Apakah Pada Zaman Rasulullah SAW Telah Ada Paham Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme?
Di masa Rasulullah SAW tidak dikenal orang yang berfaham sekulerisme, pluralisme dan liberaslime (Sepilis) seperti sekarang ini. Sebab di masa itu, semua orang yang masuk Islam telah sepenuhnya berserah diri kepada Allah SWT. Apapun yang Allah perintahkan, pastilah dijalankannya. Sebaliknya, apapun yang Allah larang, pastilah ditinggalkannya. Patuh, tunduk, taat dan menurut tanpa upaya penafsiran ulang. Sebab mereka telah menjual diri dan harta benda mereka kepada Allah SWT dengan bayaran surga.
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS At-Taubah: 111)
Jadi mana mungkin ada shahabat yang masuk Islam lalu memain-mainkan agama Allah dengan terang-terangan, dengan mengatas-namakan kebebasan dan pluralisme?
Kalau pun ada, mereka adalah orang-orang munafik. Namun munafikin di masa Rasulullah SAW tidak pernah secara terang-terangan melakukan penentangan ajaran Islam. Yang mereka lakukan hanya melakukan pengingkaran secara sembunyi-sembunyi. Mereka tidak pernah secara berani mengingkari ajaran yang dibawa Rasulullah SAW, tidak berani mengatakan semua agama itu sama, tidak berani terang-terangan menolak ketetapan hukum Islam.
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (QS Al-Munafiqun: 1)
Tindakan gaya aktifis libralis, pluralis dan sekuleris di masa Rasulullah SAW sudah bukan pekerjaan orang munafik lagi, melainkan tindakan orang kafir yang secara nyata-nyata menolak Islam. Misalnya, ide mencampur baurkan antara semua agama, adalah ide orang kafir Mekkah kepada Rasulullah SAW. Sehingga Allah SWT menurunkan surat Al-Kafirun yang sangat tegas itu.
Katakanlah, "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS Al-Kafirun: 1-6)
Padahal orang kafir Arab di masa itu sama-sama menyembah Allah SWT, melakukan ibadah haji, menyembelih kurban, menghormati bulan-bulan haram dan ibadah lainnya yang sangat mirip dengan ajaran Islam. Bahkan mereka menyebut nama tuhan dengan lafadz Allah, bukan tuhan Yesus, atau Sidharta Gautawa atau nama lainnya. Karena memang tuhan yang mereka sembah itu memang Allah, kecuali mereka juga menyembah berhala lainnya. Namun kalau ditanyakan kepada mereka, jawabannya bahwa mereka tidak merasa menyembah berhala, tapi berhala-berhala itu hanya sekedar metode dalam rangka menyembah Allah juga.
Tapi dengan sangat tegas Al-Qur'an Al-Kariem turun dan menyatakan bahwa orang kafir Arab itu tidaklah menyembah tuhan yang disembah oleh Muhammad SAW dan muslimin lainnya. Dan tuhannya Muhammad SAW bukan tuhan yang disembah oleh mereka. Dan tegas sekali Al-Qur'an mengatakan bahwa masing-masing memiliki agama yang berbeda. Sekali lagi, agama yang berbeda.
Jadi bagaimana mungkin sekarang ini ada orang yang mengaku muslim tapi beranggapan bahwa semua agama itu sama saja? Di masa Rasulullah SAW, orang kafir Arab yang ingin mengembangkan ide pluralisasi langsung dibantah tegas dan sama sekali tidak diterima. Dan ide itu berhenti dengan sendirinya. Sebab di balik ide itu, sebenarnya intinya sama saja, yaitu kufur dan ingkar kepada agama Islam. Rasulullah SAW dan para shahabat terlalu cerdas untuk dikelabuhi dengan istilah-istilah kosong.
