didalam  bumi  ini  ada  kehidupan  sebagaimana diatas bumi,  bahkan memiliki semacam matahari yang bisa  menerangi  para  penghuninya.  Tetapi,  ini  hanya sebatas  teori  yang  belum  bisa  dipastikan  kebenarannya. (Teori  yang paling  terkenal adalah Teori  yang dikemukakan Edmund  Halley  (w.  1742  M)  seorang  ahli  astronomi  yang dengan  tepat  menghitung  kedatangan  komet  Halley  den gan perhitungan  matematis.  Dia  percaya  adanya  rongga  atau lubang  pada cekungan  bumi  yang  berada pada  lapisan  kedua sejauh  500  kaki  dibawah  kita  dan  disana  terdapat  suatu kehidupan  lain.  Dan  dalam  akhir  kesimpulannya,  Halley menetapkan  bahwasanya  Bumi  terdiri  dari  4  lapisan  yang saling  mendekap  satu  sama  lain.  Teori  lainnya  dikemukakan oleh  Leonhard  Euler  (w.  1783  M)  dia  mengatakan  bahwa  di dalam  lapisan  bumi terdapat  suatu   lubang  tunggal  dan  di dalamnya terdapat sinar matahari seluas 600 miles = 1554 km, dan disana tersedia panas dan penerangan yang diperuntuk kan bagi  kehidupan  makhluk  di  wilayah tersebut.  Ada  juga Teori John Leslie (w. 1832  M),  yang  bahkan mengatakan  bahwa di dalam lubang tersebut terdapat 2 matahari).

Ibnu  Abbas  radhiyallahu anhu  yang  dikenal sebagai  penafsir  Al-Qur an  dan  telah  didoakan langsung  oleh Nabi  shallallahu   alaihi  wasalam untuk kepandaian tafsirnya pernah berkata: “Seandainya  aku  ceritakan  kepada  kalian  tafsir  ayat ini  (Qs.  Ath-Thalaaq  12),  niscaya  kalian  akan  kafir. Dan  kekafiran kalian  karena  kalian akan mendustakan pada tafsir itu”. (Riwayat Ibn Jarir (23/469).

Mungkin disebabkan  betapa  musykilnya  kabar yang  hendak  disampaikan,  dan  betapa  anehnya  kabar itu  kalau  didengar  oleh  orang-orang  dizamannya.

Dalam satu  riwayat,  ternyata  sang penafsir  Al-Qur an ini, akhirnya  menceritakan juga tafsir ayat  diatas,  kata beliau radhiyallahu anhu: “(yaitu) Tujuh bumi, ditiap bumi ada  nabi seperti  nabi kalian  ini,  Adam  seperti  Adam  kalian,  Nuh  seperti Nuh  kalian,  Ibrahim  seperti  Ibrahim  kalian  dan  Isa seperti Isa kalian”.

Kabar  ini  oleh  sebagian  orang  dianggap  kabar israiliyat  yang  munkar.  Tetapi,  orang  sekaliber  Al-Allamah  Al-Alusi  rahimahullahu  dalam  Kitabnya  Ma Dalla  „Alaihi Al-Qur an  Min  Ma  Yadhadhu  Al-Haiah Al-Jadidah  Al-Qawimah  Al-Burhan  hal.  132  menjelaskan hadits diatas,

“Maksud  khabar  ini  adalah  bahwasannya  setiap  bumi dihuni  oleh  mahluk  yang  berasal  dari  satu  keturunan, seperti  misalkan  dibumi  kita  ini  yang  bersumber  dari Adam.  Lalu  disana  ada  pula  pribadi-pribadi  yang memiliki  keistimewaan  dibanding  dengan  lainnya

sebagaimana kedudukan Nuh, Ibrahim, dan Nabi-Nabi lain ditengah-tengah kita”. Hadits  diatas  diriwayatkan  oleh  Al-Hakim dalam  Al-Mustadrak  (no. 3822 –  Dar  Kutub  Ilmiyah), lalu  beliau  berkata,  “Hadits  ini  shahih  isnad”,  dan disetujui  Adz-Dzahabi.  Al-Ajluni  dalam  Kasyful Khafa   (1/113)  no.  316,  berkata,  “Diriwayatkan  oleh Baihaqi  dalam  Asma  wa  Shifat  dengan  sanad  yang shahih”.

