Pada awal November 2011 lalu, ketika pemerintah akan memberikan gelar pahlawan nasional kepada sejumlah tokoh, nama Abdurrahman “Gus Dur” Wahid
masuk dalam daftar orang-orang yang diusulkan untuk mendapatkan gelar
kehormatan tersebut. Lalu muncul kontroversi karena ada kalangan yang
menilai bahwa tokoh humanisme, pluralisme, dan demokrasi tersebut tidak layak untuk dinobatkan sebagai pahlawan nasional karena sepak terjangnya yang pro Israel, pendukung Jaringan Islam Liberal (JIL) dan cenderung memusuhi Islam.
Pada akhirnya, ketika 8 November 2011 pemerintah mengumumkan nama tujuh tokoh yang mendapat gelar itu, nama Gus Dur tidak termasuk di antaranya. Yang menarik dari kejadian ini adalah, bahwa sebagian masyarakat kita ternyata telah “ngeh” sekali bahwa ada yang berbahaya di balik doktrin humanisme, pluralisme, dan demokrasi
yang sekilas terkesan sangat mulia dan berbudi, karena pada tataran
praktis, humanisme mengajarkan orang untuk bersifat manusiawi terhadap
sesamanya, pluralisme mengajarkan orang untuk dapat berbaur dan bersatu,
dan demokrasi mengajarkan orang untuk menghargai apapun sikap dan
pendapat orang lain.
Namun
jika ketiga doktrin itu dibawa pada tataran ideologis, konsep
pemikiran, corak keyakinan, ketiganya justru berbanding terbalik dengan
makna harfiahnya, karena di balik doktrin-doktrin itu terkandung maksud
keji pencetusnya, yakni kaum Yahudi melalui Freemasonry-nya.
Pada postingan kali ini saya khusus mengupas masalah humanisme
saja karena ajaran yang satu ini telah banyak diimplementasikan orang.
Terbukti, dewasa ini banyak sekali kasus yang sedikit-sedikit dianggap melanggar kemanusiaan, sedikit-sedikit melanggar hak asasi manusia
(HAM). Padahal jika masalahnya dikaji secara mendalam dan objektif,
belum tentu seperti itu. Dengan adanya postingan ini, saya berharap kita
lebih jeli dan lebih cerdas sebelum memutuskan apakah kasus itu
melanggar kemanusiaan ataukah tidak. Jangan sampai kita menjadi kuda tunggangan
yang kita sendiri tidak menyadarinya. Materi artikel saya dapat dari
berbagai sumber, terutama dari rykers.blogspot.com. Selamat membaca.
Hingga kini banyak orang yang memandang ajaran humanisme
sebagai sebuah gagasan yang positif karena mengingatkan orang untuk
cinta kepada sesama, memiliki toleransi, berperikemanusiaan, cinta akan
perdamaian, dan persaudaraan. Akan tetapi sesungguhnya secara filosofis
makna humanisme jauh lebih signifikan dari itu, karena humanisme adalah cara berpikir yang mengemukakan konsep perikemanusiaan sebagai fokus dan satu-satunya tujuan.
Dengan kata lain, humanisme mengajak manusia berpaling dari Tuhan, dan
hanya mementingkan keberadaan dan identitasnya sendiri. Kamus umum
mendefinisikan humanisme sebagai "sebuah sistem pemikiran yang
berdasarkan pada berbagai nilai, karakteristik, dan tindak tanduk yang
dipercaya terbaik bagi manusia, bukannya pada otoritas supernatural mana
pun”.
Definisi paling jelas tentang humanisme
dikemukakan oleh salah seorang juru bicara humanisme paling terkemuka
masa kini, Corliss Lamont. Dalam bukunya yang berjudul “Philosophy of
Humanism”, ia menulis begini;
“ … Humanisme meyakini bahwa alam
merupakan jumlah total dari realitas, bahwa materi-energi dan bukan
pikiran yang merupakan bahan pembentuk alam semesta, dan bahwa entitas
supernatural sama sekali tidak ada. Ketidaknyataan supernatural ini pada
tingkat manusia berarti bahwa manusia tidak memiliki jiwa supernatural
dan abadi; dan pada tingkat alam semesta sebagai keseluruhan, bahwa
kosmos kita tidak memiliki Tuhan yang supernatural dan abadi”.
Humanisme nyaris identik dengan ateisme. Bahkan sebagian orang menggunakan humanisme sebagai nama lain bagi ajaran yang tidak mengakui adanya Tuhan tersebut, dan ini diakui oleh kaum humanis.
Ada dua manifesto penting yang
diterbitkan oleh kaum humanis pada abad 20. Yang pertama dipublikasikan
pada 1933 dan ditandatangani oleh sebagian orang penting masa itu. Empat
puluh tahun kemudian, atau pada 1973, manifesto humanis kedua
dipublikasikan demi menegaskan yang pertama, tetapi berisi beberapa
tambahan yang berhubungan dengan berbagai perkembangan yang terjadi pada
masa itu. Ribuan pemikir, ilmuwan, penulis, dan praktisi media
menandatangani manifesto yang didukung Asosiasi Humanis Amerika tersebut, sebuah organisasi yang hingga kini masih sangat aktif.
Jika kita pelajari manifesto-manifesto itu, kita akan menemukan satu pondasi dasar pada masing-masingnya, yakni dogma ateis
yang menyatakan bahwa alam semesta dan manusia tidak diciptakan, tetapi
ada secara bebas; bahwa manusia tidak bertanggung jawab kepada otoritas
lain apa pun selain dirinya; dan bahwa kepercayaan kepada Tuhan
menghambat perkembangan pribadi dan masyarakat.
Ini lah enam pasal pertama Manifesto Humanis tersebut:
- Pertama: Humanis religius memandang alam semesta ada dengan sendirinya dan tidak diciptakan.
- Kedua: Humanisme percaya bahwa manusia adalah bagian dari alam dan bahwa dia muncul sebagai hasil dari proses yang berkelanjutan.
- Ketiga: Dengan memegang pandangan hidup organik, humanis menemukan bahwa dualisme tradisional tentang pikiran dan jasad harus ditolak.
- Keempat: Humanisme mengakui bahwa budaya religius dan peradaban manusia, sebagaimana digambarkan dengan jelas oleh antropologi dan sejarah, merupakan produk dari suatu perkembangan bertahap karena interaksinya dengan lingkungan alam dan warisan sosialnya. Individu yang lahir di dalam suatu budaya tertentu sebagian besar dibentuk oleh budaya tersebut.
- Kelima: Humanisme menyatakan bahwa sifat alam semesta digambarkan oleh sains modern membuat jaminan supernatural atau kosmik apa pun bagi nilai-nilai manusia tidak dapat diterima…
- Keenam: Kita yakin bahwa waktu telah berlalu bagi teisme, deisme, modernisme, dan beberapa macam “pemikiran baru”.
Enam pasal pertama pada Manifesto Humanis secara gamblang telah menjelaskan doktrin apakah humanisme itu karena jelas sekali mencerminkan sebuah filsafat umum yang berlandaskan pada materialisme dan ateisme. Bahkan dari pasal kedua kita mendapatkan jawaban mengapa Darwin menciptakan Teori Evolusi yang menyatakan bahwa manusia abad modern merupakan hasil evolusi dari kera.