Kalau di hari ini ide seperti itu muncul lagi, apapun argumentasinya, jelas-jelas berangkat dari sikap ingkar dan kufur kepada agama Islam. Kalau memeluk agama Islam, seharusnya meyakini kebenaran agama Islam. Kalau meyakini kebenaran agama Islam, seharusnya meyakini bahwa selain Islam agama yang tidak benar alias sesat. Karena dalam konteks agama, tidak mungkin meyakini semuanya benar. Sementara anatomi semua agama tidak pernah sama. Tuhannya tidak sama, kitab sucinya tidak sama, nabinya tidak sama dan ideologinya tidak sama. Dan anak TK juga sudah tahu hal itu, bukan? Meyakini kebenaran agama lain, sama saja meyakini ketidak-benaran agama sendiri.
Liberalisme dalam arti seperti yang dipahami oleh aliran sesat JIL tidak pernah terjadi di masa Rasulllah SAW. Dalam pandangan JIL sekarang ini, liberal itu artinya seseorang boleh memahami semaunya ayat-ayat Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW. Di masa itu tidak pernah ada shahabat nabi yang bertindak semaunya terhadap pemahaman agamanya. Mereka selalu merujuk kepada Rasulllah SAW, bila ada ayat atau hadits yang kurang dipahami. Tapi kalau ayat dan hadits sudah jelas, tentu saja tidak perlu.
Di masa sekarang ini, ayat dan hadits yang sudah jelas dan mudah dimengerti kemudian ditafsir ulang (baca: heurmenetika) oleh kelompok sesat JIL. Kata-kata tafsir ulang sebenarnya hanya sebuah penghalusan bahasa secara semu. Intinya adalah kufur dan ingkar kepada ayat bahkan pada semua ayat Al-Qur'an dan sunnah. Hanya mereka kurang punya nyali untuk menyatakan secara langsung tentang kekufurannya, maka dicarilah istilah-istilah basi untuk memperhalus kekufuran dan keingkaran mereka.
Dalam masalah mental, masih mending Abu Jahal dan kawan-kawannya. Ketika mereka merasa tidak suka pada ayat Al-Qur'an dan syariat Islam, terang-terangan mereka menolaknya. Sehingga status kekafiran mereka jelas. Sedangkan apa yang dilakukan JIL sekarang ini, untuk menolak, kufur dan ingkar secara langsung terhadap Al-Qur'an dan Sunnah, kelihatannya masih agak malu-malu. Padahal sebenarnya lebih baik bila terus terang saja. Biar lebih gagah dan tidak bermental pengecut. Apa susahnya sih menyatakan kekufuran? Kalau toh setiap hari memang sudah tidak suka pada ajaran Islam, katakan saja!
Rasanya mereka tidak perlu lagi berbasa-basi menggunakan istilah aneh-aneh yang membingungkan. Liberalisme, pluralisme atau sekularisme adalah terminologi abu-abu yang tidak jelas serta multi tafsir. Sebaiknya mereka langsung to the point saja, katakan saja, "Kami tidak beriman kepada agama Islam dan menyatakan keluar dari agama ini, titik." Jadi semua orang dengan mudah mengenali bahwa mereka memang bukan pemeluk Islam. Toh kalau pun mereka murtad, mereka tidak akan dihukum mati, wong ini bukan negara Islam. Lagi pula, bukankah dalam pendirian mereka, semua agama itu sama saja. Artinya, meski mereka di luar agama Islam sekalipun, menurut keyakinan mereka, pastilah mereka masuk surga juga, bukan?. Dan dalam keyakinan mereka, Allah tidak menetapkan bahwa seseorang harus jadi muslim dulu untuk bisa masuk surga.
Kenapa mereka tidak murtad saja? Bukankah itu lebih memperlihatkan kejantanan dan konsekuensi antara lisan dan tindakan? Bukankah kalau keluar dari Islam lebih enak? Tidak wajib shalat 5 waktu, tidak wajib puasa Ramadhan, tidak wajib bayar zakat, kemudian boleh berzina, boleh melacur, boleh mabok, boleh membunuh, boleh berjudi, boleh korupsi dan bebas lepas tanpa aturan? Dan lebih enak lagi, dengan segala kenikmatan dunia itu, toh akhirnya masuk surga juga.