Hadits  diatas  sebenarnya  lemah,  sebab  diriwayatkan  oleh  Syarik  yang  buruk  hapalannya  dari Atho   yang juga lemah.  Tetapi bagi hadits ini  terdapat jalan lain secara ringkas : “Di  tiap-tiap  bumi  ada  semisal  Ibrohim,  dan  yang semisal apa-apa yang diciptakan di bumi kita ini”. Diriwayatkan  oleh  Ibn  Jarir  dalam  Tafsir (23/469)  dan  Al-Hakim  dalam  Al-Mustadrak  (no. 3823–Dar  Kutub  Ilmiyah),  keduanya  dari  jalan Syu bah dari Amru ibn Muroh dari Abi Dhahi dari Ibn Abbas.  Al-Hakim  berkata,  “Hadits  ini  shahih  dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim)”, dan disetujui Adz-Dzahabi.  Berkata  Ibn  Hajar  dalam  Fathul  Baari (9/476), “Isnadnya shahih”.

Kita  ambil  saja  pemahamannya  menurut Globalnya , sebagaimana yang telah dikatakan oleh Al-Alusi rahimahullahu yang telah berlalu perkataannya. Terdapat  banyak  riwayat  lain  yang menyebutkan  nama  dan  sifat  mahluk-mahluk  di lapisan  bawah  bumi  ini,  akan  tetapi  sangat  jelas kepalsuan  kabarnya.  Sehingga  tidak  pantas  kalau disajikan  disini.  Bahkan  sebagian  orang  menduga bahwa apa yang ada didalam perut bumi kita  itu justru lebih  tua  peradabannya  dari  pada  apa  yang dipermukaannya.  Kalau  tidak  begitu  lantas  kenapa Rasulullah  shalla  llahu  „alaihi  sallam  tiap  memasuki suatu desa, beliau mengatakan, “Ya  Allah,  Rabb  tujuh  langit  dan  apa  yang dinaunginya,  Rabb  penguasa  tujuh  bumi  dan  apa yang di  permukaannya,  Rabb  yang  menguasai  setan-setan dan apa  yang  mereka sesatkan,  Rabb  yang  menguasai angin  dan  apa  yang  diterbangkannya.  Aku  mohon kepada-Mu  kebaikan  desa  ini,  kebaikan  penduduknya dan  apa  yang  ada  di  dalamnya.  Aku  berlindung kepada-Mu  dari kejelekan  desa  ini,  kejelekan penduduknya dan apa yang ada di dalamnya”.

Diriwayatkan  oleh  Ibnu  Sunni  dalam  Amalul Yaum  wal  Lailah  (no.  525),  Ibnu  Hibban  (no.  2377-Mawaarid)  dan  lainnya.  Ibnu  Hajar  dalam  Takhrij Adzkar  5/154 berkata, “Hadits tersebut adalah  hasan”. Hadits  ini  dishahihkan  oleh  Al-Albani  dalam Silsilah Ahaadits ash-Shahihah (no. 2759). Tentang hal ini penulis tidak bisa memastikannya.

(Dalam  satu  riwayat  yang  shahih  disebutkan  perihal  Sijjin yang letaknya di bumi paling bawah. Disanalah catatan orang- orang kafir ditulis. “Kemudian  Allah  Subhanahu  wa Ta’ala berfirman,  “Tulislah kitabnya di Sijjin dibumi yang paling bawah”. Lihat kisah lengkapnya dalam Ahkam  Al-Janaiz karya Syaikh Al-Albani dimana beliau telah menggab ungkan semua riwayat dari Baro  bin Azib radhiyallahu  an hu dalam semua tambahan lafazhnya).