Sulit dipungkiri kalau humanisme
sebenarnya tak lebih dari gagasan stereotip khas dari kalangan yang
mengingkari adanya Tuhan dan memusuhi agama sejati, karena pondasi utama
doktrin humanisme adalah sikap antiagama
dan mendewakan manusia sebagai pribadi yang lepas dari unsur
supernatural. Bahkan doktrin humanisme dapat dianggap sebagai ekspresi
dari sekalangan atau sekelompok orang yang merasa bahwa mereka takkan
dimintai pertanggungjawaban oleh siapa pun atas apa pun
yang mereka perbuat. Ini merupakan dasar utama pengingkaran terhadap
Tuhan dalam sejarah panjang umat manusia. Dalam QS Al Qiyaamah ayat
36-40, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya sebagai berikut ;
“Apakah manusia mengira, bahwa ia
akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? Bukankah dia
dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu
menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan
menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki
dan perempuan. Bukankah (Allah) yang berbuat demikian berkuasa
(pula) menghidupkan orang mati?”
Jika ditilik dari sejarahnya, bangsa Yahudi darimana organisasi Freemasonry
berasal, sebenarnya mengakui bahwa Tuhan ada. Namun karena watak
sombong, mereka mengingkarinya dan melakukan berbagai cara untuk
membenarkan klaim-klaim tersebut. Termasuk dengan dalih bahwa klaim itu
didukung sains atau ilmu pengetahuan. Pembenaran ini pula lah yang
kemudian, antara lain, memunculkan teori Evolusi yang “menghina” manusia sebagai keturunan monyet.
Sayangnya, seiring dengan berjalannya waktu, pembenaran-pembenaran itu
terpatahkan satu demi satu. Teori Evolusi kini diabaikan karena hasil
riset ilmuwan membuktikan bahwa nenek moyang manusia berasal dari Afrika
yang keturunannya menyebar ke seluruh penjuru dunia (berita terkait KLIK DI SINI - atau DI SINI - ). Dalam Al Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta'ala bahkan tegas menyebut bahwa manusia pertama di Bumi adalah Nabi Adam dan istrinya, Siti Hawa.
Ini lah nenek moyang manusia. Bahkan secara eksplisit Al Qur’an
menyebut, dan ini dipertegas oleh para sejarawan Islam, bahwa saat
diusir dari Surga, Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan Adam dan Hawa di
salah satu kawasan di Afrika.
Premis
pertama Manifesto Humanis yang menyatakan bahwa alam semesta ada dengan
sendirinya dan tidak diciptakan, yang dijadikan dalih pembenaran bahwa
Tuhan tak ada, juga telah digugurkan oleh serangkaian penemuan
astronomis yang membuktikan bahwa alam semesta bermula dari sebuah ledakan dahsyat yang disebut “Dentuman Besar”
sekitar 15-17 miliar tahun lalu. Bahkan saat ini alam semesta tengah
berkembang, ditandai oleh munculnya bintang-bintang baru dan matinya
bintang-bintang yang telah berusia tua, dan sebagainya.
Pemikir ateis, Anthony Flew, mengatakan begini atas temuan para astronom itu.; “… karenanya
saya mulai mengakui bahwa ateis Stratonisian telah dipermalukan oleh
konsensus kosmologis kontemporer. Karena tampaknya para ahli kosmologi
memberikan bukti ilmiah tentang apa yang oleh menurut St. Thomas tak
dapat dibuktikan secara filosofis; yakni bahwa alam semesta memiliki
permulaan….”
Doktrin Humanisme tak
hanya merupakan buah fikiran dari sekelompok orang yang tidak berpijak
pada fakta yang terbentang di jagat raya, selain hanya fokus pada tujuan
yang hendak dicapai, yakni mengajak semua orang dalam kesesatan dan
membentuk sebuah komunitas baru yang dapat diatur atau dikuasai; sebuah tatanan dunia baru.
Ajaran humanisme yang lebih
mengedepankan ‘perikemanusiaan’ namun mengabaikan agama sebagai benteng
prilaku, sikap, gaya hidup, dan cara berfikir setiap orang, yang diklaim
dapat menciptakan harmonisasi dalam kehidupan, ketenteraman, dan kebahagiaan, justru telah menimbulkan dampak mengerikan dalam sejarah kehidupan anak manusia. Enam tahun setelah Manifesto Humanis dipublikasikan, Perang Dunia II meletus, sebuah catatan malapetaka yang dibawa ke dunia oleh ideologi Fasis yang sekuler.
Ideologi humanis lainnya, Komunisme,
mendatangkan kekejaman yang tak terperi. Pertama terhadap bangsa Uni
Soviet, kemudian Cina, Kamboja, Vietnam, Korea Utara, Kuba, dan berbagai
negara Afrika dan Amerika Latin. Sebanyak 120 juta manusia terbunuh
oleh rezim atau organisasi komunis. Juga telah jelas bahwa merek humanisme Barat (sistem kapitalis)
tidak berhasil membawa kedamaian dan kebahagiaan kepada masyarakat
mereka sendiri ataupun kepada wilayah-wilayah lain di dunia.
Keruntuhan argumen humanisme tentang agama
juga telah tampak pada lapangan psikologi. Mitos Freudian, sebuah batu
pijakan dari dogma ateis semenjak awal abad kedua puluh, telah
digugurkan oleh data empiris. Patrick Glynn, dari Universitas George
Washington, menerangkan fakta ini di dalam bukunya yang berjudul God:
The Evidence, The Reconciliation of Faith and Reason in a Postsecular
World.
Seperempat abad terakhir dari abad kedua
puluh tidaklah ramah terhadap pandangan psikoanalitik. Yang paling
signifikan adalah ditemukannya bahwa pandangan Freud tentang agama
(belum lagi sekumpulan besar masalah lain) adalah benar-benar keliru.
Yang cukup ironis, riset ilmiah dalam psikologi selama dua puluh lima
tahun terakhir telah menunjukkan bahwa, jauh dari sebagai penyakit saraf
atau sumber dari neuroses sebagaimana dinyatakan Freud dan
murid-muridnya, keyakinan agama adalah salah satu kolerasi yang paling
konsisten dari kesehatan mental dan kebahagiaan yang menyeluruh. Kajian
demi kajian telah menunjukkan hubungan kuat antara keyakinan dan praktik
agama di satu sisi, dan tingkah laku yang sehat sehubungan dengan
masalah-masalah seperti bunuh diri, penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang, perceraian, depresi, bahkan mungkin mengejutkan, tingkat kepuasan seksual di dalam perkawinan, di sisi lain.
Singkatnya, apa yang dianggap sebagai
pembenaran ilmiah di balik humanisme telah terbukti tidak sahih dan
janji-janjinya gagal. Namun demikian, kaum humanis tidak meninggalkan filsafat mereka, tetapi malahan mencoba untuk menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia melalui metode propaganda massa.
Khususnya pada periode pascaperang terjadilah propaganda humanis yang
intens di lapangan sains, filsafat, musik, kesusasteraan, seni, dan
film. Pesan menarik namun kosong yang diciptakan oleh para ideolog humanis
telah disampaikan kepada massa secara bertubi-tubi. Lagu "Imagine"
karya John Lennon, penyanyi solo dari grup musik paling terkenal
sepanjang masa, the Beatles, adalah contohnya. Dengan lirik "Bayangkan
tiada agama," merupakan salah satu propagandis terdepan dari filsafat
humanis di abad ke dua puluh. Berikut terjemahan lirik lagu "Imagine";
Bayangkan tiada surga Mudah jika kau coba
Tiada neraka di bawah kita
Di atas kita hanya angkasa
Bayangkan semua manusia
Hidup untuk hari ini saja...