Inilah yang dahulu Allah perintahkan kepada orang-orang yang ingin ingkar kepada ajaran yang dibawa Rasullah SAW. Sebagaimana firman Allah SWT
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari Kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS Fushshilat: 40)
Ini untuk menjawab pertanyaan anda yang nomor 3. Kita tidak bisa memvonis secara membabi buta bahwa pengusung faham liberalisme, pluralisme atau sekulerisme sebagai kafir. Sebab yang mereka lakukan hanya melempar ide-ide menyesatkan, lalu lempar batu sembunyi tangan. Mereka tidak ingin kena delik, yaitu dianggap murtad karena menyatakan statemen secara terbuka tentang penetangan mereka terhadap ajaran Islam. Di sinilah masalahnya, selama seseorang belum menyatakan secara terbuka di depan majelis hakim tentang kemurtadannya, kita masih belum bisa mendengar vonis hakim tentang kemurtadan seseorang.
Tapi bila sudah secara terang-terangan tanpa ada kemungkinan ditafsirkan dengan pengertian lainnya, bahwa seseorang telah menyatakan diri keluar dari Islam, maka resmilah seseorang melepas Islam sebagai agamanya. Dan sebagai non muslim, tentu bila mati jenazahnya tidak perlu dimandikan, dikafani atau dikuburkan di pekuburan muslim.
Terus terang, bila seorang penganut JIL dan orang-orang yang seide dengannya ingin murtad sekalian dari Islam, syariat Islam tidak pernah menghalangi. Bukankah sikap seperti ini cukup liberalnya?
Tulisan ini sama sekali tidak dilandasi dengan rasa benci atau sikap kasar dan arogan kepada mereka, justru sebagai konsekuensi dari ide-ide penganut pluralisme dan liberalisme sendiri. Jadi anggaplah kita menerima ide bahwa semua agama sama, tapi buktikan dulu dong dengan tindakan nyata oleh pencetus ide itu sendiri, mengapa sampai hari ini kita belum melihat ada dari kalangan mereka menyatakan keluar dari agama Islam dan pindah ke agama lain?
Kalau pencetus idenya masih belum mempraktekkan secara langsung, bagaimana mungkin ide itu akan dilaksanakan oleh orang lain? Itu saja...(Ahmad Sarwat, Lc).
Wallahu a'lam bish-shawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS At-Taubah: 111)
Jadi mana mungkin ada shahabat yang masuk Islam lalu memain-mainkan agama Allah dengan terang-terangan, dengan mengatas-namakan kebebasan dan pluralisme?
Kalau pun ada, mereka adalah orang-orang munafik. Namun munafikin di masa Rasulullah SAW tidak pernah secara terang-terangan melakukan penentangan ajaran Islam. Yang mereka lakukan hanya melakukan pengingkaran secara sembunyi-sembunyi. Mereka tidak pernah secara berani mengingkari ajaran yang dibawa Rasulullah SAW, tidak berani mengatakan semua agama itu sama, tidak berani terang-terangan menolak ketetapan hukum Islam.
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (QS Al-Munafiqun: 1)
Tindakan gaya aktifis libralis, pluralis dan sekuleris di masa Rasulullah SAW sudah bukan pekerjaan orang munafik lagi, melainkan tindakan orang kafir yang secara nyata-nyata menolak Islam. Misalnya, ide mencampur baurkan antara semua agama, adalah ide orang kafir Mekkah kepada Rasulullah SAW. Sehingga Allah SWT menurunkan surat Al-Kafirun yang sangat tegas itu.
Katakanlah, "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS Al-Kafirun: 1-6)
Padahal orang kafir Arab di masa itu sama-sama menyembah Allah SWT, melakukan ibadah haji, menyembelih kurban, menghormati bulan-bulan haram dan ibadah lainnya yang sangat mirip dengan ajaran Islam. Bahkan mereka menyebut nama tuhan dengan lafadz Allah, bukan tuhan Yesus, atau Sidharta Gautawa atau nama lainnya. Karena memang tuhan yang mereka sembah itu memang Allah, kecuali mereka juga menyembah berhala lainnya. Namun kalau ditanyakan kepada mereka, jawabannya bahwa mereka tidak merasa menyembah berhala, tapi berhala-berhala itu hanya sekedar metode dalam rangka menyembah Allah juga.