Kalau  ada  pertanyaan  kepada  kita,  “Apakah mungkin  terjadi  hubungan  antara  manusia  dengan penghuni  bumi  yang  enam  lapis  dibawahnya?”. Jawabannya,  kita  tidak  memiliki  pengetahuan  tentang hal  tersebut. Tidak ada  riwayat  yang menyebutkannya sepengetahuan penulis.


Dabbah Bumi

Hanya  saja  telah  datang  sebuah  riwayat  yang shahih  perihal  akan  munculnya dabbah (binatang melata)  dari  dalam  perut  bumi  diakhir  zaman  nanti. Tidak menjadi sebuah keheranan andai saja Dabbah itu seperti dabbah-dabbah

lainnya yang keluar  dari lobang-lobang bumi semisal  ular,  kadal, dan semacamnya.  Yang  menjadi  sebuah  pertanyaan  besar, bahwa riwayat-riwayat yang ada ternyata menyebutkan  kemampuan dabbah itu berbicara dan  melakukan sesuatu di wajah-wajah manusia. Artinya bahwa Allah  Ta ala  telah  menganugerahkan  kepada mahluk  ini  akal  dan  kemampuan  berkomunikasi dengan manusia. Allah Ta ala berfirman, “Dan  apabila  perkataan  telah  jatuh  atas  mereka, (radhiallahu anhu Ibnu Mas ud mengatakan) Kami keluarkan sejenis binatang melata (dabbah)  dari dalam  bumi  yang  akan  mengatakan  kepada  mereka, bahwa  sesungguhnya  m anusia  dahulu  tidak  yakin kepada ayat-ayat Kami.” (An-Naml: 82). Ayat  ini  setidaknya  menyebutkan  dua  hal Tentang dabbah,  yaitu bahwa  ia  benar-benar  berbicara seperti  manusia  berbicara,  sebagaimana  bacaannya Ubay bin Ka ab radhiyallahu anhu. Kemudian Dabbah ini juga  memberikan tanda  (cap/tato) kepada manusia, yang  demikian  sesuai  dengan  bacaannya  Ibnu  Abbas radhiyallahu anhu. Rasulullah  shallallahu alaihi  wasallam  bersabda,

“Bahwa  maksud Dan  apabila  perkataan  telah  jatuh  atas mereka”adalah  dengan  matinya para ulama,  hilangnya  ilmu, “Makadan terangkatnya al-Qur an.  Kemudian beliau berkata : perbanyaklah  membaca  al-Qur an  sebelum  diangkatnya”. (Tafsir Qurthubi 13/234).

“Akan  keluar  Binatang  bumi  (dabbah),  ia  akan memberi  cap  kepada  manusia  di  wajah  mereka. Kemudian jumlah mereka (yang diberi cap) meningkat sehingga  seseorang  membeli  onta  dia  ditanya,  „Dari siapa  kamu  membeli  onta  itu?   Dia  menjawab,  „Dari salah seorang yang dicap  wajahnya… .” (HR. Ahmad,dishahihkan  oleh  al-Albani  dalam  as-Silsilah  ash-Shahihah no. 322).

Para  ulama  berbeda  pendapat tentang Dabbah bumi ini. Al-Qurthubi berpendapat bahwa binatang itu adalah unta Nabi Shalih (13/235),  sedangkan  Al- Baidhawi  mengatakan  bahwa  ia  adalah  al-Jassasah, binatang  yang  bersama  Dajjal  di  Pulau  (4/121).  Ada juga  yang  berpendapat  bahwa  itu  adalah  seekor  ular yang  bersembunyi  didinding  Ka bah,  ular  ini  pernah disambar  Elang  tatkala  Orang  Quraisy  hendak membangun Ka bah (lihat Asy-Syaukani 4/151).