Bayangkan tiada negara
Tak sukar untuk dilakukan
Tak perlu membunuh atau terbunuh
Dan juga tiada agama…
Mungkin kau sebut aku pemimpi
Tetapi aku bukan satu-satunya
Kuharap suatu hari kau bergabung dengan kami
Dan dunia akan menjadi satu
Lagu ini terpilih sebagai "lagu abad
ini" dalam beberapa jajak pendapat yang diselenggarakan di tahun 1999.
Ini merupakan indikasi paling tepat tentang perasaan sentimental yang
digunakan untuk menyampaikan humanisme kepada massa, karena kurangnya
landasan ilmiah atau rasional humanisme. Humanisme tidak dapat
menghasilkan keberatan rasional terhadap agama ataupun kebenaran yang
diajarkannya, tetapi berusaha menggunakan metode sugestif semacam ini.
Demi satu tujuan, jika plan A gagal, maka plan B harus dilaksanakan. Maka begitu lah; ketika janji-janji yang diumbar Manifesto Humanis I pada 1933 terbukti gagal, empat puluh tahun kemudian (1973) para humanis mengajukan konsep kedua (Manifesto Humanis II).
Pada awal teks ini ada upaya untuk menjelaskan mengapa janji-janji pertama
tidak membuahkan hasil. Walaupun ada fakta bahwa penjelasan ini sangat
lemah, ini menunjukkan keterikatan abadi humanisme terhadap filsafat
ateis mereka.
Karakteristik paling jelas dari manifesto tersebut adalah mempertahankan garis antiagama pada Manifesto Humanis I. Seperti halnya manifesto 1933, kaum humanis tetap percaya bahwa teisme
tradisional adalah keimanan yang tak terbukti dan sudah ketinggalan
zaman, khususnya keimanan akan Tuhan yang mendengarkan doa, yang
dianggap hidup dan memerhatikan manusia, mendengar dan memahami, serta
sanggup mengabulkan doa-doa mereka.
“…. Kami percaya bahwa agama-agama
otoriter atau dogmatik yang tradisional,yang menempatkan wahyu, Tuhan,
ritus, atau kredo di atas kebutuhan dan pengalaman manusia merugikan
spesies manusia…. Sebagai orang yang tidak bertuhan, kami mengawali
dengan manusia bukannya Tuhan, alam bukannya ketuhanan ….” ini lah salah satu pernyataan dalam Manisfesto Humanis II.
Pernyataan ini jelas mengandung pemikiran yang dangkal. Alih-alih menjadi sebuah doktrin yang dapat dipercaya, humanisme ternyata tidak lebih dari upaya sekumpulan orang yang sejak awal adalah ateis
dan antiagama, serta menganggap konsep pemikiran mereka benar dan masuk
akal. Bertolak belakang dengan janji-janji filsafat humanis, ateisme hanya membawa perang, konflik, kekejaman, dan penderitaan bagi dunia.
Namun, upaya kaum humanis untuk menggambarkan keimanan kepada Tuhan dan agama-agama monoteistik
sebagai kredo yang tidak berdasar dan ketinggalan zaman, sebenarnya
bukan hal baru. Sebab, doktrin ini hanya memperbarui sebuah klaim
berusia ribuan tahun dari mereka yang mengingkari Tuhan. Di dalam Al
Quran, Allah menjelaskan argumen seumur dunia yang dikemukakan oleh
orang-orang kafir.
“Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha
Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka
mengingkari (keesaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah
orang-orang yang sombong. Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. Dan
apabila dikatakan kepada mereka: "Apakah yang telah diturunkan
Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Dongeng-dongengan orang-orang dahulu. (QS. An-Nahl, 16: 22-24)
Ayat ini mengungkapkan bahwa penyebab
sebenarnya dari penolakan orang-orang kafir terhadap agama adalah
kesombongan yang tersembunyi di dalam hati mereka. Filsafat yang disebut
humanisme hanyalah tampakan lahiriah belaka dari tindakan
manusia dalam mengingkari keberadaan Tuhan. Dengan kata lain, humanisme
bukanlah cara berpikir yang baru, sebagaimana mereka yang mendukung
klaimnya. Ia sudah ada sejak zaman nabi-nabi dahulu. Bahkan sebelumnya.
Jika kita mencermati perkembangan humanisme di dalam sejarah Eropa, kita akan menemukan banyak bukti nyata tentang hal ini.
Sebelumnya disebutkan bahwa penyebar doktrin humanisme adalah sebuah kelompok yang menolak keberadaan Tuhan alias ateisme, yang sengaja menyebarkan doktrin ini untuk mewujudkan sebuah Tatanan Dunia Baru yang dapat dikendalikan dan dikuasai, yakni bangsa Yahudi dengan organisasi Freemansonry-nya. Penelitian yang dilakukan membuktikan, bahwa ajaran humanisme bersumber dari Kabbalah, sebuah doktrin yang berasal dari Mesir Kuno dan dianut oleh sebagian bangsa Yahudi, termasuk para Mason.
Doktrin humanisme ditengarai mulai merambah Eropa sekitar abad 15 - 16 melalui para Ksatria Templar yang menjadi cikal bakal berdirinya Freemasonry (lebih detil, KLIK DI SINI - atau DI SINI-). Adanya hubungan antara humanisme dengan Kabbalah ditegaskan berbagai sumber. Salah satunya adalah buku berjudul The Keys of This Blood karangan Malachi Martin,
seorang profesor sejarah pada Lembaga Injil Kepausan Vatikan. Ia
mengungkapkan bahwa pengaruh Kabbalah dapat dengan jelas teramati di
antara para kaum humanis.
Pada abad 15, saat Italia sedang dalam pengaruh kuat ajaran Kristen Katolik, muncul sebuah jaringan persekutuan yang bercita-cita melepaskan diri dari kondisi yang dianggap mapan tersebut. Kemunculan jaringan ini beserta aksi-aksinya kita kenal dengan zaman Renaisans (Renaissance), sebuah era dimana kebudayaan Romawi-Yunani yang menempatkan manusia sebagai subjek utama, dibangkitkan kembali. Kelompok ini memberontak terhadap penafsiran tradisional tentang Injil sebagaimana dipertahankan oleh otoritas gerejawi dan sipil, serta menentang pilar-pilar filosofis dan teologis yang dikeluarkan oleh gereja bagi kehidupan sipil dan politis. Dengan sikap yang bertentangan, bahkan cenderung memusuhi gereja, kelompok ini memunyai konsepsi sendiri tentang pesan orisinil dari Injil dan wahyu Tuhan, yang disandarkan pada ajaran Kabbalah yang jelas bertentangan dengan Injil.
Pada abad 15, saat Italia sedang dalam pengaruh kuat ajaran Kristen Katolik, muncul sebuah jaringan persekutuan yang bercita-cita melepaskan diri dari kondisi yang dianggap mapan tersebut. Kemunculan jaringan ini beserta aksi-aksinya kita kenal dengan zaman Renaisans (Renaissance), sebuah era dimana kebudayaan Romawi-Yunani yang menempatkan manusia sebagai subjek utama, dibangkitkan kembali. Kelompok ini memberontak terhadap penafsiran tradisional tentang Injil sebagaimana dipertahankan oleh otoritas gerejawi dan sipil, serta menentang pilar-pilar filosofis dan teologis yang dikeluarkan oleh gereja bagi kehidupan sipil dan politis. Dengan sikap yang bertentangan, bahkan cenderung memusuhi gereja, kelompok ini memunyai konsepsi sendiri tentang pesan orisinil dari Injil dan wahyu Tuhan, yang disandarkan pada ajaran Kabbalah yang jelas bertentangan dengan Injil.