Tapi dengan sangat tegas Al-Qur'an Al-Kariem turun dan menyatakan bahwa orang kafir Arab itu tidaklah menyembah tuhan yang disembah oleh Muhammad SAW dan muslimin lainnya. Dan tuhannya Muhammad SAW bukan tuhan yang disembah oleh mereka. Dan tegas sekali Al-Qur'an mengatakan bahwa masing-masing memiliki agama yang berbeda. Sekali lagi, agama yang berbeda.
Jadi bagaimana mungkin sekarang ini ada orang yang mengaku muslim tapi beranggapan bahwa semua agama itu sama saja? Di masa Rasulullah SAW, orang kafir Arab yang ingin mengembangkan ide pluralisasi langsung dibantah tegas dan sama sekali tidak diterima. Dan ide itu berhenti dengan sendirinya. Sebab di balik ide itu, sebenarnya intinya sama saja, yaitu kufur dan ingkar kepada agama Islam. Rasulullah SAW dan para shahabat terlalu cerdas untuk dikelabuhi dengan istilah-istilah kosong.
Kalau di hari ini ide seperti itu muncul lagi, apapun argumentasinya, jelas-jelas berangkat dari sikap ingkar dan kufur kepada agama Islam. Kalau memeluk agama Islam, seharusnya meyakini kebenaran agama Islam. Kalau meyakini kebenaran agama Islam, seharusnya meyakini bahwa selain Islam agama yang tidak benar alias sesat. Karena dalam konteks agama, tidak mungkin meyakini semuanya benar. Sementara anatomi semua agama tidak pernah sama. Tuhannya tidak sama, kitab sucinya tidak sama, nabinya tidak sama dan ideologinya tidak sama. Dan anak TK juga sudah tahu hal itu, bukan? Meyakini kebenaran agama lain, sama saja meyakini ketidak-benaran agama sendiri.
Liberalisme dalam arti seperti yang dipahami oleh aliran sesat JIL tidak pernah terjadi di masa Rasulllah SAW. Dalam pandangan JIL sekarang ini, liberal itu artinya seseorang boleh memahami semaunya ayat-ayat Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW. Di masa itu tidak pernah ada shahabat nabi yang bertindak semaunya terhadap pemahaman agamanya. Mereka selalu merujuk kepada Rasulllah SAW, bila ada ayat atau hadits yang kurang dipahami. Tapi kalau ayat dan hadits sudah jelas, tentu saja tidak perlu.
Di masa sekarang ini, ayat dan hadits yang sudah jelas dan mudah dimengerti kemudian ditafsir ulang (baca: heurmenetika) oleh kelompok sesat JIL. Kata-kata tafsir ulang sebenarnya hanya sebuah penghalusan bahasa secara semu. Intinya adalah kufur dan ingkar kepada ayat bahkan pada semua ayat Al-Qur'an dan sunnah. Hanya mereka kurang punya nyali untuk menyatakan secara langsung tentang kekufurannya, maka dicarilah istilah-istilah basi untuk memperhalus kekufuran dan keingkaran mereka.
Dalam masalah mental, masih mending Abu Jahal dan kawan-kawannya. Ketika mereka merasa tidak suka pada ayat Al-Qur'an dan syariat Islam, terang-terangan mereka menolaknya. Sehingga status kekafiran mereka jelas. Sedangkan apa yang dilakukan JIL sekarang ini, untuk menolak, kufur dan ingkar secara langsung terhadap Al-Qur'an dan Sunnah, kelihatannya masih agak malu-malu. Padahal sebenarnya lebih baik bila terus terang saja. Biar lebih gagah dan tidak bermental pengecut. Apa susahnya sih menyatakan kekufuran? Kalau toh setiap hari memang sudah tidak suka pada ajaran Islam, katakan saja!