Ada  juga  yang  berpendapat  bahwa Dabbah bumi ini adalah manusia  yang berbicara dan mendebat ahli  bid ah.  Namun  ini  pendapat  yang  lemah,  diluar kebiasaan  Bangsa  Arab  dan  ahli  bahasa  dalam menyebut  alim  ulama  dengan dabbah .  Bahkan  ini keluar  dari  sikap  menghormati  mereka.  (lihat  Al- Qurthubi  13/236-237).  Ada  juga  yang  berpendapat bahwa  binatang  disini  adalah nama  jenis  untuk  semua binatang,  sebagaimana  diungkapkan  Al-Barjanji dalam  Al-Isya ah  (hal.  177).  Dan  mungkin  juga  ada pendapat-pendapat  lainnya  yang  penulis  tidak mengetahuinya. Penulis  pun  tidak  bisa  memastikan  kalau Dabbah bumi  ini  adalah penghuni  bumi dibawah  kita, walaupun  telah  datang  sebuah  riwayat  yang  menyebutkan  bahwa dabbah ini  akan  keluar  dari  bawah bumi,  tepatnya  dari mesjid  yang paling  besar.  Tatkala manusia  sedang  duduk-duduk  tiba-tiba  bumi  bergetar dan  terbelah,  dan  muncullah dabbah (Majma  az- Zawaid 8/7-8). Al-Haitsami  berkata  bahwa  perawinya  tsiqah (dapat dipercaya), wallahu alam.

Review :

1. Arguntentasi penulis yang paling diutamakan adalah : Dan  Allah menciptakan  apa  yang kamu  tidak  mengetahuinya.  (Qs. An-Nahl 8)

2. Terdapatnya Hadist-hadits yang tidak shahih, bahkan penulis sendiri meragukannya  dalam Ar-Ruuhaaniyyuun dan diulang-ulang penulisan-nya. Dan analisis hadits sama hasilnya tidak termasuk kelompok hadits shahih. 

3. Penulis mengetengahkan versi Dabbah yang dihubungkan dengan alien, padahal penulis sendiri ragu. 

4.  Penulis tidak mengambarkan cerita-cerita UFO awal diketemukan sewaktu Columbus berlayar dan menemukan benua amerika, dan setelah itu beberapa peristiwa terjadi di kawasan segitiga bermuda tersebut. Penulis lupa bawa Jin diberi akal dan kemampuan lebih daripada manusia. Nabi Sulaiman a.s pernah dibantu jin untuk membuat istana ratu bilqis yang tidak bisa dibuat oleh bangsa manusia. Kenyataan bahwa Jin / Iblis bisa membuat sesuatu yang nampak dan real dan lebih hebat dari bangsa manusia. 

5. Penulis tidak mengkaitkan dengan al-Jassasah dimana Dajjal telah lama hidup lama sampai akhir zaman. Banyak yang ulama yang mengatakan bahwa dajjal ada di kawasan segitiga bermuda. Dimana Dajjal diberikan umur yang yang panjang. Oleh karena Dajjal telah bersekutu dengan Syaitan maka termasuk manusia yang ditangguhkan oleh Allah S.W.T hingga. Akhir Zaman, kebanyakan orang menyangka dajjal itu lahir menjelang akhir zaman. Padahal itu pendapat yang salah lihat Hadits al Jassasah tentang akhir zaman. dajjal-dajjal yang muncul di zaman nabi hingga sekarang itu hanyalah sistem dajjal dari dajjal yang telah ada dari ribuan tahun tahun yang lalu. Lihat kisah Samiri. Dan alien atau UFO itu kebanyakan penampakan awal di segitiga Bermuda tersebut silahkan Googling di search engine...sejarah awal penampakan UFO. Jangan hubungkan dengan mahluk angkasa aneh eh luar negeri. 


Tidak ada komentar

Posting Komentar