Namun, kaum humanis Italia ini cukup
cerdik untuk menyembunyikan dasar pemikiran dan filosofi mereka dengan
menyingkirkan beberapa bagian dari gagasan Kabbalah, dan merekonstruksi konsep gnosis dengan kondisi terkini pada saat itu. Namun demikian, tetap saja gnosis yang mereka cari adalah suatu pengetahuan rahasia tentang bagaimana menguasai kekuatan alam yang buta untuk tujuan sosiopolitis.
Pendeknya, masyarakat humanis yang terbentuk pada masa itu ingin
menggantikan budaya Katolik Eropa dengan sebuah budaya baru yang berakar
pada Kabbalah. Mereka bermaksud menciptakan perubahan sosiopolitis
untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan, yakni menciptakan tatanan
dunia baru dimana mereka lah penguasanya.
Dalam bukunya, Martin menulis begini sebagai bukti bahwa doktrin humanis bersumber dari Kaballah:
“Para calon anggota persekutuan humanis awal ini adalah pengikut Kuasa Agung Arsitek Kosmos yang Agung yang mereka representasikan dalam bentuk Tetragrammaton Sakral, YHWH…. (kaum humanis) meminjam lambang-lambang lain Piramid dan Mata Yang Melihat Segalanya terutama dari sumber-sumber Mesir”.
Indikasi bahwa Mason berada di balik doktrin humanis adalah, kaum humanis menggunakan konsep “Arsitek Agung Alam Semesta” , dan konsep ini juga digunakan oleh kaum Mason hingga saat ini. Soal adanya hubungan antara para Mason dengan kaum Humanis, dalam bukunya Martin menulis begini:
“Sementara itu, di daerah utara lainnya, berlangsung sebuah persatuan yang jauh lebih penting dengan para humanis. Sebuah persatuan yang tak diduga siapa pun ….”
Yang dimaksud Martin sebuah persatuan yang tak diduga tersebut adalah Freemasonry yang hingga kini pun masih dianggap sebagai sebuah persekutuan atau organisasi persaudaraan kaum Yahudi yang sangat rahasia. Kaum Humanis Italia yang nota bene Yahudi dan anggota Freemasonry yang juga Yahudi, kemudian menyatu untuk mencapai tujuan yang sama; mendirikan negara sendiri yang kini dikenal dengan nama Israel, dan menguasai dunia dengan membentuk tatanan dunia baru (berita terkait KLIK DI SINI atau DI SINI).
Dalam bukunya, Martin menulis begini sebagai bukti bahwa doktrin humanis bersumber dari Kaballah:
“Para calon anggota persekutuan humanis awal ini adalah pengikut Kuasa Agung Arsitek Kosmos yang Agung yang mereka representasikan dalam bentuk Tetragrammaton Sakral, YHWH…. (kaum humanis) meminjam lambang-lambang lain Piramid dan Mata Yang Melihat Segalanya terutama dari sumber-sumber Mesir”.
Indikasi bahwa Mason berada di balik doktrin humanis adalah, kaum humanis menggunakan konsep “Arsitek Agung Alam Semesta” , dan konsep ini juga digunakan oleh kaum Mason hingga saat ini. Soal adanya hubungan antara para Mason dengan kaum Humanis, dalam bukunya Martin menulis begini:
“Sementara itu, di daerah utara lainnya, berlangsung sebuah persatuan yang jauh lebih penting dengan para humanis. Sebuah persatuan yang tak diduga siapa pun ….”
Yang dimaksud Martin sebuah persatuan yang tak diduga tersebut adalah Freemasonry yang hingga kini pun masih dianggap sebagai sebuah persekutuan atau organisasi persaudaraan kaum Yahudi yang sangat rahasia. Kaum Humanis Italia yang nota bene Yahudi dan anggota Freemasonry yang juga Yahudi, kemudian menyatu untuk mencapai tujuan yang sama; mendirikan negara sendiri yang kini dikenal dengan nama Israel, dan menguasai dunia dengan membentuk tatanan dunia baru (berita terkait KLIK DI SINI atau DI SINI).
Gabungan kaum Humanis dan Fremasonry menjadi sebuah kelompok yang demikian efektif, karena di saat salah satu ‘bermain’ di bidang filsafat, yang lain bermain di bidang-bidang yang lain, terutama ekonomi dan politik.
Maka, gabungan ini menjadi sangat berbahaya karena memiliki tujuan yang
sama dan satu, yakni menguasai dunia dengan memperdaya penduduknya
melalui bidang filsafat, ekonomi, politik, budaya, dan lain-lain.
Untuk mendapatkan definisi yang lebih jelas dari doktrin humanis
yang merusak ini, kita dapat meloncat ke abad 20 dan mengamati
literatur Masonik. Salah satu pengikut Mason Turki yang paling senior, Selami Isindag, mengarang buku berjudul Masonluktan Esinlenmeler
(Inspirasi dari Freemasonry). Tujuan penerbitan buku ini adalah untuk
mendidik pengikut Mason muda terkait kepercayaan Mason terhadap “Arsitek Agung Alam Semesta” yang menjadi dasar filsafat humanis dan berakar dari Kaballah. Ia mengungkapkan:
“Masonry bukannya tanpa Tuhan. Namun
konsep Tuhan mereka berbeda dari yang ada pada agama. Tuhan Masonry
adalah sebuah prinsip agung. Ia berada pada puncak evolusi. Dengan
mengkritisi keberadaan di dalam diri kita, mengenal diri kita, dan
secara sengaja menempuh jalan sains, kecerdasan, dan kebajikan, kita
dapat mengurangi sudut antara ia dan diri kita. Kemudian, tuhan ini
memiliki ciri-ciri baik dan buruk dari manusia. Ia tidak mewujud sebagai
pribadi. Ia tidak dipandang sebagai tuntunan alam atau umat manusia.
Ia adalah arsitek dari karya agung alam semesta, kesatuan dan
keselarasannya. Ia adalah totalitas dari semua makhluk di alam semesta,
sebuah kekuatan total yang mencakup segala sesuatu, dan energi. Walau
begitu, tidak dapat dianggap bahwa ia adalah suatu permulaan… ini sebuah
misteri besar”.
Dari buku ini jelas sulit untuk
dipungkiri bahkan para Mason dan juga Humanis, mendewakan alam, bukan
Tuhan, sebagai “Arsitek Agung Alam Semesta”. Dengan kata lain, mereka
menuhankan alam dan seisinya, termasuk manusia, dan alam lah yang
disembah. Lebih lanjut, dalam bukunya Isindag mengatakan begini;
“Selain alam, tidak mungkin ada
kekuatan yang bertanggung jawab atas pikiran atau tindakan kita….
Prinsip-prinsip dan doktrin-doktrin Masonry adalah fakta-fakta ilmiah
yang berdasarkan kepada sains dan kecerdasan. Tuhan adalah evolusi.
Unsurnya adalah kekuatan alam. Jadi realitas absolut adalah evolusi itu
sendiri dan energi yang mencakupnya.”
Majalah Mimar Sinan, sebuah
organisasi penerbitan khusus bagi kaum Freemason Turki juga memberikan
pernyataan tentang filsafat Masonik yang sama. Pada salah satu artikel
majalah itu terdapat tulisan begini :
“Arsitek Agung Alam Semesta adalah
kecenderungan menuju keabadian. Ia adalah jalan masuk ke keabadian. Bagi
kami, ia adalah suatu pendekatan. Ia menuntut pencarian tanpa henti
terhadap kesempurnaan mutlak di keabadian. Ia membuat jarak antara saat
sekarang dan Freemason yang berpikir, atau, kesadaran.”