Rasanya mereka tidak perlu lagi berbasa-basi menggunakan istilah aneh-aneh yang membingungkan. Liberalisme, pluralisme atau sekularisme adalah terminologi abu-abu yang tidak jelas serta multi tafsir. Sebaiknya mereka langsung to the point saja, katakan saja, "Kami tidak beriman kepada agama Islam dan menyatakan keluar dari agama ini, titik." Jadi semua orang dengan mudah mengenali bahwa mereka memang bukan pemeluk Islam. Toh kalau pun mereka murtad, mereka tidak akan dihukum mati, wong ini bukan negara Islam. Lagi pula, bukankah dalam pendirian mereka, semua agama itu sama saja. Artinya, meski mereka di luar agama Islam sekalipun, menurut keyakinan mereka, pastilah mereka masuk surga juga, bukan?. Dan dalam keyakinan mereka, Allah tidak menetapkan bahwa seseorang harus jadi muslim dulu untuk bisa masuk surga.
Kenapa mereka tidak murtad saja? Bukankah itu lebih memperlihatkan kejantanan dan konsekuensi antara lisan dan tindakan? Bukankah kalau keluar dari Islam lebih enak? Tidak wajib shalat 5 waktu, tidak wajib puasa Ramadhan, tidak wajib bayar zakat, kemudian boleh berzina, boleh melacur, boleh mabok, boleh membunuh, boleh berjudi, boleh korupsi dan bebas lepas tanpa aturan? Dan lebih enak lagi, dengan segala kenikmatan dunia itu, toh akhirnya masuk surga juga.
Inilah yang dahulu Allah perintahkan kepada orang-orang yang ingin ingkar kepada ajaran yang dibawa Rasullah SAW. Sebagaimana firman Allah SWT
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari Kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS Fushshilat: 40)
Ini untuk menjawab pertanyaan anda yang nomor 3. Kita tidak bisa memvonis secara membabi buta bahwa pengusung faham liberalisme, pluralisme atau sekulerisme sebagai kafir. Sebab yang mereka lakukan hanya melempar ide-ide menyesatkan, lalu lempar batu sembunyi tangan. Mereka tidak ingin kena delik, yaitu dianggap murtad karena menyatakan statemen secara terbuka tentang penetangan mereka terhadap ajaran Islam. Di sinilah masalahnya, selama seseorang belum menyatakan secara terbuka di depan majelis hakim tentang kemurtadannya, kita masih belum bisa mendengar vonis hakim tentang kemurtadan seseorang.
Tapi bila sudah secara terang-terangan tanpa ada kemungkinan ditafsirkan dengan pengertian lainnya, bahwa seseorang telah menyatakan diri keluar dari Islam, maka resmilah seseorang melepas Islam sebagai agamanya. Dan sebagai non muslim, tentu bila mati jenazahnya tidak perlu dimandikan, dikafani atau dikuburkan di pekuburan muslim.
Terus terang, bila seorang penganut JIL dan orang-orang yang seide dengannya ingin murtad sekalian dari Islam, syariat Islam tidak pernah menghalangi. Bukankah sikap seperti ini cukup liberalnya?
Tulisan ini sama sekali tidak dilandasi dengan rasa benci atau sikap kasar dan arogan kepada mereka, justru sebagai konsekuensi dari ide-ide penganut pluralisme dan liberalisme sendiri. Jadi anggaplah kita menerima ide bahwa semua agama sama, tapi buktikan dulu dong dengan tindakan nyata oleh pencetus ide itu sendiri, mengapa sampai hari ini kita belum melihat ada dari kalangan mereka menyatakan keluar dari agama Islam dan pindah ke agama lain?
Kalau pencetus idenya masih belum mempraktekkan secara langsung, bagaimana mungkin ide itu akan dilaksanakan oleh orang lain? Itu saja...(Ahmad Sarwat, Lc).
Wallahu a'lam bish-shawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Post a Comment