Inilah kepercayaan yang dimaksudkan para Mason ketika berujar, "kami memercayai Tuhan, kami sama sekali tidak menerima ateis di sekitar kami." Bukannya Tuhan yang disembah para Mason, namun konsep-konsep naturalis dan humanis semacam alam, evolusi, dan kemanusiaan yang dituhankan oleh filosofi mereka.
Bergabungnya kaum Humanis dengan para
Mason membuat filsafat sesat ini terorganisir dengan sangat baik untuk
diri mereka sendiri dan dunia yang ingin dikuasai. Maka tak heran jika
kemudian muncul Teori Evolusi yang dicetuskan Charles Darwin, gerakan humanisme yang antara lain dimotori oleh organisasi American Humanist Association, dan sebagainya. Dan jangan heran pula jika kini hak asasi manusia (HAM)
seolah bagai ‘firman’ Tuhan yang harus dijunjung tinggi, sehingga
peristiwa sekecil apapun selalu dikait-kaitkan dengan HAM atau
pelanggaran HAM.
Hak asasi yang dimiliki setiap individu
di dunia ini memang harus dihargai dan dihormati, namun jika seseorang
ditindak tegas karena melakukan sesuatu yang dianggap dapat merusak
agama tertentu atau memicu kekisruhan, hal itu bukan lah pelanggaran
HAM. Contoh paling jelas adalah pertikaian antara umat Islam Indonesia
dengan jamaah Ahmadiyah. Ditinjau dari sisi mana pun,
ajaran Ahmadiyah menyimpang dari Islam. Apalagi karena jamaah Ahmadiyah
cenderung menutup diri dari umat Islam yang lain. Seharusnya, jamaah ini
didorong untuk kembali kepada ajaran yang benar. Bukan justru
dilindungi. Meski, penyerangan terhadap jamaah itu tak bisa dibenarkan
karena dapat dikategorikan sebagai tindak kriminalitas yang diatur dalam
KUHPidana.
Sebagai penganut ‘ajaran yang berbeda’, kaum Humanis dan Freemason
sesungguhnya tak dapat sejalan dengan masyarakat penganut agama yang
memercayai adanya Tuhan, meski mereka terkesan toleran dan menghargai
perbedaan. Apalagi karena mereka memiliki tujuan yang teramat besar.
Berbagai terbitan internal Mason secara rinci menjelaskan filosofi humanis organisasi ini dan permusuhan mereka terhadap monoteisme. Tak terhitung banyaknya penjelasan, penafsiran, kutipan, dan alegori yang diajukan tentang topik ini di dalam terbitan Masonik.
Berbagai terbitan internal Mason secara rinci menjelaskan filosofi humanis organisasi ini dan permusuhan mereka terhadap monoteisme. Tak terhitung banyaknya penjelasan, penafsiran, kutipan, dan alegori yang diajukan tentang topik ini di dalam terbitan Masonik.
Sebagaimana diungkap pada postingan
sebelumnya, humanisme telah memalingkan wajahnya dari Pencipta umat
manusia dan menerima manusia sebagai “bentuk tertinggi dari keberadaan
di alam semesta”. Nyatanya, ini bermakna penyembahan terhadap manusia. Keyakinan tidak rasionil ini, yang diawali dengan kaum humanis pengikut Kabbalah di abad XIV dan XV, berlanjut hingga hari ini dengan Masonry modern.
Salah satu humanis paling terkenal dari abad XIV adalah Pico Della Mirandola. Karyanya yang berjudul Conclusiones philosophicae, cablisticae, et theologicae dihujat oleh Paus Innocent VIII pada 1489 sebagai mengandung pemikiran-pemikiran bidah. Mirandola menulis bahwa tidak ada yang lebih tinggi di dunia selain kegemilangan manusia. Gereja memandang ini sebagai gagasan bidah dan tidak pelak lagi adalah penyembahan terhadap manusia. Memang, ini merupakan gagasan bidah karena tidak ada sesuatu pun yang patut dimuliakan selain Allah. Manusia hanyalah ciptaan-Nya.
Dewasa ini, kaum Mason memroklamirkan pemikiran bidah Mirandola tentang penyembahan manusia secara jauh lebih terbuka. Misalnya, pada sebuah buku kecil Masonik dikatakan: "Masyarakat-masyarakat primitif dahulu lemah, dan karena kelemahan ini, mereka menuhankan kekuatan dan fenomena di sekitar mereka. Namun Masonry menuhankan manusia saja".
Di dalam The Lost Key of Freemasonry, Manly P. Hall menjelaskan bahwa doktrin humanis Masonik ini berakar dari Mesir Kuno: "Manusia adalah tuhan dalam proses penciptaan, dan sebagaimana di dalam mitos-mitos mistik Mesir, di atas jentera pembuat tembikar, dia dibentuk. Ketika cahayanya bersinar untuk mengangkat dan melindungi segala sesuatu, dia menerima mahkota rangkap tiga ketuhanan, dan bergabung dengan rombongan Pemimpin Mason, yang dengan jubah Biru dan Emas mereka, berupaya untuk menghalau kegelapan malam dengan cahaya rangkap tiga dari Loge Masonik".
Artinya, menurut kepercayaan Masonry, manusia adalah tuhan, namun hanya pemimpin agung yang mencapai kesempurnaan ketuhanan. Agar menjadi seorang pemimpin agung adalah dengan menolak sepenuhnya keimanan pada Tuhan dan fakta bahwa manusia adalah abdi-Nya. Fakta ini secara ringkas disebutkan oleh penulis lain, J.D. Buck, dalam bukunya Mystic Masonry:
"Satu-satunya diri Tuhan yang diterima Freemasonry adalah kemanusiaan sempurna…. Karenanya kemanusiaan adalah satu-satunya tuhan".
Jelaslah bahwa humanis adalah suatu bentuk agama, dan tulisan-tulisan Masonik menegaskan hal ini. Pada sebuah artikel di majalah Turk Mason (Mason Turki), disebutkan, “Kita selalu menyatakan bahwa cita-cita tinggi Masonry terletak pada doktrin 'Humanisme'.”
Salah satu humanis paling terkenal dari abad XIV adalah Pico Della Mirandola. Karyanya yang berjudul Conclusiones philosophicae, cablisticae, et theologicae dihujat oleh Paus Innocent VIII pada 1489 sebagai mengandung pemikiran-pemikiran bidah. Mirandola menulis bahwa tidak ada yang lebih tinggi di dunia selain kegemilangan manusia. Gereja memandang ini sebagai gagasan bidah dan tidak pelak lagi adalah penyembahan terhadap manusia. Memang, ini merupakan gagasan bidah karena tidak ada sesuatu pun yang patut dimuliakan selain Allah. Manusia hanyalah ciptaan-Nya.
Dewasa ini, kaum Mason memroklamirkan pemikiran bidah Mirandola tentang penyembahan manusia secara jauh lebih terbuka. Misalnya, pada sebuah buku kecil Masonik dikatakan: "Masyarakat-masyarakat primitif dahulu lemah, dan karena kelemahan ini, mereka menuhankan kekuatan dan fenomena di sekitar mereka. Namun Masonry menuhankan manusia saja".
Di dalam The Lost Key of Freemasonry, Manly P. Hall menjelaskan bahwa doktrin humanis Masonik ini berakar dari Mesir Kuno: "Manusia adalah tuhan dalam proses penciptaan, dan sebagaimana di dalam mitos-mitos mistik Mesir, di atas jentera pembuat tembikar, dia dibentuk. Ketika cahayanya bersinar untuk mengangkat dan melindungi segala sesuatu, dia menerima mahkota rangkap tiga ketuhanan, dan bergabung dengan rombongan Pemimpin Mason, yang dengan jubah Biru dan Emas mereka, berupaya untuk menghalau kegelapan malam dengan cahaya rangkap tiga dari Loge Masonik".
Artinya, menurut kepercayaan Masonry, manusia adalah tuhan, namun hanya pemimpin agung yang mencapai kesempurnaan ketuhanan. Agar menjadi seorang pemimpin agung adalah dengan menolak sepenuhnya keimanan pada Tuhan dan fakta bahwa manusia adalah abdi-Nya. Fakta ini secara ringkas disebutkan oleh penulis lain, J.D. Buck, dalam bukunya Mystic Masonry:
"Satu-satunya diri Tuhan yang diterima Freemasonry adalah kemanusiaan sempurna…. Karenanya kemanusiaan adalah satu-satunya tuhan".
Jelaslah bahwa humanis adalah suatu bentuk agama, dan tulisan-tulisan Masonik menegaskan hal ini. Pada sebuah artikel di majalah Turk Mason (Mason Turki), disebutkan, “Kita selalu menyatakan bahwa cita-cita tinggi Masonry terletak pada doktrin 'Humanisme'.”
Terbitan Turki lainnya menerangkan bahwa humanisme adalah sebuah agama: "Sama
sekali bukan upacara kering dari dogma-dogma keagamaan, melainkan
sebuah agama yang murni. Dan humanisme kita, ke mana arti hidup
mengakar, akan memenuhi kerinduan yang tidak disadari kaum muda".
Bagaimana kaum Mason dan humanis menjalankan agamanya yang menyimpang ini? Untuk memahaminya, kita harus mengamati sedikit lebih dekat pada pesan-pesan yang mereka sebarkan kepada masyarakat.
Bagaimana kaum Mason dan humanis menjalankan agamanya yang menyimpang ini? Untuk memahaminya, kita harus mengamati sedikit lebih dekat pada pesan-pesan yang mereka sebarkan kepada masyarakat.
Demi menyebarkan doktrin humanisme, Freemasonry menggunakan beragam cara. Bukan dengan kekerasan, melainkan dengan cara-cara yang mengatasnamakan kemanusiaan, seperti misalnya mendirikan organisasi-organisasi yang bergerak di bidang amal, lingkungan, kemanusiaan, dan sebagainya, sehingga orang yang tak tahu ‘makhluk’ apa sebenarnya organisasi itu, dapat terseret dalam kesesatan.
Dari begitu banyak organisasi yang dibentuk Freemason, dua di antaranya, dan yang paling dikenal adalah International Association of Rotary Club dan International Association of Lions Club. LSM World Vision yang berkantor di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, juga dicurigai organisasi para Mason, karena logo LSM ini berupa gambar sebuah mata.
International Association Rotary Club atau yang biasa disebut hanya Rotary Club saja, memiliki cabang di lebih dari 170 negara, termasuk Indonesia. Anggotanya disebut Rotarian. Salah satu sayap gerakan zionis (Freemason) ini merupakan organisasi yang dikelola oleh para pemimpin bisnis dan profesional yang mewakili semua profesi, baik dokter, notaris, guru, politikus, dan lain sebagainya. Di Indonesia, sebagian besar anggota perkumpulan ini merupakan orang-orang keturunan Tionghoa, namun ada juga yang beragama Islam.
Rotary Club begerak di bidang kemanusiaan. Hingga 2005, cabang-cabangnya yang berada di 170 negara telah berjumlah 32.000 dengan anggota sebanyak 1,2 juta orang.
Rotary Club pertama kali hadir di Indonesia pada 1927 di Yogjakarta. Karena merupakan cabang, semua kegiatan dan peraturan yang berlaku pada Rotary Club Indonesia mengacu sepenuhnya pada ketentuan yang berlaku di Rotary International yang berkantor pusat di Amerika. Tak boleh menyimpang sedikit pun (lebih detil tentang Rotary Club, KLIK DI SINI).
Aktifitas organisasi berlambang roda bergerigi ini sepenuhnya untuk kepentingan Freemason. Untuk mempermudah hubungan dengan berbagai sekte, agama, dan golongan, Rotary berpura-pura membatasi aktivitasnya hanya untuk masalah-masalah sosial dan kultural, dengan dalih demi kemanusiaan. Cara pencapaian sasarannya melalui pertemuan-pertemuan berkala, seminar, ceramah yang mengarah pada upaya mendekatkan antaragama dan menghapus segala perbedaan keagamaan. Ini mirip dengan ceramahnya para pendudung teologi inklusive, seperti yang digemar-gemborkan kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL). Tujuan utamanya adalah untuk membaurkan orang-orang Yahudi dengan bangsa lain dengan mengatasnamakan kasih dan persaudaraan. Melalui jalan ini mereka mampu mengumpulkan berbagai maklumat yang dapat membantu mereka dalam mencapai tujuan yang bersifat ekonomis dan politis, juga membantu mereka dalam menyebarkan tradisi tertentu (Kaballah, humanisme, dan lain-lain) yang akan memastikan timbulnya kemerosotan (degenerate) sosial. Ini dapat kita lihat melalui persyaratan keanggotaan yang hanya diberikan kepada orang-orang penting dan menonjol di masyarakat.
International Association Lions Club atau yang biasa disebut Lions Club saja, juga organisasi Freemason yang bergerak di bidang kemanusiaan. Saat ini di Indonesia saja, organisasi itu memiliki sekitar 20 cabang yang tersebar di 8 provinsi. Ini lah cabang-cabang itu :
Dari begitu banyak organisasi yang dibentuk Freemason, dua di antaranya, dan yang paling dikenal adalah International Association of Rotary Club dan International Association of Lions Club. LSM World Vision yang berkantor di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, juga dicurigai organisasi para Mason, karena logo LSM ini berupa gambar sebuah mata.
International Association Rotary Club atau yang biasa disebut hanya Rotary Club saja, memiliki cabang di lebih dari 170 negara, termasuk Indonesia. Anggotanya disebut Rotarian. Salah satu sayap gerakan zionis (Freemason) ini merupakan organisasi yang dikelola oleh para pemimpin bisnis dan profesional yang mewakili semua profesi, baik dokter, notaris, guru, politikus, dan lain sebagainya. Di Indonesia, sebagian besar anggota perkumpulan ini merupakan orang-orang keturunan Tionghoa, namun ada juga yang beragama Islam.
Rotary Club begerak di bidang kemanusiaan. Hingga 2005, cabang-cabangnya yang berada di 170 negara telah berjumlah 32.000 dengan anggota sebanyak 1,2 juta orang.
Rotary Club pertama kali hadir di Indonesia pada 1927 di Yogjakarta. Karena merupakan cabang, semua kegiatan dan peraturan yang berlaku pada Rotary Club Indonesia mengacu sepenuhnya pada ketentuan yang berlaku di Rotary International yang berkantor pusat di Amerika. Tak boleh menyimpang sedikit pun (lebih detil tentang Rotary Club, KLIK DI SINI).
Aktifitas organisasi berlambang roda bergerigi ini sepenuhnya untuk kepentingan Freemason. Untuk mempermudah hubungan dengan berbagai sekte, agama, dan golongan, Rotary berpura-pura membatasi aktivitasnya hanya untuk masalah-masalah sosial dan kultural, dengan dalih demi kemanusiaan. Cara pencapaian sasarannya melalui pertemuan-pertemuan berkala, seminar, ceramah yang mengarah pada upaya mendekatkan antaragama dan menghapus segala perbedaan keagamaan. Ini mirip dengan ceramahnya para pendudung teologi inklusive, seperti yang digemar-gemborkan kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL). Tujuan utamanya adalah untuk membaurkan orang-orang Yahudi dengan bangsa lain dengan mengatasnamakan kasih dan persaudaraan. Melalui jalan ini mereka mampu mengumpulkan berbagai maklumat yang dapat membantu mereka dalam mencapai tujuan yang bersifat ekonomis dan politis, juga membantu mereka dalam menyebarkan tradisi tertentu (Kaballah, humanisme, dan lain-lain) yang akan memastikan timbulnya kemerosotan (degenerate) sosial. Ini dapat kita lihat melalui persyaratan keanggotaan yang hanya diberikan kepada orang-orang penting dan menonjol di masyarakat.
International Association Lions Club atau yang biasa disebut Lions Club saja, juga organisasi Freemason yang bergerak di bidang kemanusiaan. Saat ini di Indonesia saja, organisasi itu memiliki sekitar 20 cabang yang tersebar di 8 provinsi. Ini lah cabang-cabang itu :
- Bali Surya Host
- Bandung Ceria
- Bandung Lestari
- Surabaya Mahardhika
- Surabaya Srikandi
- Surabaya Kharisma
- Surabaya Victoria
- Surabaya Pelita
- Surabaya Nirwana
- Surabaya Central
- Bojonegoro Host
- Kupang Cendana Host
- Yogyakarta Mataram Pradipta
- Yogyakarta Puspita Mataram
- Jakarta Host
- Bandung Merdeka
- Solo Bengawan
- Surabaya Patria
- Jakarta Bunga Tanjung
- Surabaya Padma
Seperti halnya Rotary Club, organisasi ini pun bergerak di bidang kemanusiaan, dan semua sepak terjang serta kebijakannya mengacu kepada Lions Club pusat. Yang berbahaya,
di balik aktifitasnya di bidang kemanusiaan, organisasi ini juga secara
diam-diam mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan
masalah-masalah politik dan keagamaan di negara dimana klub ini berada.
Data-data kemudian dikirim ke kantor pusat dan diolah di sana.
Selanjutnya, kantor pusat merancang kegiatan yang harus dilakukan
organisasi selanjutnya, sesuai tujuan yang hendak dicapai.
Dalam aktifitasnya, Lions Club mengumandangkan jargon “Agama untuk Tuhan, Tanah air untuk semua”, yang mendorong orang berpaling dari Sang Pencipta, dan fokus kepada diri mereka sendiri (ajaran humanisme). Mereka juga menyerukan ide “ikatan kemanusiaan” dan menghilangkan diskriminasi antarumat manusia.
Ini lah garis besar aktivitas Lions Club.
Dalam aktifitasnya, Lions Club mengumandangkan jargon “Agama untuk Tuhan, Tanah air untuk semua”, yang mendorong orang berpaling dari Sang Pencipta, dan fokus kepada diri mereka sendiri (ajaran humanisme). Mereka juga menyerukan ide “ikatan kemanusiaan” dan menghilangkan diskriminasi antarumat manusia.
Ini lah garis besar aktivitas Lions Club.
- Menyerukan slogan “Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraan” (liberte, egalite, & fraternite);
- Menyebarkan arti kebaikan dan kerjasama antarbangsa;
- Membangun semangat kerukunan di antara pribadi-pribadi dengan cara melonggarakan dan menjauhkan ikatan-ikatan akidah (keyakinan).
- Memperhatikan aspek keadilan sosial;
- Aktif menyebarkan ilmu pengetahuan dengan berbagai sarana yang memungkinkan;
- Menolong orang-orang cacat;
- Meringankan beban kejenuhan hidup sehari-hari;
- Memberikan pelayanan kepada lingkungan sekitar;
- Menyelenggarakan perlombaan-perlombaan yang bersifat hiburan;
- Mendukung proyek-proyek rehabilitasi sosial;
- Mendukung proyek-proyek Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB); dan sebagainya.
Untuk
mencapai sebuah tujuan, orang, lembaga atau organisasi memang harus
melakukan berbagai cara. Maka, seperti juga cara pengusaha beriklan,
siapapun yang menyaksikan tayangan atau membaca iklan itu jangan lah
terlalu mudah termakan oleh apa yang digembar-gemborkan, karena dapat
merugikan, bahkan menyesatkan.
Dalam hal penyebaran ‘pencekokan’
doktrin humanisme yang dikemas dengan misi-misi kemanusiaan, bila
dilihat dari satu sisi tentu saja ada baiknya karena setidaknya orang
yang sedang menderita suatu penyakit atau tertimpa suatu musibah, akan
tertolong. Namun dari sisi lain, tentu saja membahayakan akidah dan
keimanan seseorang. Apalagi karena humanisme mengarahkan orang untuk
melupakan Tuhan, menuhankan manusia, sehingga para Mason percaya bahwa
moralitas dapat terwujud tanpa agama.
Pada situs internet milik Mason, kemungkinan “moralitas tanpa agama” dijelaskan sebagai berikut:
“Apakah manusia itu? Dari mana ia
datang dan ke mana ia menuju?... Bagaimana seseorang hidup? Bagaimana ia
seharusnya hidup? Agama-agama mencoba menjawab aneka pertanyaan ini
dengan bantuan prinsip-prinsip moral yang mereka pegang. Namun mereka
menghubungkan prinsip-prinsipnya dengan konsep metafisis seperti Tuhan,
surga, neraka, ibadah. Dan manusia harus menemukan prinsip-prinsip
hidupnya tanpa melibatkan masalah-masalah metafisis, yang harus mereka
percayai tanpa pemahaman. Freemasonry telah menyatakan prinsip-prinsip
ini selama berabad-abad sebagai kemerdekaan, kesetaraan, persaudaraan,
kecintaan terhadap kerja dan perdamaian, demokrasi, dan seterusnya.
Semua ini membebaskan manusia sepenuhnya dari berbagai kredo agama namun
tetap memberikan sebuah prinsip hidup. Mereka mencari landasan-landasan
mereka tidak pada konsep-konsep metafisis tetapi di dalam diri seorang
manusia dewasa yang hidup di bumi ini.”
Teori ini jelas menyesatkan. Apalagi
karena perjalanan sejarah umat manusia membuktikan bahwa di dalam
masyarakat di mana agama telah dihancurkan, tidak ada moralitas dan
hanya ada perselisihan dan kekacauan.
Pada 1789, para Mason menggerakkan
Revolusi Perancis dengan cara menggaungkan slogan-slogan berbau
cita-cita yang amat mulia, yakni “kemerdekaan, kesetaraan, dan
persaudaraan”. Namun sejarah membuktikan, revolusi ini membuat ratusan
ribu orang yang tak bersalah dipancung dengan pisau guillotine, sehingga
negera itu berkubang darah. Bahkan orang-orang yang didorong untuk
menjadi para pemimpin revolusi itu, ikut dipancung satu per satu.
Pada abad XIX, para Mason mendorong
lahirnya sosialisme yang bersumber dari gagasan tentang kemungkinan
moralitas tanpa agama. Akibatnya amat dahsyat karena sosialisme menuntut
sebuah masyarakat yang sama rata, adil, tanpa eksploitasi dan pada
akhirnya mengajukan penghapusan agama. Pada abad XX, doktrin ini
menyeret manusia pada jurang kesengsaraan yang mengerikan karena doktrin
ini memunculkan rezim komunis yang menguasai Uni Soviet, China, dan
beberapa negara di Afrika dan Amerika Tengah. Rezim-rezim ini membunuh
sedikitnya 120 juta jiwa manusia tak berdosa, dan tak pernah ada
keadilan dan kesetaraan di negara-negara itu karena kekayaan dan aset
negara yang melimpah hanya dikuasai dan dnikmati oleh para penguasanya.
Dalam bukunyaberjudul “The New Class”, pemikir Yugoslavia Milovan Djilas
menjelaskan bahwa para pemimpin komunis, yang dikenal sebagai
“nomenklatur” membentuk sebuah “golongan dengan hak-hak istimewa” yang
bertentangan dengan klaim-klaim sosialisme.
Saat ini, meski Masonry selalu
mendengung-dengungkan tentang kemanusiaan, kita tidak menemukan catatan
yang terlalu bersih. Di banyak negara, Masonry telah menjadi fokus bagi
hubungan demi perolehan kebendaan secara buruk. Dalam skandal Loge
Masonik P2 di Italia pada 1980, terungkap bahwa para Mason menjalin
hubungan erat dengan mafia, dan para direktur loge (markas para Mason)
terlibat dalam aktivitas seperti penyelundupan senjata, perdagangan obat
terlarang, atau pencucian uang. Juga terungkap bahwa mereka merancang
penyerangan terhadap saingan-saingan mereka dan orang-orang yang
mengkhianati mereka.
Dalam “Skandal Loge Timur Raya” di
Prancis pada 1992 dan pada operasi “Tangan Bersih” di Inggris yang
diberitakan media Inggris pada 1995, diketahui kalau aktivitas-aktivitas
di loge Masonik kebanyakan bertujuan untuk melegalkan keuntungan yang
didapat secara ilegal. Diktrin kaum Mason tentang “moralitas humanis”
hanyalah siasat untuk mencapai suatu tujuan yang digagas sejak bangsa
Yahudi terusir dari tanah Palestina; yakni menguasai dunia dan
menciptakan tatanan dunia baru sesuai apa yang dikehendakinya..
Dengan
data dan fakta yang begitu banyak terbeberkan, sulit dipungkiri bahwa
doktrin humanisme yang dikembangkan kaum Humanist Italia dan kemudian
dimanfaatkan Freemasonry sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan,
sangat bertolak belakang dengan pola fikir manusia yang mengimani Tuhan
Pencipta Alam Semesta dan beramal saleh untuk menggapai ridha-Nya.
Bagi para Mason dan Humanist, segala
sesuatu harus dilakukan semata-mata demi kemanusiaan. Nukilan dari
sebuah buku terbitan komunitas Turki di bawah ini akan kian memperjelas
bagaimana pola fikir orang-orang ini. Begini nukilannya:
“Moralitas Masonik didasarkan atas
cinta terhadap kemanusiaan. Ia sepenuhnya menolak kebajikan karena
harapan di masa depan, suatu ganjaran, suatu pahala, dan surga, karena
ketakutan terhadap orang lain, suatu lembaga agama atau politik,
kekuatan supranatural yang tidak diketahui… Ia hanya mendukung dan
memuliakan kebaikan yang berhubungan dengan cinta terhadap keluarga,
negara, umat manusia, dan kemanusiaan. Inilah salah satu sasaran
terpenting dari evolusi Masonik. Mencintai manusia dan berbuat baik
tanpa mengharapkan balasan dan mencapai tingkat ini adalah evolusi
besar.”
Klaim-klaim pada kutipan di atas sangat
menyesatkan. Tanpa disiplin moral agama tidak akan ada rasa pengorbanan
kepada masyarakat. Dan, di mana hal ini tampaknya terwujud, hubungan
lebih bersifat hanya di permukaan belaka. Mereka yang tidak memiliki
moralitas agama, tidak takut ataupun menghormati Tuhan, dan di mana
tidak hadir rasa takut akan Tuhan, manusia hanya memedulikan
tujuan-tujuan mereka sendiri. Tak peduli bagaimanapun caranya karena tak
ada rambu-rambu yang membatasi. Semua halal untuk dilakukan.
Tatkala manusia merasa kepentingan
pribadinya terancam, mereka tidak dapat menunjukkan cinta sejati,
kesetiaan, ataupun kasih sayang. Mereka menunjukkan cinta dan rasa
hormat hanya terhadap siapa yang membawa keuntungan bagi diri mereka.
Hal ini karena, menurut pemahaman mereka yang keliru, mereka hanya ada
di dunia satu kali, dan karenanya, akan mengambil sebanyak-banyaknya.
Lagi pula, menurut keyakinan keliru ini, tidak ada balasan bagi
kecurangan maupun kejahatan yang mereka lakukan di dunia, karena tak ada
surga atau neraka setelah kehidupan berakhir.
Literatur Masonik penuh dengan upacara
moral yang berupaya menutupi fakta ini. Namun sebenarnya, moralitas yang
tanpa agama ini tidak lebih dari retorika pura-pura. Fakta sejarah
telah banyak mencontohkan bahwa tanpa disiplin diri yang diberikan agama
atas jiwa manusia, dan tanpa hukum Tuhan, moralitas sejati tidak dapat
dibangun dengan cara apa pun juga.
Dalam Al Quran surah Al Hasyr ayat 9,
Allah menjelaskan tentang pengorbanan diri orang yang beriman, Dia
memerintahkan, “...Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Inilah landasan sejati bagi
moralitas.
Sedang dalam surat Al Furqan ayat 63-73, Allah menjelaskan ciri-ciri moralitas orang mukmin sejati. Dia berfirman;
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha
Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan
rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari
dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang
berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya
azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.
Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.
Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula)
kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah-tengah antara yang
demikian.
Dan orang-orang yang tidak menyembah
Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak
berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat
(pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada
hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,
kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh;
maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan orang yang bertaubat dan
mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah
dengan taubat yang sebenar-benarnya.
Dan orang-orang yang tidak memberikan
persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui
(saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.
Dan orang-orang yang apabila diberi
peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya
sebagai orang-orang yang tuli dan buta".
Jadi, sebaik-baiknya manusia adalah
mereka yang mau, rela dan ikhlas beribadah kepada Allah dengan merendah,
dan tidak berpaling dari-Nya, atau seolah buta dan tuli, sehingga tak
dapat melihat dan mendengar karunia dan tanda-tanda keberadaan dan
kebesaran-Nya.
Karenanya, sebelum Anda menelan
mentah-mentah atau mengikuti sebuah doktrin, pahami dan kenali lah
dahulu doktrin itu. Di dunia ini terlalu banyak kamuflase yang
membungkus kepalsuan dan kebusukan, sehingga meski kemasannya sangat
bagus, indah dan mewah, isinya belum tentu seperti itu. Jika sekali saja
Anda terjerumus, Anda mungkin akan sulit untuk keluar lagi. Bahkan bisa
saja Anda telah menjadi ateis sebelum Anda sendiri menyadarinya.
(Tamat)
Sumber: sangpemburuberita.blogspot.com
Tidak ada komentar
Posting Komentar